Economic Update 2022

Retno Marsudi Blak-blakan soal G20, Kamboja, dan LCS

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
12 August 2022 18:25
4 Langkah Kemenlu Tangani Kasus Penyekapan WNI di Kamboja(CNBC Indonesia TV)
Foto: 4 Langkah Kemenlu Tangani Kasus Penyekapan WNI di Kamboja(CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia tengah bergejolak. Berbagai tantangan silih berganti pada tahun ini, mulai dari memanasnya tensi geopolitik hingga tekanan besar ekonomi global.

Indonesia pun memiliki peran yang cukup sentral di tengah gejolak tersebut. Bagaimana tidak, Indonesia pada tahun ini bertindak sebagai Presidensi G20, kelompok negara yang diisi oleh sejumlah kekuatan besar di dunia, baik secara politik maupun ekonomi.

Seperti diketahui, Pandemi Covid-19 yang memporak-porandakan ekonomi global telah diperparah dengan geopolitik dunia dan ancaman perang dunia ketiga antara Rusia-Ukraina serta memanasnya hubungan China dengan Amerika Serikat soal Taiwan. Krisis energi dan pangan yang menyebabkan inflasi tak bisa dihindari oleh berbagai negara.

Lalu bagaimana pemerintah menjawab sejumlah tantangan besar tersebut? Berikut petikan dialog bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam segmen khusus Economic Update di program Power Lunch CNBC Indonesia, Jumat (12/8/2022).

Seperti apa pencapaian kinerja di semester pertama 2022 dari Kemenlu, khususnya terkait upaya-upaya diplomasi yang dilakukan di tengah gejolak geopolitik saat ini?

Kalau kita bicara mengenai diplomasi, terkadang bayangan kita itu adalah fokus untuk menangani isu-isu yang hanya terkait pada isu politik luar negeri, geopolitiknya. Tetapi dari waktu ke waktu, makin ke sini, kita melihat bahwa hubungan diplomasi luar negeri itu dijalankan banyak kaitannya dengan upaya kita untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi kita dan itu dilakukan oleh semua negara, termasuk Indonesia.

Sehingga pada saat diplomat Indonesia bicara, maka bicaranya harus juga paham dan mencoba menjadi bagian dari solusi untuk masalah-masalah ekonomi. Jadi intinya adalah bagaimana kita menjadikan diplomasi Indonesia relevan dengan kepentingan atau apa yang diperlukan oleh rakyat kita pada saat itu. Itu adalah dasarnya.

Lalu terkait masalah pencapaian, saya ingin menggarisbawahi tidak hanya pada semester pertama 2022, tetapi bagaimana diplomasi bergerak selama pandemi Covid-19. Misalnya pada masa pandemi, kita mengingat pernah berkejaran hanya untuk mendapatkan vaksin. Alhamdulillah manajemen vaksin kita bagus, vaksin yang kita peroleh jumlahnya juga mencukupi.

Per saat ini kita sudah memperoleh lebih dari 510 juta vaksin, 130 juta, atau 25,59% di antaranya adalah vaksin yang kita peroleh secara gratis. Vaksin gratis ini kita peroleh melalui COVAX dan bilateral antar negara.

Sehingga pada saat pandemi ini, kalau saya bicara dengan para menlu negara lain, teman-teman saya, itu membicarakan terkait masalah kesehatan. Bicara mengenai masalah vaksin, obat-obatan, mengenai pencegahan atau memperkokoh persiapan kita untuk menghadapi pandemi yang akan datang dan lainnya.

Pada saat kita bicara, kita langsung berada di dalamnya. Misalnya saya menjadi salah satu co-chair untuk COVAX AMC Engagement Group, di mana dari 2021 dan 2022, COVAX sudah memberikan 1,35 miliar dosis vaksin yang sebagian besar diberikan secara cuma-cuma kepada 92 negara di dunia.

Sementara pada saat perang, isu yang paling menonjol adalah kenaikan harga energi dan pangan. Lalu di mana Indonesia berada? Indonesia, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi), menjadi salah satu champion-nya Sekjen PBB untuk Global Crisis Response Group yang intinya adalah memberikan telaah dan rekomendasi apa yang harus dilakukan dalam mengatasi krisis energi dan pangan.

Jadi kita (Indonesia) aktif dengan Sekjen PBB untuk memberikan asesmen dan sebagainya dan salah satu yang dilakukan Presiden (Jokowi) pada saat berkunjung ke Kyiv, Ukraina dan Moskow, Rusia itu juga membahas bagaimana mengatasi stuck-nya ekspor gandum, terutama dari Ukraina dan ekspor pupuk serta gandum dari Rusia.

Indonesia berusaha untuk menjadikan diplomasi relevan dengan kebutuhan rakyat pada satu saat dan contoh dari saya tadi adalah pandemi dan perang Rusia-Ukraina yang menaikan harga energi dan pangan, di mana menjadi salah satu contoh bagaimana diplomasi bekerja.

Saat ini ketahui bahwa ketegangan antara Rusia-Ukraina masih terus berlanjut dan menyeret Amerika Serikat. Terkait dengan kondisi geopolitik saat ini, seperti apa Indonesia bisa tetap menjaga hubungan yang baik dengan mitra-mitra utama, terutama mitra dagang strategis AS, Rusia, Ukraina?

Saya mulai dari politik bebas aktif. Banyak pihak yang mengatakan politik bebas aktif itu masih relevan atau tidak. Saya justru sampaikan saat ini lebih relevan dari sebelumnya. Kita tahu makna bebas seperti apa, di mana Indonesia memiliki keleluasaan untuk melakukan manuver dalam memperjuangkan kepentingan nasional kita.

Di satu titik mungkin kita harus bekerja sama dengan negara A, B, C karena mereka memang memiliki kekuatan di satu bidang tertentu. Maka bekerja sama lah kita dengan mereka. Di titik lain, kita harus bekerja sama dengan negara D, E, F. Kita lakukan kerja sama dengan D, E, F bukan berarti kita bermusuhan dengan negara A, B, C. Sekali lagi, Indonesia bebas melakukan manuver dalam rangka memperjuangkan kepentingan kita.

Kemudian aktif, artinya kita harus selalu aktif dalam berkontribusi untuk perdamaian dan kemakmuran dunia. Beberapa contoh sudah sampaikan, di tengah situasi yang sulit pun, pada saat kita juga sedang menghadapi masalah sekaligus bisa bisa mengatasi masalah kesehatan di dalam negeri sekaligus kita aktif di luar negeri dengan kontribusi kita melalui COVAX.

Nah, jadi itulah gambaran dari sebuah politik luar negeri bebas aktif dijalankan, bahkan di masa-masa sulit, untuk memperjuangkan kepentingan kita.

Indonesia, alhamdulillah, berteman dengan semua negara, memiliki teman yang sangat banyak. Hampir semua negara di dunia berteman baik dengan Indonesia. Tapi tentunya, sekali lagi, pada saat kita bekerja sama, yang paling penting adalah kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Presidensi G20 Indonesia 2022 mengangkat tema 'Recover Together, Recover Stronger'. Bagaimana Indonesia memainkan peran di G20 agar bisa mendorong, utamanya agar bisa menjaga perdamaian di tengah gejolak geopolitik saat ini?

Perlu saya sampaikan kembali, bahwa G20 sebenarnya pada saat berdiri tidak ditujukan sebagai forum politik. G20 (juga awalnya) bukan forum ekonomi, tetapi ini berawal dari forum keuangan, lebih banyak bicara masalah keuangan dan pembangunan, dan ini menjadi forum ekonomi.

Tetapi kita tahu dalam diskusi ekonomi tidak mungkin terlepas dari situasi geopolitik pada saat itu. Contohnya, saat ini Indonesia menjadi Presiden G20 dengan situasi dunia yang sangat tidak menentu, yang sangat dinamis dan cair, pastinya ini berpengaruh terhadap bagaimana Indonesia menjalankan presidensinya.

Jadi kita sudah fully aware bahwa situasi geopolitik pasti berpengaruh terhadap debat dan diskusi di dalam G20, tetapi pada saat yang sama kita juga mengirimkan pesan yang sangat bulat kepada semua negara anggota G20.

Kita sampaikan bahwa apakah kita tetap ingin G20 menjadi katalis dari upaya pemulihan ekonomi global. Jawaban mereka semua mengatakan iya. Kalau iya, marilah kita bekerja sama agar G20 tetap relevan dan tetap menjadi katalis bagi pemulihan ekonomi global.

Di dalam presidensi Indonesia, kita tahu situasi 2020-2021 kita sudah menghadapi pandemi Covid-19. Jadi kepentingan-kepentingan negara berkembang harus diutamakan dalam perdebatan G20. Oleh sejak itu dari awal presiden (Jokowi) mengatakan bahwa selama presidensi Indonesia membawa suara dari kepentingan di G20, dan itu yang disuarakan dalam tema presidensi G20 Indonesia.

Kemudian masalah geopolitiknya tidak bisa kita hindarkan. Perbedaan-perbedaan pandangan mengenai satu isu silakan disampaikan, tetapi jangan membuat seluruh perdebatan itu hanya masalah konflik saja. Jangan lupa, banyak substansi yang harus kita bahas terkait keuangan dan ekonomi. Alhamdulillah, itu masih terjaga, sehingga substansi kerja sama G20 per detik ini masih tetap on the right track, tidak terganggu dengan situasi geopolitik saat ini. Memang diskusinya jauh lebih colorful, tetapi substansinya masih terjaga dengan baik.

Salah satu pencapaian yang sudah kita pegang adalah pembentukan Financial Intermediary Fund (FIF) yang sudah mencapai 1,3 miliar. Sekarang kita juga sedang meregister semua kerja sama konkret yang sudah dikomitmenkan oleh negara-negara G20.

Sekali lagi oke geopolitik sedang cair, tetapi kita tidak mungkin mencegah 'jangan ribut lho ya di pertemuan G20'. Gak masalah, yang penting kita tetap fokus dalam pekerjaan bersama kita.

Baru-baru ini ada pertemuan antara menlu negara-negara Asean dan AS. Apa yang menjadi substansi pembicaraan pada forum tersebut?

Pertemuan menlu se-Asean dan AS merupakan bagian dari rangkaian pertemuan Foreign Ministers' Meeting (AMM) dan Post Ministerial Conference (PMCs). Pertemuan biasanya digelar 4 hari. Hari pertama para menlu Asean bertemu terlebih dahulu. Baru kemudian hari kedua menlu Asean bertemu dengan para mitra, di mana kita bertemu dengan China, AS, India, Australia, Rusia dan lain-lain. Biasanya, bagian terakhir digelar sekali lagi East Asia Summit pada tingkat menlu dan juga Asean Regional Forum (ARF).

Saat ini Indonesia menjadi koordinator dari kerja sama atau dialog Asean-AS, sehingga dalam pertemuan menlu se-Asean dan AS di Kamboja, kita bicara mengenai apa yang sudah kita capai dan apa rencana ke depan.

Pada saat kita membicarakan rencana ke depan, beberapa kerja sama yang kita dorong, antara lain kerja sama dalam konteks ekonomi hijau. Kerja sama ekonomi hijau di hampir semua pembicaraan dengan mitra kita cukup menonjol. Ini juga menonjol pada saat kita bicara dengan AS.

Selain itu kita juga membicarakan masalah pendidikan, investasi, dan lainnya. Jadi banyak sekali kerja sama yang sifatnya ekonomi pembangunan yang dibahas oleh para menlu. Ini untuk menunjukkan bahwa peran menlu tidak hanya bicara mengenai masalah politik, tetapi the rest itu adalah masalah pembangunan dan ekonomi.

Artinya dari pertemuan tersebut dijamin negara-negara Asean akan lebih kompak?

Kita harus kompak. Tahun ini Asean berulang tahun ke-55. Kalau kita melihat ke belakang, mau tidak mau harus diakui bahwa Asean itu menjadi lokomotif bagi stabilitas perdamaian dan kemakmuran kawasan. Kita tidak terbayangkan bagaimana wilayah Asia Tenggara tanpa ASEAN. Tidak apa masih banyak kekurangan, kita dapat terus perbaiki. Tetapi yang penting ke depan kita tetap bersatu karena persatuan itu penting sekali. Kita juga harus menyeimbangkan kepentingan nasional dan kawasan.

Lalu hal penting lainnya adalah Asean dapat memerankan peran sentralnya di dalam menavigasi hubungan Asean, Asia Tenggara dengan para mitra di situasi yang sangat cair ini. Kalau kita tidak bisa memerankan peran sentralitas Asean, kita akan terbawa arus ke kanan, kiri, atas, bawah di tengah rivalitas yang sangat tajam pada saat ini.

Sentralitas Asean sangat penting dan tahun depan Indonesia menjadi ketua Asean, ini yang akan selalu jadi pedoman kita.

 

Terkait nasib WNI di Kamboja, seperti apa upaya yang dilakukan Kemenlu RI?

Yang kita temukan saat ini sebenarnya puncak dari sebuah gunung es. Kita tidak mengerti sebesar apa gunung esnya, sedang didalami. Tetapi kita bergerak sangat cepat. Begitu kita dapat informasi adanya beberapa WNI yang minta dievakuasi dari kota Sihanoukville di Kamboja. Kita bergerak dan kebetulan saat itu saya sedang berada di Kamboja untuk pertemuan Asean.

Program pertama pada saat saya tiba di Kamboja itu justru bukan melakukan pertemuan dengan Asean, tetapi dengan Kepala Polisi Kamboja. Saat di sana saya juga berkomunikasi dengan Kapolri, minta didampingi oleh teman-teman dari kepolisian dan saya ditemani oleh tiga jendral pada saat pertemuan dengan Kepala Polisi Kamboja.

Saya juga melakukan pertemuan dengan menteri dalam negeri Kamboja. Karena urusan ini ada di bawah menteri dalam negeri Kamboja.

Ada empat hal yang saya sampaikan. Satu, bagaimana kita mengalamatkan kasus yang ada saat ini. Bermula dari 62 orang lalu bertambah menjadi ratusan, hampir 300 orang kami evakuasi. Sebagian sudah dipulangkan, sebagian masih berada di penampungan di Phnom Penh untuk menunggu proses pemulangan.

Kedua, bagaimana kita menangani sisa WNI. Ini adalah puncak gunung es, jadi kita butuh kerja sama dengan otoritas Kamboja untuk mencari tahu seberapa besar kasus yang masih tersisa.

Ketiga, ke gongnya, persekusinya. Kita minta supaya otoritas Kamboja juga menindak terjadinya masalah penipuan. Ini sebenarnya adalah masalah penipuan karena ini penipuan dan perdagangan manusia. Kita sudah sampaikan semua bukti-buktinya, plus kita sendiri juga punya PR. Dimana gak mungkin orang pergi ke sana (Kamboja) kalau tidak ada pelaku dari sini (Indonesia). Otoritas dua negara ini harus melakukan perannya masing-masing.

Keempat, paling penting adalah bagaimana kita mencegah terjadinya kembali kasus serupa. Perlu diketahui, kasus ini bukan pertama kalinya. Tahun 2021, kami sudah menangani ratusan orang dalam kasus serupa. Tapi realita yang terjadi adalah 10 orang pulang, tetapi 100 orang kemudian kembali berangkat. Ini adalah kasus penipuan, kasus perdagangan manusia, sehingga kami mau penanganannya harus dari hulu sampai hilir. Kalau hanya ditangani di hilir, kasus ini tidak akan selesai.

Ke depan, apa yang akan dilakukan Kemenlu untuk melindungi WNI yang tersebar di berbagai negara?

Perlindungan WNI merupakan salah satu prioritas. Sekali lagi, semua yang dilakukan, seperti politik luar negeri dan kebijakan-kebijakan pemerintah selalu people center, dalam artian kepentingan rakyat nomor satu apalagi menyangkut keselamatan yang menjadi prioritas.

Dari waktu ke waktu kita tidak hanya meningkatkan pelayanan dan perlindungan, tetapi sistem kita juga diperkuat, sehingga WNI lebih mudah dilindungi dengan sistem yang kita kembangkan.

Ada dua contoh yang saya berikan adalah perbaikan upaya kita dalam perlindungan untuk para tenaga kerja yang bekerja di Malaysia dan di Arab Saudi. Jadi di Malaysia kita sudah punya MoU, dimana artinya semua tenaga kerja kita yang berangkat ke Negeri Jiran akan termonitor dengan baik, memiliki gaji yang sudah ditetapkan dll. Hal yang sama juga dilakukan dengan Arab Saudi, dimana negosiasinya cukup lama dan MoU-nya akan ditandatangani 11 Agustus mendatang.

Terkait Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut China Selatan (LCS). Ada banyak negara yang mengeklaim, termasuk China. Seperti apa Indonesia bisa mengambil peran, terutamanya menjaga stabilitas kawasan Asia dan tetap bisa mempertahankan kedaulatan?

Sebenarnya gampang ya. Kita tahu LCS adalah perairan yang strategis dan sangat memiliki nilai penting bagi perdagangan internasional. Yang terpenting adalah bagaimana kita semua bekerja sama menjaga stabilitas dan perdamaian di LCS.

Caranya adalah dengan menghormati semua hukum internasional, terutama UNCLOS 1982, sehingga semua perilaku negara yang berkaitan dan berdekatan dan third party harus merujuk pada UNCLOS 1982.

Indonesia bukan negara yang memiliki tumpang tindih klaim laut teritori. Kita memang punya ZEE, kita tumpang tindih dengan Vietnam. Kita coba negosiasi dan selesaikan dengan Vietnam. Tetapi, sekali lagi, yang menjadi buku panduan adalah UNCLOS 1982.

Saya yakin, selama kita semua taat mengimplementasikan UNCLOS 1982, kalau toh ada klaim tumpang tindih, dapat diselesaikan dengan baik. LCS penting, semua orang ingin stabil dan damai, dan kita sucinya UNCLOS 1982.

Apa saja target Kemenlu pada tahun ini?

Diplomasi ekonomi kita tetap menjadi prioritas, dan diplomasi perlindungan WNI. Ekonomi bukan hanya terkait dengan perdagangan dan investasi, tetapi ekonomi dalam artian yang luas. Sebagai gambaran, kita giat masuk ke benua Afrika untuk menjalin investasi, serta kerja sama ekonomi yang sangat intensif dengan negara-negara Asia Selatan.

Kita sadar, non-traditional market dan market untuk kerja sama ekonomi memiliki potensi besar yang masih bisa kita gunakan.

Selain ekonomi dan perlindungan, kita juga berusaha untuk berkontribusi untuk perdamaian dan kemakmuran dunia. Kita aktif di isu Myanmar, Palestina, Afghanistan.

Saya bukan ge-er, tetapi menurut teman-teman saya, Indonesia selalu dihormati dan diperhitungkan, bukan karena kita memiliki persenjataan yang kuat seperti AS atau Rusia atau kaya raya seperti banyak negara maju. Indonesia dihormati karena kita selalu konsisten dan selalu berkontribusi menjadi bagian dari solusi terhadap isu-isu yang dihadapi oleh dunia. Maka dari itu Indonesia selalu dihormati dan bermartabat.

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular