
Retno Marsudi Blak-blakan soal G20, Kamboja, dan LCS

Presidensi G20 Indonesia 2022 mengangkat tema 'Recover Together, Recover Stronger'. Bagaimana Indonesia memainkan peran di G20 agar bisa mendorong, utamanya agar bisa menjaga perdamaian di tengah gejolak geopolitik saat ini?
Perlu saya sampaikan kembali, bahwa G20 sebenarnya pada saat berdiri tidak ditujukan sebagai forum politik. G20 (juga awalnya) bukan forum ekonomi, tetapi ini berawal dari forum keuangan, lebih banyak bicara masalah keuangan dan pembangunan, dan ini menjadi forum ekonomi.
Tetapi kita tahu dalam diskusi ekonomi tidak mungkin terlepas dari situasi geopolitik pada saat itu. Contohnya, saat ini Indonesia menjadi Presiden G20 dengan situasi dunia yang sangat tidak menentu, yang sangat dinamis dan cair, pastinya ini berpengaruh terhadap bagaimana Indonesia menjalankan presidensinya.
Jadi kita sudah fully aware bahwa situasi geopolitik pasti berpengaruh terhadap debat dan diskusi di dalam G20, tetapi pada saat yang sama kita juga mengirimkan pesan yang sangat bulat kepada semua negara anggota G20.
Kita sampaikan bahwa apakah kita tetap ingin G20 menjadi katalis dari upaya pemulihan ekonomi global. Jawaban mereka semua mengatakan iya. Kalau iya, marilah kita bekerja sama agar G20 tetap relevan dan tetap menjadi katalis bagi pemulihan ekonomi global.
Di dalam presidensi Indonesia, kita tahu situasi 2020-2021 kita sudah menghadapi pandemi Covid-19. Jadi kepentingan-kepentingan negara berkembang harus diutamakan dalam perdebatan G20. Oleh sejak itu dari awal presiden (Jokowi) mengatakan bahwa selama presidensi Indonesia membawa suara dari kepentingan di G20, dan itu yang disuarakan dalam tema presidensi G20 Indonesia.
Kemudian masalah geopolitiknya tidak bisa kita hindarkan. Perbedaan-perbedaan pandangan mengenai satu isu silakan disampaikan, tetapi jangan membuat seluruh perdebatan itu hanya masalah konflik saja. Jangan lupa, banyak substansi yang harus kita bahas terkait keuangan dan ekonomi. Alhamdulillah, itu masih terjaga, sehingga substansi kerja sama G20 per detik ini masih tetap on the right track, tidak terganggu dengan situasi geopolitik saat ini. Memang diskusinya jauh lebih colorful, tetapi substansinya masih terjaga dengan baik.
Salah satu pencapaian yang sudah kita pegang adalah pembentukan Financial Intermediary Fund (FIF) yang sudah mencapai 1,3 miliar. Sekarang kita juga sedang meregister semua kerja sama konkret yang sudah dikomitmenkan oleh negara-negara G20.
Sekali lagi oke geopolitik sedang cair, tetapi kita tidak mungkin mencegah 'jangan ribut lho ya di pertemuan G20'. Gak masalah, yang penting kita tetap fokus dalam pekerjaan bersama kita.
Baru-baru ini ada pertemuan antara menlu negara-negara Asean dan AS. Apa yang menjadi substansi pembicaraan pada forum tersebut?
Pertemuan menlu se-Asean dan AS merupakan bagian dari rangkaian pertemuan Foreign Ministers' Meeting (AMM) dan Post Ministerial Conference (PMCs). Pertemuan biasanya digelar 4 hari. Hari pertama para menlu Asean bertemu terlebih dahulu. Baru kemudian hari kedua menlu Asean bertemu dengan para mitra, di mana kita bertemu dengan China, AS, India, Australia, Rusia dan lain-lain. Biasanya, bagian terakhir digelar sekali lagi East Asia Summit pada tingkat menlu dan juga Asean Regional Forum (ARF).
Saat ini Indonesia menjadi koordinator dari kerja sama atau dialog Asean-AS, sehingga dalam pertemuan menlu se-Asean dan AS di Kamboja, kita bicara mengenai apa yang sudah kita capai dan apa rencana ke depan.
Pada saat kita membicarakan rencana ke depan, beberapa kerja sama yang kita dorong, antara lain kerja sama dalam konteks ekonomi hijau. Kerja sama ekonomi hijau di hampir semua pembicaraan dengan mitra kita cukup menonjol. Ini juga menonjol pada saat kita bicara dengan AS.
Selain itu kita juga membicarakan masalah pendidikan, investasi, dan lainnya. Jadi banyak sekali kerja sama yang sifatnya ekonomi pembangunan yang dibahas oleh para menlu. Ini untuk menunjukkan bahwa peran menlu tidak hanya bicara mengenai masalah politik, tetapi the rest itu adalah masalah pembangunan dan ekonomi.
Artinya dari pertemuan tersebut dijamin negara-negara Asean akan lebih kompak?
Kita harus kompak. Tahun ini Asean berulang tahun ke-55. Kalau kita melihat ke belakang, mau tidak mau harus diakui bahwa Asean itu menjadi lokomotif bagi stabilitas perdamaian dan kemakmuran kawasan. Kita tidak terbayangkan bagaimana wilayah Asia Tenggara tanpa ASEAN. Tidak apa masih banyak kekurangan, kita dapat terus perbaiki. Tetapi yang penting ke depan kita tetap bersatu karena persatuan itu penting sekali. Kita juga harus menyeimbangkan kepentingan nasional dan kawasan.
Lalu hal penting lainnya adalah Asean dapat memerankan peran sentralnya di dalam menavigasi hubungan Asean, Asia Tenggara dengan para mitra di situasi yang sangat cair ini. Kalau kita tidak bisa memerankan peran sentralitas Asean, kita akan terbawa arus ke kanan, kiri, atas, bawah di tengah rivalitas yang sangat tajam pada saat ini.
Sentralitas Asean sangat penting dan tahun depan Indonesia menjadi ketua Asean, ini yang akan selalu jadi pedoman kita.
(luc/luc)
