
Special Interview
Bos Sawit Sumbermas Soal Tertekannya Industri CPO dan PHK
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
23 November 2018 16:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tengah tertekan karena harga yang lesu, permintaan melemah, dan stok berlimpah.
Indonesia sebagai produsen terbesar CPO di dunia ikut merasakan dampaknya.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan pada Januari-September 2018 volume ekspor minyak sawit (crude palm oil, palm kernel oil, dan turunannya) melemah 1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, atau dari 23,19 juta ton menjadi 22,95 juta ton.
Sementara itu, produksi terus meningkat di dalam negeri. Naiknya produksi dan stagnannya ekspor membuat stok minyak sawit di RI naik mencapai 4,6 juta ton. Di mana kemudian hal ini berdampak pada melemahnya harga.
CFO PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), Nicholas Whittle, mengakui harga memang tengah tertekan.
Kepada CNBC Indonesia, berikut penjelasan Nicholas terkait mengapa harga CPO mencapai level terendahnya.
Angka data harganya anjlok amblas sangat dalam bahkan sampai 20 persen
Memang benar kita selama tahun ini 2018 mengalami penurunan sekitar 20% ada beberapa faktor baik di demand side tapi juga di supply side khususnya di sini di Indonesia.
Apakah hal tersebut sudah langsung bisa dirasakan dengan kinerja mungkin pada kuartal ketiga 2018?
Kalau kita lihat ceritanya selama tahun ini memang ada beberapa tekanan di segi demand side seperti, ada masalah tarif di India sekitar bulan april dan ada masalah perdagangan antara Amerika serikat dan China dan itu memberi tekanan kepada industri sawit kepada seluruh industri minyak nabati di seluruh dunia tetapi khususnya kepada sektor sawit, dan mungkin dari pendapat kita lebih penting daripada penekanan di demand side adalah dari supply side.
Tahun ini produksi nasional di Indonesia naik cukup signifikan, saya rasa dari segi sektor atau dari segi para analis, kita menunggu produksi nasional untuk full year tahun 2018 diantara 39 sampai 40 juta ton CPO.
Apakah ini juga terkait dengan kebijakan B20 yang pemerintah terapkan apakah itu tidak cukup mengkompensasi, misalnya dengan kondisi yang terjadi saat ini harga yang melemah demand yang juga mengalami penurunan?
Saya merasa kita belum melihat dampak penuhnya, kita mulai lihat dampaknya dari angka angka yang kita bikin di dalam perusahaan. Kita menunggu di tahun 2019, mungkin diantara 6 sampai 7 juta ton ditarik dari supply untuk kebutuhan B20 untuk kenaikan kebutuhan biodiesel.
Artinya ada 6 sampai 7 juta ton?
Totalnya, itu kita harap dan kita menunggu bisa kasih dukungan kepada harga, dan kalau kita lihat chart tersebut saya dan rekan rekan saya setuju dengan pendapat yang ada di pasar saat ini. Bulan November ini tingkat paling besar untuk panen dan untuk produksi minyak dalam tahun ini, jadi tekanan dari supply side adalah paling maksimal saat bulan November, kemungkinannya selama bulan Desember dan khususnya bulan januari februari kita lihat stoknya sudah mulai turun. Dari segi stok, itu akan kasih support kepada harga.
Kalau sampai akhir tahun nanti apakah harga cpo masih akan bertahan diatas?
Sebenarnya kalau saya bisa kasih harga cpo dengan persis begitu saya akan menjadi orang kaya sekali, harapan saya adalah kita semua sudah menuju di tingkat paling rendah dalam bulan November ini, saya tidak menunggu kenaikan besar dalam bulan Desember tetapi stabil ya, mudah mudahan kita bisa stabil di atas tingkat 2000 ringgit per ton
Atau malah ada tekanan, India tadi sudah menaikan tarif impornya dan sepanjang tahun ekspor Indonesia ke India tertekan 34% kemudian masih akan berlanjut lagi tekanan itu
Saya rasa kita sudah lihat recovery dari segi ekspor, ya tentu saja totalnya dibandingkan tahun lalu totalnya turun sedikit tetapi itu juga mungkin dari faktor supply, dalam 2018 kita lihat recovery di lapangan di perkebunan di Malaysia dari supply yang datang dari Malaysia sudah naik, kemungkinan untuk tahun ini produksi nasional Malaysia adalah diantara 19 sampai 20 juta ton, jadi itu kasih tekanan terhadap produksi nasional kita di Indonesia.
Kalau kita lihat produksi kita sangat sangat produktif, kita naik lagi dalam tahun ini dan kalau cuacanya bagus di 2019 hrapan untuk produksi nasional kita punya produksi kuat juga, jadi menurut saya tekanannya datang dari supply side bukan dari demand.
Tentu saja ada faktor di pasar di ekspor khusunya, faktor politik global untuk pedagang tapi kalau ada produksi kuat di sektor Indonesia itu akan kasih batasan terhadap kenaikan harga di tahun depan, namun demikian kita lihat harga akan naik tahun depan kita menunggu harga 550 samapi 580 (dalam dolar amerika) ditahun 2019, jadi kita menunggu ada kenaikan harga di tingkat yang ada saat ini.
Optimisme itu muncul darimana?
Optimisme muncul dari segi stok akan mulai turun dan kalau dari perusahaan kita men-support banyak terhadap moratorium lahan yang ada untuk penambahan lahan, dan kita sudah mulai ada turunan cukup besar di tingkat tambahan perkebunan, jadi mudah mudahan kita akan lihat situasi yang lebih berimbang antara demand dan supply tahun depan
Kita tahu bahwa kondisi saat ini sedang challenging, Sawit Sumbermas mengincar CPO hingga 400 ribu ton, apakah itu masih konsisten di angka tersebut?
Memang ada tantangan salah satunya adalah kondisi pasar dan kondisi harga tentu saja tetapi kalau dari segi perusahaan kita memfokuskan terhadap produktifitas kita terhadapa menaikkan di food kita, jadi sebenarnya investasi yang pernah dilakukan selama beberapa tahun karena kita perusahaan perkebunan kita baru lihat produktifitas yang datang, kita harus kerja keras untuk maintain dan untuk menaikkan tingkat produktifitas di perkebunan kita, kalau kita lihat di sektor sawit investasi untuk maintain perkebunan itu bisa ada tantangan juga.
Paling penting kita maintain kesehatan pohon-pohon yang ada karena dengan itu waktu cuacanya sangat bagus dan harga sudah berubah lagi kita akan lihat benefitnya, kalau tidak ada investasi selama periode seperti sekarang dampaknya bisa ada untuk beberapa periode yang akan datang, jadi walaupun ada tantangan tetap harus kerja keras untuk itu.
Masih akan bangun 3 pabrik lagi di Kalimantan?
Kita memang akan membangun 3 lagi karena tingkat yield di lapangan, kita sudah membutuhkan ada kapasitas processing lagi.
Akan selesai dalam 2019 ke tiga pks itu?
Ya benar
Berapa besar itu akan mendorong kinerja perusahaan?
Masing masing pabrik itu kapasitas 60 ton per jam
Jadi Sawit Sumbermas ini sebenarnya produktivitasnya sudah sangat tinggi 5,1 ton per hektar itu diatas industri Indonesia rata rata 2 sampai 3 ton, jadi bagus yield-nya per hektar makanya perlu tambahan pabrik ini, kemudian pertanyaannya kalau itu sudah diolah otomatis dijual?
Memang harus datang dari lapangan ke pasar, benar.
Demand di India tadi ada penurunan sementara buat sawit sumbermas banyak ekspor nya juga di india berapa persen pak?
Kebanyakan produksi ekspor kita adalah baik ke India maupun ke Bangladesh dan Pakistan, jadi sub continental
Dengan kondisi itu apakah ada rencana untuk diversifikasi market atau masih coba, selain ke tiga negara tersebut supaya produksinya bisa dijual?
Tentu saja kita kerja terus untuk membuka pasar pasar baru, well kita punya hubungan dekat dengan beberapa negara sekarang di Timur Tengah di Asia Tenggara juga, seperti Uzbekistan, Khazakhstan.
Ada beberapa wilayah di dunia yang mungkin bisa dibilang belum dibuka oleh industri sawit tetapi dalam rangka perkembangan industrial mereka penggunaan minyak sawit menaikkan cukup signifikan, ada keperluan dan ada kemungkinan untuk meluaskan dan melebarkan pasar ekspor, baik untuk perusahaan kita maupun untuk minyak sawit dari Indonesia.
Artinya seperti Uzbekistan dan Khazakhstan itu menjadi 2 negara yang mungkin akan dibidik selanjutnya?
Mungkin
Berapa besar investasi untuk membangun 3 PKS (Pabrik Kelapa Sawit) tersebut?
Biasanya untuk satu perusahaan sebesar kapasitas 60 ton per jam sekita US$ 13 juta.
Pada awal tahun sawit sumbermas menerbitkan obligasi US$ 300juta dolar, apakah ini juga untuk dananya dipakai untuk membangun pabrik itu?
Kita pakai kebanyakan obligasi itu refinancing, kita kaji dengan beberapa lembaga keuangan untuk struktur dana kita dan juga untuk keperluan baik investasi dan working capital kita, jadi ada mix, campuran sumber dana dan kebutuhan dana.
Tapi problem nya rupiah sedang melemah, jadi itu beban untuk perusahaan? atau justru OK?
Ya sebagai perusahaan kita porsi ekspor cukup signifikan, jadi ada porsi dalam foreign currency cukup signifikan juga, jadi ya dibandingkan beberapa sektor di Indonesia baik kita maupun sektor sawit adalah posisi agak beruntung lebih aman dari kelemahan kurs.
Bagaimana bila tadi kita melihat Eropa. Eropa itu menarik karena selalu menolak CPO, tapi di satu sisi ternyata mengalami peningkatan tadi di tahun 2018, seperti apa anda melihat polemik CPO masuk ke Eropa ini kedepan?
Mungkin penonton sudah hafal saya orang Inggris, itu menarik sekali, khususnya selama 2 minggu terakhir ini berbicara dengan keluarga di Inggris, berapa iklan dan pembicaraan di televisi atau media tentang minyak sawit, CPO, itu masuk dalam pembahasan berkelanjutan dalam sektor sawit.
Kalau kita lihat sawit itu punya yield per hektare paling besar paling efektif dari seluruh minyak nabati di dunia, jadi kalau misalnya di Eropa suka bilang "minyak sawit itu harus ditolak" pembahasan di eropa sudah mulai berubah, dan sekarang fokusnya dalam pembahasan tentang sawit di sana adalah, kalau itu sawit yang bukan sustainable CPO, minyak sawit keberlanjutan ya itu harus dihindari itu mungkin harus ditolak.
Tetapi kita harus dari segi hutan, dari segi masyarakat khususnya di Indonesia kita harus mendukung keberlanjutan di minyak sawit, multiplier effect-nya sangat penting untuk perkembangan nasional di Indonesia, jadi saya sangat optimis tentang pembahasan di Uni Eropa sekarang, karena jaraknya sudah mulai kelihatan dan sudah mulai berubah jadi lebih baik dan lebih logis dari segi industri.
Terkait dengan multiplier effect tadi yang anda singgung kami juga mendapatkan informasi, statement dari Sumarjono Saragih (Ketua Bidang Gabungan Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia/Gapki) yang menyatakan kondisi saat ini produktifitas yang relatif menurun, kemudian kita lihat juga supply, harga yang juga tertekan ini memberikan risiko membesarnya potensi lay-off atau pemutusan hubungan kerja, apakah sawit sumbermas akan melakukan hal yang sama?
Saya sangat mengerti statement itu dari Gapki, kalau di perusahaan kita saya tidak lihat kemungkinan lay-off , saya mengerti posisi pak ketua karena memang dari segi sektor nasional ada perbedaan antara yang paling produktif dengan sampai yang kurang produktif, jadi tekanan harga ini dampaknya tentu saja jauh lebih besar kalau ada kekurangan produktifitas di lapangan.
Jadi, saya rasa kalau pak ketua Gapki bicara tentang risikonya, dia memang benar, untuk menjelaskan kepada pemerintah dan kepada masyarakat bahwa risiko itu memang ada.
Target anda bagaimana dengan kinerja perusahaan berapa net income yang bisa anda peroleh hingga pendapatan akhir tahun 2018?
Kalau dari segi keuangan, saya biasanya tidak kasih pendapat begitu jelas, tetapi yang saya bisa sebutkan adalah dari segi produksi di perkebunan inti kita menunggu ada produksi minyak sawit sekitar 400 ribu ton dari perkebunan inti, jadi ya tantangan harga tentu saja itu menjadi situasi agak sulit bagi seluruh perusahaan dalam sektor sawit.
Kinerja akan tumbuh menurut anda hingga akhir 2018?
Kita dari segi produktifitas dan segi yield sangat senang dengan hasil yang ada di lapangan kita.
(ray) Next Article Raja Sawit RI: Sukanto Tanoto Awal Sukses dari Minyak Goreng
Indonesia sebagai produsen terbesar CPO di dunia ikut merasakan dampaknya.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan pada Januari-September 2018 volume ekspor minyak sawit (crude palm oil, palm kernel oil, dan turunannya) melemah 1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, atau dari 23,19 juta ton menjadi 22,95 juta ton.
CFO PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), Nicholas Whittle, mengakui harga memang tengah tertekan.
Kepada CNBC Indonesia, berikut penjelasan Nicholas terkait mengapa harga CPO mencapai level terendahnya.
Angka data harganya anjlok amblas sangat dalam bahkan sampai 20 persen
Memang benar kita selama tahun ini 2018 mengalami penurunan sekitar 20% ada beberapa faktor baik di demand side tapi juga di supply side khususnya di sini di Indonesia.
Apakah hal tersebut sudah langsung bisa dirasakan dengan kinerja mungkin pada kuartal ketiga 2018?
Kalau kita lihat ceritanya selama tahun ini memang ada beberapa tekanan di segi demand side seperti, ada masalah tarif di India sekitar bulan april dan ada masalah perdagangan antara Amerika serikat dan China dan itu memberi tekanan kepada industri sawit kepada seluruh industri minyak nabati di seluruh dunia tetapi khususnya kepada sektor sawit, dan mungkin dari pendapat kita lebih penting daripada penekanan di demand side adalah dari supply side.
Tahun ini produksi nasional di Indonesia naik cukup signifikan, saya rasa dari segi sektor atau dari segi para analis, kita menunggu produksi nasional untuk full year tahun 2018 diantara 39 sampai 40 juta ton CPO.
Apakah ini juga terkait dengan kebijakan B20 yang pemerintah terapkan apakah itu tidak cukup mengkompensasi, misalnya dengan kondisi yang terjadi saat ini harga yang melemah demand yang juga mengalami penurunan?
Saya merasa kita belum melihat dampak penuhnya, kita mulai lihat dampaknya dari angka angka yang kita bikin di dalam perusahaan. Kita menunggu di tahun 2019, mungkin diantara 6 sampai 7 juta ton ditarik dari supply untuk kebutuhan B20 untuk kenaikan kebutuhan biodiesel.
Artinya ada 6 sampai 7 juta ton?
Totalnya, itu kita harap dan kita menunggu bisa kasih dukungan kepada harga, dan kalau kita lihat chart tersebut saya dan rekan rekan saya setuju dengan pendapat yang ada di pasar saat ini. Bulan November ini tingkat paling besar untuk panen dan untuk produksi minyak dalam tahun ini, jadi tekanan dari supply side adalah paling maksimal saat bulan November, kemungkinannya selama bulan Desember dan khususnya bulan januari februari kita lihat stoknya sudah mulai turun. Dari segi stok, itu akan kasih support kepada harga.
Kalau sampai akhir tahun nanti apakah harga cpo masih akan bertahan diatas?
Sebenarnya kalau saya bisa kasih harga cpo dengan persis begitu saya akan menjadi orang kaya sekali, harapan saya adalah kita semua sudah menuju di tingkat paling rendah dalam bulan November ini, saya tidak menunggu kenaikan besar dalam bulan Desember tetapi stabil ya, mudah mudahan kita bisa stabil di atas tingkat 2000 ringgit per ton
Atau malah ada tekanan, India tadi sudah menaikan tarif impornya dan sepanjang tahun ekspor Indonesia ke India tertekan 34% kemudian masih akan berlanjut lagi tekanan itu
Saya rasa kita sudah lihat recovery dari segi ekspor, ya tentu saja totalnya dibandingkan tahun lalu totalnya turun sedikit tetapi itu juga mungkin dari faktor supply, dalam 2018 kita lihat recovery di lapangan di perkebunan di Malaysia dari supply yang datang dari Malaysia sudah naik, kemungkinan untuk tahun ini produksi nasional Malaysia adalah diantara 19 sampai 20 juta ton, jadi itu kasih tekanan terhadap produksi nasional kita di Indonesia.
Kalau kita lihat produksi kita sangat sangat produktif, kita naik lagi dalam tahun ini dan kalau cuacanya bagus di 2019 hrapan untuk produksi nasional kita punya produksi kuat juga, jadi menurut saya tekanannya datang dari supply side bukan dari demand.
Tentu saja ada faktor di pasar di ekspor khusunya, faktor politik global untuk pedagang tapi kalau ada produksi kuat di sektor Indonesia itu akan kasih batasan terhadap kenaikan harga di tahun depan, namun demikian kita lihat harga akan naik tahun depan kita menunggu harga 550 samapi 580 (dalam dolar amerika) ditahun 2019, jadi kita menunggu ada kenaikan harga di tingkat yang ada saat ini.
Optimisme itu muncul darimana?
Optimisme muncul dari segi stok akan mulai turun dan kalau dari perusahaan kita men-support banyak terhadap moratorium lahan yang ada untuk penambahan lahan, dan kita sudah mulai ada turunan cukup besar di tingkat tambahan perkebunan, jadi mudah mudahan kita akan lihat situasi yang lebih berimbang antara demand dan supply tahun depan
Kita tahu bahwa kondisi saat ini sedang challenging, Sawit Sumbermas mengincar CPO hingga 400 ribu ton, apakah itu masih konsisten di angka tersebut?
Memang ada tantangan salah satunya adalah kondisi pasar dan kondisi harga tentu saja tetapi kalau dari segi perusahaan kita memfokuskan terhadap produktifitas kita terhadapa menaikkan di food kita, jadi sebenarnya investasi yang pernah dilakukan selama beberapa tahun karena kita perusahaan perkebunan kita baru lihat produktifitas yang datang, kita harus kerja keras untuk maintain dan untuk menaikkan tingkat produktifitas di perkebunan kita, kalau kita lihat di sektor sawit investasi untuk maintain perkebunan itu bisa ada tantangan juga.
Paling penting kita maintain kesehatan pohon-pohon yang ada karena dengan itu waktu cuacanya sangat bagus dan harga sudah berubah lagi kita akan lihat benefitnya, kalau tidak ada investasi selama periode seperti sekarang dampaknya bisa ada untuk beberapa periode yang akan datang, jadi walaupun ada tantangan tetap harus kerja keras untuk itu.
![]() |
Masih akan bangun 3 pabrik lagi di Kalimantan?
Kita memang akan membangun 3 lagi karena tingkat yield di lapangan, kita sudah membutuhkan ada kapasitas processing lagi.
Akan selesai dalam 2019 ke tiga pks itu?
Ya benar
Berapa besar itu akan mendorong kinerja perusahaan?
Masing masing pabrik itu kapasitas 60 ton per jam
![]() |
Jadi Sawit Sumbermas ini sebenarnya produktivitasnya sudah sangat tinggi 5,1 ton per hektar itu diatas industri Indonesia rata rata 2 sampai 3 ton, jadi bagus yield-nya per hektar makanya perlu tambahan pabrik ini, kemudian pertanyaannya kalau itu sudah diolah otomatis dijual?
Memang harus datang dari lapangan ke pasar, benar.
Demand di India tadi ada penurunan sementara buat sawit sumbermas banyak ekspor nya juga di india berapa persen pak?
Kebanyakan produksi ekspor kita adalah baik ke India maupun ke Bangladesh dan Pakistan, jadi sub continental
Dengan kondisi itu apakah ada rencana untuk diversifikasi market atau masih coba, selain ke tiga negara tersebut supaya produksinya bisa dijual?
Tentu saja kita kerja terus untuk membuka pasar pasar baru, well kita punya hubungan dekat dengan beberapa negara sekarang di Timur Tengah di Asia Tenggara juga, seperti Uzbekistan, Khazakhstan.
Ada beberapa wilayah di dunia yang mungkin bisa dibilang belum dibuka oleh industri sawit tetapi dalam rangka perkembangan industrial mereka penggunaan minyak sawit menaikkan cukup signifikan, ada keperluan dan ada kemungkinan untuk meluaskan dan melebarkan pasar ekspor, baik untuk perusahaan kita maupun untuk minyak sawit dari Indonesia.
Artinya seperti Uzbekistan dan Khazakhstan itu menjadi 2 negara yang mungkin akan dibidik selanjutnya?
Mungkin
![]() |
Berapa besar investasi untuk membangun 3 PKS (Pabrik Kelapa Sawit) tersebut?
Biasanya untuk satu perusahaan sebesar kapasitas 60 ton per jam sekita US$ 13 juta.
Pada awal tahun sawit sumbermas menerbitkan obligasi US$ 300juta dolar, apakah ini juga untuk dananya dipakai untuk membangun pabrik itu?
Kita pakai kebanyakan obligasi itu refinancing, kita kaji dengan beberapa lembaga keuangan untuk struktur dana kita dan juga untuk keperluan baik investasi dan working capital kita, jadi ada mix, campuran sumber dana dan kebutuhan dana.
Tapi problem nya rupiah sedang melemah, jadi itu beban untuk perusahaan? atau justru OK?
Ya sebagai perusahaan kita porsi ekspor cukup signifikan, jadi ada porsi dalam foreign currency cukup signifikan juga, jadi ya dibandingkan beberapa sektor di Indonesia baik kita maupun sektor sawit adalah posisi agak beruntung lebih aman dari kelemahan kurs.
![]() |
Bagaimana bila tadi kita melihat Eropa. Eropa itu menarik karena selalu menolak CPO, tapi di satu sisi ternyata mengalami peningkatan tadi di tahun 2018, seperti apa anda melihat polemik CPO masuk ke Eropa ini kedepan?
Mungkin penonton sudah hafal saya orang Inggris, itu menarik sekali, khususnya selama 2 minggu terakhir ini berbicara dengan keluarga di Inggris, berapa iklan dan pembicaraan di televisi atau media tentang minyak sawit, CPO, itu masuk dalam pembahasan berkelanjutan dalam sektor sawit.
Kalau kita lihat sawit itu punya yield per hektare paling besar paling efektif dari seluruh minyak nabati di dunia, jadi kalau misalnya di Eropa suka bilang "minyak sawit itu harus ditolak" pembahasan di eropa sudah mulai berubah, dan sekarang fokusnya dalam pembahasan tentang sawit di sana adalah, kalau itu sawit yang bukan sustainable CPO, minyak sawit keberlanjutan ya itu harus dihindari itu mungkin harus ditolak.
Tetapi kita harus dari segi hutan, dari segi masyarakat khususnya di Indonesia kita harus mendukung keberlanjutan di minyak sawit, multiplier effect-nya sangat penting untuk perkembangan nasional di Indonesia, jadi saya sangat optimis tentang pembahasan di Uni Eropa sekarang, karena jaraknya sudah mulai kelihatan dan sudah mulai berubah jadi lebih baik dan lebih logis dari segi industri.
Terkait dengan multiplier effect tadi yang anda singgung kami juga mendapatkan informasi, statement dari Sumarjono Saragih (Ketua Bidang Gabungan Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia/Gapki) yang menyatakan kondisi saat ini produktifitas yang relatif menurun, kemudian kita lihat juga supply, harga yang juga tertekan ini memberikan risiko membesarnya potensi lay-off atau pemutusan hubungan kerja, apakah sawit sumbermas akan melakukan hal yang sama?
Saya sangat mengerti statement itu dari Gapki, kalau di perusahaan kita saya tidak lihat kemungkinan lay-off , saya mengerti posisi pak ketua karena memang dari segi sektor nasional ada perbedaan antara yang paling produktif dengan sampai yang kurang produktif, jadi tekanan harga ini dampaknya tentu saja jauh lebih besar kalau ada kekurangan produktifitas di lapangan.
Jadi, saya rasa kalau pak ketua Gapki bicara tentang risikonya, dia memang benar, untuk menjelaskan kepada pemerintah dan kepada masyarakat bahwa risiko itu memang ada.
Target anda bagaimana dengan kinerja perusahaan berapa net income yang bisa anda peroleh hingga pendapatan akhir tahun 2018?
Kalau dari segi keuangan, saya biasanya tidak kasih pendapat begitu jelas, tetapi yang saya bisa sebutkan adalah dari segi produksi di perkebunan inti kita menunggu ada produksi minyak sawit sekitar 400 ribu ton dari perkebunan inti, jadi ya tantangan harga tentu saja itu menjadi situasi agak sulit bagi seluruh perusahaan dalam sektor sawit.
Kinerja akan tumbuh menurut anda hingga akhir 2018?
Kita dari segi produktifitas dan segi yield sangat senang dengan hasil yang ada di lapangan kita.
(ray) Next Article Raja Sawit RI: Sukanto Tanoto Awal Sukses dari Minyak Goreng
Most Popular