Special Interview

Semen Baturaja Pantang Mundur Hadapi Kompetisi Ketat

Tito Bosnia, CNBC Indonesia
31 August 2018 13:00
PT Semen Baturaja Tbk memaparkan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam menghadapi persaingan industri yang makin ketat.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) berencana mengakuisisi tambang batu bara di Sumatera Selatan demi menekan biaya akibat fluktuasi harga komoditas emas hitam. Aksi koporasi anorganik ini ditargetkan segera selesai dan diharapkan dapat berdampak positif dalam kinerja keuangan.

Hal tersebut disampaikan secara rinci oleh Direktur Utama Semen Baturaja Rahmad Pribadi kepada jurnalis CNBC Indonesia Tito Bosnia. Rachmad juga memaparkan strategi perusahaan untuk meningkatkan profit pada Semester II-2018, setelah pada semester sebelumnya cukup tertekan akibat pembayaran bunga utang.

Masalah industri semen nasional yang over supply serta persaingan ketat dengan produsen semen lainnya, juga menjadi bahasan dalam wawancara khusus kali ini. Simak wawancara berikut :

Bisa dijelaskan mengenai rencana akuisisi tambang batubara?
Kami masih belum bisa sampaikan tambang mana yang akan diakuisisi. Intinya Semen Baturaja akan melakukan kapitalisasi karena memiliki posisi strategis yakni, tambang batu kapur yang bersebelahan dengan tambang batu bara. Belum ada pabrik semen yang memiliki posisi unik seperti Semen Baturaja.

Jadi kami bisa melakukan penambangan batu bara tanpa menambah size operation yang besar. Berbeda dengan yang lain, kalau mereka mau bikin tambang batu bara mereka harus bangun size operation yang besar. Jadi itu yang mau kami kapitalisasi.

Pada dasarnya konsumsi ton batu bara secara kalori itu di kami sudah efisien, yakni 740 kalori per ton. Tapi Kalau lihat harga batu bara naik turun maka itu tidak bagus. Karena 30% dari biaya itu kalau volatil kaya begitu tidak bagus.

Jadi kami selipkan dalam perencanaan untuk mengakuisisi tambang batu bara untuk mengurangi volatilias dari bahan baku, jadi kami mau beli tambang sendiri.

Tambang batu bara mana yang mau dibeli?
Siapa yang mau dibeli, yang paling dekat dan juga paling bagus. Terus yang paling penting juga paling murah. Jadi kami sedang cari yang paling optimal. Ada beberapa tambang yang kami cari dan semuanya menarik. Lokasinya di sekitar pabrik, jadi di Oku Raya (Ogan Komering Ulu). Ada di situ semua jadi kami sedang pertimbangan.

Tambang batu bara itu milik swasta?
Iya milik swasta. Tetapi begini kami pun tidak jalan sendiri. Kerjasama suplai batubara sengan PT Bukit Asam (PTBA) kuantitasnya juga kami pertahankan.

Kedua, PTBA itu ahlinya BUMN untuk tambang jadi dalam proses akuisisi ini kami melibatkan PTBA. Jadi bukannya kami konsultasi, tetapi kami belajar dari ahlinya, sinerginya kami manfaatkan.

Tambang yang diakuisisi sudah aktif?
Semua sedang dalam tingkatan produksi. Dengan kondisi strategis kami yang dekat (dengan tambang batu bara) ini memberikan tambahan value juga bagi kami.

Kalau dulu mungkin tambangnya untuk mendapatkan economy value, maka effort harus kemana-mana tapi sekarang kan tidak karena dekat.

Berapa kapasitas produksi tambang yang akan diakuisisi?
Targetnya bisa memproduksi 200 ribu sampai 250 ribu ton per tahun jadi kira-kira 20 ribu ton per bulan. Ini kira-kira separuh dari kebutuhan kami.
Akuisisi akan kami lakukan tahun ini. setelah itu selesai maka hasil produksi disitu bisa kami langsung pakai.

Akuisisi pakai dana dari mana?
Dari kas internal. Karena situasi seperti ini kami juga harus hati-hati dalam hal pengelolaan keuangan. Kami tidak bisa ekspansi berlebihan dengan menggunakan dana pinjaman terlalu banyak. Jadi memang kami harus membatasi growth investasi pengembangan itu dari kemampuan kami.

Pada hari ini, kalau kami ekspansi dengan menggunakan pinjaman maka bunga naik terus, begitu pula nilai tukar Dolar. Jadi rasanya tidak bijak.
Lebih baik kami cut down. Kalau dengan pinjaman mungkin kami bisa beli mega mines, tambang yang super besar, tetapi mungkin kami reduksi.

Bagaimana dengan kondisi industri semen saat ini yang over supply?
Sama juga dengan penambahan kapasitas semen. Kami bisa menafikan kalau Indonesia over supply secara nasional. Memang secara sumbangsih kami tumbuh 12%, tapi nasional masih over supply.

Jadi kami tidak akan gegabah dengan menambah kapasitas begitu saja. Kami melihat pertumbuhan semen nasional akan tercapai pada 2023-2025 tergantung dari growth nya seperti apa. Tapi rasanya hampir semua orang di industri itu optimis pada 2023 dan ada sedikit yang pesimis barus tercapai pada 2024 atau 2026.

Nah, untuk bangun pabrik itu butuh waktu kurang lebih 3 tahun. Jadi kalau kami melihat pada proyeksi yang otpmistis ke 2023, maka kami masih punya waktu untuk lihat pasar pada 2020.

Yang jelas kami tidak akan tambah kapasitas. Memang kami akan bangun pabrik mill di Jambi. Tapi itu grinding mill. Kami tetap menggunakan milik kami sendiri jadi dampak secara nasional tidak sebesar kalau kami bikin integrated mill.

Baturaja 2 sudah beroperasi, sudah optimal kapasitas produksinya?
Jadi begini, untuk tahun ini kapasitas kami sudah 2,3 juta ton. Tahun depan kami menargetkan 3 juta ton. Tahun 2020 itu targetnya mencapai 3,4 juta ton. Jadi pada tahun 2020 itu utilisasi baik pabrik 1 dan 2 itu di atas 80% mendekati 90%. Yang 10% itu kan mesti kami cadangkan, jadi tidak mungkin kami gas sampai 100%.

Pada saat itu secara internal Semen Baturaja membutuhkan investasi menambah kapasitas. Tetapi seperti yang pernah kami sampaikan kalau industrinya belum mendukung meskipun kami sudah 90% ya kami mungkin save to run on di dalam kapasitas 90%. Daripada kami ekspansi padahal ada over capacity secara nasional.

Yang jelas dari sisi profitability, kami yang paling kecil cuma kami yang paling untung. Itu yang rasanya mungkin akan terus kami kapitalisasi.
Boleh kapasitas kami cuma 3,4 juta ton tapi kami besar untungnya.

Tetapi bottom line turun pada semester I?
Kalau annualize itu selama setahun ini kan kami pasti turun. Tapi kalau semester II-2017 dibandingkan dengan semester II-2018 kami proyeksi sudah naik.

Pada Semester I ini karena kami kena beban keuangan langsung 100%. Nah, itu yang bikin berat dari pabrik Baturaja 2.

Pabrik Baturaja 2 kami mendapatkan pinjaman sebesar Rp 1,4 triliun dan beban bunga itu sudah 100% yang mesti kami bayar. Jadi sudah kejar-kejaranlah.

Cari pendanaan lagi untuk financing yang lebih murah lagi?
Refinancing kami bicara pada 2019 yah. Saat ini belum ada rencana untuk mengeluarkan bond. Intinya dari sisi pembiayaan, kami sangat konservatif. Pada 2018 atau semester II ini kami tidak akan mengeluarkan pinjaman apa-apa. Pada semeseter I-2019 kami juga tidak akan mengeluarkan apa-apa.

Semester II berarti bottom line mulai naik?
Betul akan naik. Pada semester I-2018 laba bersih terkoreksi 40%. Nah, nanti untuk 2018 secara year on year nanti koreksi hanya 12%. Jadi kalau kami bilang sekitar 80% keuntungan itu berasal dari semester II.

Volume itu naik sekali yang sudah terlihat pada Juli sebesar 82%. Nanti Agustus dan seterusnya angka volumenya itu signifikan.

Bagaimana strategi menghadapi over supply dan persaingan yang tinggi?
Industri memang over supply. Saat ini sudah ada 14 perusahaan nasional dan ke depan kami lebih melihat kepada konsolidasi pasar. Kami sudah melihat msisalnya Holcim sudah ditawarkan untuk dijual. Lalu saya dengar beberapa tambang-tambang lain juga in the market. Jadi konsolidasi ini pasti akan terjadi. Nah kalau terjadi itu akan lebih sehat bagi industri.

Kalau sekarang ini kan semua orang ekspansi dengan gayanya masing-masing. Jadi pertumbuhan kapasitas dari new comer itu tinggi sekali. Sedangkan buat existing player kami kan tahu industri itu seperti apa.

Lalu yang kedua, average selling price juga sudah mulai naik walaupun cuman 2% pada kuartal II-2018, tetapi akan terus membaik.

Ketiga, kita akan melewati tahun puncak pesta demokrasi pada 2019. Jadi setelah melewati pada proses itu semua, ekonomi akan kembali stabil, kembali naik, infrastruktur yang dibangun juga akan terlihat dampaknya.

Saya pribadi berpendapatan struktur ekonomi kita kan lemah jadi harus diperbaiki. Nah, untuk memperbaiki ini kan tidak bisa dilihat secara jangka pendek. Jadi harus dilihat secara jangka panjang.

Mungkin 3 tahun kemarin dibangun terus infrastruktur dan kami sebagai pabrik semen diuntungkan karena pembangunan itu membutuhkan semen.
Tapi dampak terbesar itu bukan demand atas pembangunan infrastruktur itu. Tapi demand yang diciptakan dengan adanya infrstruktur. Jadi saya kira akan masif.

Kemudian ada kebijakan loan to value ratio yang sudah diturunkan, ada insentif pajak jual beli properti yang sudah diturunkan. Jadi saya rasa kebijakan sudah baik, jadi tinggal tunggu waktunya saja.

Bagaimana mengenai harga semen yang rendah?

Ya sudah naiklah sebesar 2% dan mudah-mudahan naik terus.

Kami tidak bisa ngomong kita lihat ke masa lalu maunya harganya seperti dulu. Tidak bisa, karena industri sudah berubah.

Yang bisa kami lakukan ialah melakukan efisiensi. Itu sebabnya petumbuhan pendapatan kami itu 32% tapi pertumbuhan Ebitda sebesar 46%. Average selling price boleh turun, tapi kalau do things differently bukan bisnis yang biasanya, misalnya tambang batu bara.
Kami dengan average selling price turun tapi bisa meningkatkan produktifitas kok.
(dob/dob) Next Article Industri Asuransi Terkena Dampak Pelemahan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular