Special Interview

Strategi Bank Bukopin Dalam Menangkan Era Digital

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
16 August 2018 09:42
Bank Bukopin memaparkan strategi setelah Kookmin Bank masuk sebagai salah satu pemegang saham.
Foto: dok. Bukopin
PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) telah melakukan sejumlah inovasi dalam digital banking dengan melahirkan Bukopin Wokee dan meluncurkan ulang BukopinNet. Dua platform. itu merupakan bukti keseriusan dari Bank Bukopin dalam bertansformasi di dunia digital.

Sebenarnya bagaimana perkembangan dari Bukopin Wokee dan BukopinNet, Direktur Konsumer Bank Bukopin Rivan A Purwantono memaparkan secara gamblang kepada Jurnalis CNBC Indonesia Lidya Julita Sembiring.

Rivan juga memaparkan strategi Bank Bukopin setelah Kookmin Bank masuk sebagai salah satu pemegang saham. Apa saja strategi tersebut, silahkan simak dialog ini.

Apa saja inovasi Bank Bukopin di perbankan?

Era sekarang bisnis perbankan saat ini bukan lagi buka rekening yang dicari, bukan penambahan costumer, tetapi kemudahan nasabah untuk payment service.

Payment service di Bank Bukopin sudah kuat, terutama untuk public service seperti bisa bayar listrik. Sebanyak 20% dari total pembayaran listrik ada di Bank Bukopin.

Makanya waktu kami migrasi ke digitalisasi yang paling baik adalah payment service kami besarkan dulu dan channel kami perluas. Digitalisasi itu suatu keharusan, kami sependapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Akan tetapi yang lebih penting di antaranya adalah punya ekosistem yang baik, punya hubungan yang baik karena itu kekuatannya.

Banyak yang berbisnis atau memulai fintech dengan payment service tetapi tidak stabil, tidak original sehingga dia mulai bisnis payment service dapat produk yang sudah level ke 4 ke 5. Contoh dia dapat pulsa dari agen ini, agen itu, dia dapat pembayaran tagihan listrik tidak pernah dari tangan pertama.

Begitu payment service kami kuasai maka Bukopin telah punya produk yang tingkatannya tertinggi yang namanya Bukopin Wokee. Ini adalah produk tabungan digital yang dibuat oleh anak bangsa, berbeda dengan yang lain bukan langsung oleh anak bangsa.

Walaupun produk ini belum sempurna tetapi ini sebuah produk yang mengedepankan user experience yang betul-betul dari kami sendiri.
Platform Wokee ini sekarang katakanlah sudah terbangun 60% dan pada pertengahan 2019 sudah 100%. Source of fund dari Wokee ini bisa dari berbagai tabungan di Bukopin, seperti Tabungan Siaga Bukopin, abungan Siaga Bukopin Bisnis, dan Tabungan Siaga Bukopin Premium.

Kalau source Tabungan sudah bisa maka nanti kami upgrade menjadi lebih baik sehingga bisa beli asuransi, reksa dana, dan sekaligus bisa untuk credit score nasabah dalam pengajuan kartu kredit, KPR, kredit kendaraan hingga kredit pensiun bagi PNS.

Kalau platform sudah selesai dikembangkan maka semua produk akan diluncurkan pada 2019, termasuk personal finance management (PFM).

Bagaimana respons masyarakat terhadap Bukopin Wokee ?

Kemarin kami coba Bukopin Wokee di bazaar bukopin khusus untuk karyawan. Satu hari bisa mencapai 2.000 transaksi.
Kemudian di Bukopin Makassar Marathon dari 3.000 peserta lari Bukopin, hampir 700 peserta daftar pakai Wokee. Ini sangat besar karena lebih dari 20% peserta menggunakan Bukopin Wokee

Apalagi Inovasi Bank Bukopin di digital banking ?

Kami telah melakukan rebranding layanan Payment Point Online Bukopin (PPOB) menjadi BukopinNet. Peremajaan BukopinNet kami lakukan untuk memperkuat diferensiasi layanan payment point di pasar, Layanan ini diharapkan dapat semakin memenuhi kebutuhan pelaku usaha ke depan.

Transaksi BukopinNet sudah meningkat signifikan dalam 1 bulan terakhir menjadi tiga kali lipat. Kami menangani 180 transaksi per detik di BukopinNet, sementara ada 1 bank besar cuma 15 transaksi per detik.

Apakah fintech akan menjadi pesaing Bukopin?

Yang menarik lalu bagaimana posisi fintech terhadap Bukopin. Pada dasarnya itu tidak ada risiko buat bank karena kantongnya terpisah. Tingkat bunga fintech pasti jauh lebih tinggi dari Bukopin.

Banyak yang bilang khawatir tetapi kami tidak khawatir. Itu justru bagian dari edukasi atau literasi ke masyarakat tentang kewajiban dalam kredit.
Jadi begini kenapa kredit modal kerja bisa bermasalah? Karena kredit modal kerja akan bisa bergeser ke konsumsi.

Misal, seseoang butuh modal Rp 10 juta, tetapi dikasih Rp 20 juta. Maka Rp 10 juta itu akaan digunakan untuk konsumtif seperti membeli motor. Nah, pada dasarnya ini bisa dibatasi hanya untuk produktif.

Yang kedua adalah masalah collection. Kalau collection di fintech pasti dilakukan tidak bisa bulanan. Dia harus lakukan collection harian atau mingguan ke pasar.

Karena begitu uang ini tidak dilakukan pembayaran maka mereka akan konsumtif lagi atau alokasi uang menjadi tidak match dan cashflow menjadi tidak bagus.

Nah, mental ini yang harus diubah, maka dengan adanya fintech maka mental dari masyarakat bisa berubah menjadi bagus dan bertanggung jawab. Ini mendukung bank sebetulnya, jadi bukan menjadi masalah.

Toh, nanti kalau nanti mereka butuh dana, maka kita bisa masuk. Mereka tidak usah mencari angle investor lagi. Begitu mereka masuk di dalam kriteria bagus dan masuk ke mikro, dan usaha kecil menengah bank membiayai juga.

Sudah ada pengalaman menyalurkan dana ke Fintech?

Kami yang pertama kali mendukung Tani Hub. Dulu Tani Hub ditolak semua bank, karena mereka tidak tahu apa itu Tani Hub. Tetapi pasti mereka dicari sama bank dan jadi rebutan.

Bukopin juga telah memiliki Bukopin Innovation Laboratorium, namanya BNV Labs yang merupakan wadah ekosistem fintech berupa co-working space.
Kalau punya co-working space tapi gak punya member percuma. Kalau punya co-working space tetapi tidak punya orang untuk belajar percuma.

Makannya waktu kami memilih tempat dan ternyata ada Google di sana. Banyak sekali orang bisa kasih edukasi, jadi sekarang saya kira tepatlah punya itu.

Bagaimana setelah Kookmin Bank masuk menjadi Pemegang Saham?

Sebagai gambaran awal Kookmin adalah bank besar dan juga memiliki digital banking yang maju.

Namun kami melihat, bahwa proses kredit Konsumer di Bank Bukopin masih semi otomatis, artinya belum full menggunakan platform digital. Kalau bicara digital nanti kalau Bukopin Wokee sudah 100% dikembangkan.

Kalau sudah 100% digital maka setiap orang bisa mengajukan kredit, profilnya kebaca, cek ke BI Checking, lalu ada emailnya sampai social media. Hal ini akan menjadi credit score untuk kita.

Apalagi kalau verifikasi biometric sudah jalan. Ini keren karena tidak perlu scan KTP lagi dan tidak perlu tanda tangan lagi.

Kalau itu sudah berjalan maka apa yang diterapkan Kookmin bisa diterapkan di Bukopin sehingga sebelum kami bertemu maka sudah menyiapkan digitalisasi di kredit consumer dan kemudian didukung oleh teknologi yang dimiliki Kookmin Bank.

Karena sebetulnya teknologi terapan lebih gampang dibandingkan dengan develop sendiri. Saya kira mereka sudah punya dan menerapkan pada kita, jadi tidak perlu develop bertahun-tahun. Paling beberapa bulan karena semua standarnya sudah sama.

Penjajakan dengan Kookmin sampai kapan?

Harusnya sih mereka sampai bulan September ini selesai (penjajakan) dan kemudian bulan Oktober pasti akan ada beberapa penyesuaian bisnis yang kira-kira mereka bisa diterapkan disini. Harusnya sih tidak perlu lama-lama sehingga Januari harusnya sudah bisa lari kencang.

Jadi bisa tumbuh agresif setelah Januari Pak?

Bahkan di luar sinergi dengan Kookmin Bank, kami sudah agresif. Karena ekosistem yang kami bangun pada waktunya akan saling bersinergi. Nah kami akan masuk ke tatanan yang lebih baik.

Dengan kepemilikan Kookmin Bank sebesar 22%, apakah mereka akan menempatkan perwakilan di manajemen?

Itu kami belum tahu, tetapi biasanya pasti. Kami pikir mereka bank besar yang sangat pandai menempatkan dan mengambil posisi di mana.

Bagaimana perkembangan bisnis KPR?

Selama ini kita ada KPR tetapi perkembangan tidak drastis. Nah kami membenahi mulai dari Service Level Aggrement (SLA). Kemudian kami tingkatkan kepercayaan dengan menggandeng developer yang terbesar dan terbaik. Karena developer terbesar dan terbaik akan menjaga kepercayaan meski terkena masalah apapun.

Jadi untuk setiap Kepala Cabang di daerah kami minta untuk menjalin kerjasama dengan setiap developer nomor 1,2,3,4, dan 5 di daerah masing-masing. Karena 1-5 pasti masih jaga perfomance, jaga produk, dan jaga develivery.

Kami akan terus ambil developer yang bagus di setiap cabang sehingga kami bisa lihat nanti portifolionya bisa sebesar apa. Karena bagi saya bisnis yg bagus adalah kami tahu berapa yang akan kami makan dan berapa kekuatan kami mau menyerap.
(dob) Next Article Waah Bisnis Mukena ini Dulang Omzet Rp 500 Miliar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular