Special Interview

Boy Thohir dan Jalan Panjang Jadi Pengusaha Tambang

Gustidha Budiartie & Monica Wareza, CNBC Indonesia
13 May 2018 19:02
Garibaldi Thohir dikenal sebagai salah satu pengusaha tambang sukses dari Indonesia. Bagaimana perjalanan kisahnya hingga bisa sesukses ini, simak wawancaranya.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia- "Sampai mana saya tadi?" tanya Garibaldi Thohir kepada Tim CNBC Indonesia yang sedang bertandang ke kantornya di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, dua pekan lalu.

Belum sempat menjawab pertanyaannya, pria yang akrab disapa Boy Thohir itu sudah teringat bahasan percakapan kami yang terputus beberapa saat. "Ah iya, soal Opa. Ayah saya memang suka cerita soal Opa begini begitu, bikin kami waktu itu terinspiriasi," lanjutnya.

Opa yang dimaksud oleh Boy adalah William Suryadjaya, Pendiri Astra yang sekaligus mitra usaha Teddy Tohir, ayahanda dari Boy.

Sama seperti sang ayah, Boy sebenarnya juga hobi bercerita. Pertanyaan singkat dari kami, bisa dijawab panjang lebar tanpa henti oleh Boy. Apalagi pertanyaan soal kisah hidupnya hingga menjadi sesukses ini.

Tak terasa, dua jam hampir berlalu mendengarkan kisah Boy sejak ia kecil, dikenalkan ke dunia bisnis, dan sukses seperti sekarang. Ia menuturkan ceritanya dengan runut, santai, dan sesekali sambil tertawa karena memori yang terselip dalam ceritanya.

Kepada Gustidha Budiartie, Monica Wareza, Wanti Puspa, dan fotografer Muhammad Sabki dari CNBC Indonesia, berikut adalah penggalan cerita Boy mengenai perjalanan hidup dan bisnisnya.

Anda masuk dalam daftar 23 orang terkaya di Indonesia oleh Forbes. Bagaimana ceritanya?

Saya sudah bilang, itu kalau bisa dihapus saja. Karena begini, itu kan menonjolkan kekayaan, sementara kekayaan itu bukan cita-cita saya. Jadi nomor berapa itu tidak penting. That's not me.

Kekayaan is not everything kalau untuk saya. Sukses bukan melulu uang, bukan numbers. Saya tidak pernah hitung, tahu- tahu perusahaan di bawah Adaro ada 60 perusahaan. Ini yang buat saya senang, karena dari 60 itu paling tidak pegawainya berapa, banyak pasti.

Jadi sukses versi Boy Thohir bagaimana?

Sukses versi saya bukan masalah uang, tapi proses menuju kesuksesan itu yang penting. Saya selalu bilang keta semua pasti punya tujuan hidup, nah tujuan saya bukan kumpulkan uang. Sukses for me adalah bagaimana bisa memberikan kontribusi kepada keluarga, perusahaan, negara, itu baru sukses.

Jadi sukses in my opinion kalau sudah bisa beri kontribusi dari yang kecil seperti keluarga dan lingkungan, sampai negara.

Memang, proses menuju sukses Bapak seperti apa? Apa sudah dibentuk sejak kecil?

Saya memang kebetulan lahir di keluarga professional pengusaha. Ayah saya start-nya juga dari professional dulu sebelum gabung Pak William ke Astra. Pak Teddy Tohir, ayah saya, start dari awal juga di situ.

Sedari kecil, saya dan keluarga memang terbiasa kalau makan yang dibicarakan itu bisnis. Si ini bisa maju, si itu bisa maju. Bukan melulu uang ya, tapi cerita suksesnya kenapa orang yang disebut bisa maju.

Lalu terinspirasi?

Kalau dari cerita ayah saya, dari kecil itu saya terinspirasi cerita Pak William. Mungkin memang itu dasarnya dari cerita-cerita itu.

Ada satu cerita yang saya ingat, ayah saya waktu itu pulang dari Amsterdam beli sepatu banyak sampai 3 pasang. Ternyata itu katanya disuruh beli oleh Pak William. Jadi sewaktu mereka jalan-jalan, Pak William mampir ke toko sepatu di sana yang jaga tokonya orang Indonesia. Lalu, Pak William beli dua pasang sepatu dan lanjut makan di restoran bersama anak-anak buahnya.

Sampai restoran, semua anak buahnya disuruh beli sepatu di toko itu masing-masing tiga pasang. Belakangan ayah saya baru tahu bahwa itu demi si penjaga toko. Habis diborong pegawai Pak William, si penjaga toko dapat komisi besar untuk sekolah dan hidup sampai 6 bulan.

Mentor saya yang bikin saya terinspirasi banyak sebenarnya, ada ayah saya, Opa (Pak William), Pak Edwin, Pak CT, dan lain-lain.

Tapi waktu kecil sudah mulai bisnis atau belajar dagang belum?

Enggak, sampai SMA saya belum dagang-dagang lah, kuliah juga belum. Pak Erick (Erick Tohir), adik saya yang punya jiwa dagang malah.

Saya dulu malah lebih nakal, badung, tapi nakal karena solidaritas ke teman tinggi. Lalu saya lebih sibuk jadi ketua seperti ketua kelas, basket, kapten, seperti itu. Jadi leadership dan friendship unggul. Buat saya friendship is everything. Family, friends, partners itu adalah aset terbesar saya. Tidak bisa diukur materi.

Kami pernah dengar waktu itu Bapak sempat mau bekerja, tapi dilarang oleh Pak Teddy. Benar begitu?

Haha, kalau dipikir-pikir ayah saya memang sudah merencanakan saya jadi pengusaha sejak kecil. Sudah by design. Dia suka cerita kesuksesan Pak William, lalu sekolahkan saya ke luar negeri juga. Ke LA di USC (University of Southern California).

Rupanya ini sudah direncanakan, sampai di sana sewa rumah itu isinya 8 orang semua anak pengusaha dari berbagai latar belakang. Sehingga bisa belajar satu sama lain, kalau ngomong itu obrolannya dagang ini dagang itu jadi ketularan juga.

Nah, waktu pulang mereka ada yang kerja semua. Saya juga sempat mau kerja lalu bilang ke ayah saya. Di situ dia bertanya, dan hitung-hitungan.

Dia bilang kan saya majornya entrepreneurship, dia tanya apa itu artinya. "How to open your own business," jawab saya. Lalu dia bilang kenapa mau kerja, nanti gak balik itu semua uangnya untuk sekolahkan saya, apa mau 50 tahun baru bisa dibalikin?

Meski saya bilang gak gampang untuk bisnis, tapi ayah saya tetap kasih tahu memang tidak ada yang mudah. Mungkin memang begitu caranya mengajari saya, dan adik kakak saya. Kami memang didrive seperti itu, dan ini penting sebenarnya karena jika jadi pengusaha kita bisa kontribusi besar dan tidak tergantung sama orang.

Langsung pilih tambang untuk bisnis?

Tidak, mengalir saja. Kembali dari Amerika umur saya masih 25, masih culun. Waktu itu diminta untuk bantu bantu dulu jualan motor, ke dealer-dealer.

Sesudah itu saya jajal properti, ini saya belajar dari Ibu saya. Saya awal gerilya 1991. Dari ibu saya kemudian dikenalkan dengan temannya, lalu ngobrol soal batu bara itu di awal 1992.

Waktu itu belum tahu apa sih batu bara bentuknya gimana? Baca dulu, baru habis itu terinspirasi ini ada peluangnya. Awalnya coba di Sawahlunto, Sumatra Barat. Benar-benar dari nol, tidak kenal siapa-siapa di Padang. Tapi di sana belajar banyak bisnis batu baranya.

Sampai bisa sukses dengan Adaro bagaimana?

Fast forward dari Sawahlunto kami ke Kalimantan Selatan. Ada dua fase di sana, fase pertama dengan pengusaha lokal waktu itu bersama Pak Teddy Rachmat.

Nah 2005 baru ada opportunity masuk ke Adaro. New Hope waktu itu mau lepas Adaro, padahal 2003 bisnis batu bara mulai berkembang di Asia. Akhirnya nekat untuk beli, now or never. Orang Australia waktu itu pikirnya ini kami nekat juga, mau beli.

Mereka kan hitungnya dari sisi bisnis sudah lewat peak-nya, apalagi waktu itu mulai otonomi daerah yang birokrasinya kompleks. Memang awal-awal kita sempat jatuh, tapi 2006-2007 mulai pulih lagi dan pasarnya bagus. Pikir saya waktu itu kalau SDA ini bukan kami yang develop, siapa lagi.

Tantangan bisnisnya bagaimana?

Waktu itu market, karena permintaan belum setinggi sekarang. Pembangkitnya masih banyak pakai diesel.

Kedua waktu itu pemain batu bara nasional belum manyak, hanya ada Pak Kiki Barki dan Pak Nirwan Bakrie. Saya belum ngerti teknologinya, karena memang banyak dikuasai asing jadi perlu waktu belajar juga. Step by step kita lakukan.

Selanjutnya mau terus bisnis di batu bara atau bagaimana?



Kami bertahap mungkin, peluangnya masih besar karena SDA Indonesia cukup banyak. Ada batu bara, emas, nikel, dan lainnya. Kalau bukan kita siapa lagi yang kelola? Apa mau dieksploitasi asing? Insya Alloh kita mampu kok, di Adaro buktinya bisa. Di Merdeka di Banyuwangi juga bisa. Prinsipnya satu, harus dilaksanakan dengan baik dan pakai standar internasional.

Lalu kami juga masuk ke bisnis pembangkit, ini kami kembangkan dari pertambangan ke listrik sehingga bisa menciptakan industry lebih banyak. Saya juga masuk ke cooking coal, karena suatu saat negara kita masuk jadi negara industry. Kami stay di mining karena banyak opportunity, tapi merambah ke lainnya juga dalam 10 - 20 tahun ke depan.


(gus/gus) Next Article VIDEO: Boy Thohir dan Jalan Panjang Sang Pebisnis Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular