Memahami Ragam Sistem Pendidikan Global, Studi Kasus Gibran Rakabuming

Ony Jamhari, CNBC Indonesia
29 September 2025 11:05
Ony Jamhari
Ony Jamhari
Ony Jamhari adalah seorang pendidik dan juga EduGreenpreneur. Saat ini Ony bekerja sebagai Country Director Woosong University, Daejeon, Korea Selatan. Sebelumnya Ony adalah CEO di School of Government and Public Policy Indonesia. Saat ini Ony terlibat d.. Selengkapnya
alokasi anggaran pengembangan SDM RI
Foto: Ilustrasi lulusan pendidikan tinggi. (Edward Ricardo Sianturi/CNBC Indonesia)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Belakangan ini, masyarakat Indonesia kembali dihadapkan pada perdebatan publik terkait keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang kini turut menyeret nama putranya yang sekarang menjadi Wakil Presiden, yaitu Gibran Rakabuming Raka.

Dalam kasus Jokowi, tentu hanya beliau bersama pihak Universitas Gadjah Mada yang memiliki otoritas untuk menjelaskan keabsahan dokumen akademiknya. Namun, untuk Gibran, pendekatan yang lebih tepat adalah melihatnya melalui kacamata sistem pendidikan-khususnya yang berlaku di negara tempat ia menempuh studi, yakni Singapura.



Penting untuk disadari bahwa sistem pendidikan setiap negara dirancang berdasarkan konteks sosial, budaya, dan kebutuhan ekonominya masing-masing, sehingga wajar bila terjadi perbedaan mendasar antarsistem. Singapura, misalnya, memiliki sistem pendidikan yang sangat maju dan adaptif terhadap perkembangan global.

Negara ini secara konsisten menempati peringkat atas dalam berbagai indikator mutu pendidikan internasional. Selain mengedepankan kualitas akademik, institusi-institusi di Singapura juga aktif menjalin kemitraan global dan memiliki hubungan erat dengan dunia industri, menjadikannya salah satu pusat pendidikan unggulan di kawasan Asia.

Salah satu contoh konkret dari pendekatan pendidikan global tersebut adalah keberadaan institusi seperti Management Development Institute of Singapore (MDIS), tempat Gibran menyelesaikan pendidikannya. MDIS merupakan lembaga pendidikan tinggi swasta yang sudah lama beroperasi di Singapura dengan reputasi yang solid.

Lembaga ini menawarkan berbagai program studi dari tingkat diploma hingga pascasarjana, bekerja sama dengan universitas ternama dari negara seperti Inggris, Australia, dan Amerika Serikat. Bentuk kerja sama ini memungkinkan mahasiswa di Singapura untuk memperoleh gelar dari universitas luar negeri tanpa harus meninggalkan negaranya.

Berbeda dengan Indonesia, di mana jenjang S1 biasanya ditempuh selama empat tahun setelah menyelesaikan pendidikan SMA (kelas 12), sistem pendidikan Singapura lebih fleksibel.

Negara tersebut menyediakan berbagai jalur pendidikan, termasuk program diploma atau kejuruan, yang dapat menjadi pintu masuk langsung menuju program sarjana. Jalur ini memberikan kesempatan lebih luas bagi siswa dengan latar belakang berbeda untuk mengakses pendidikan tinggi, sesuai minat dan potensi masing-masing.

Dalam konteks Gibran, ia menempuh pendidikan di MDIS melalui program kerja sama dengan University of Bradford di Inggris. Meski ia tidak menempuh studi langsung di Inggris, kurikulum dan pengawasan akademik seluruhnya mengikuti standar University of Bradford, dan gelar yang diperoleh pun diterbitkan oleh universitas tersebut. Praktik seperti ini merupakan bentuk nyata dari sistem pendidikan transnasional yang kini semakin umum di berbagai belahan dunia.

Model kolaborasi internasional dalam pendidikan ini memungkinkan mahasiswa di berbagai negara untuk mendapatkan akses ke gelar akademik berstandar global tanpa perlu berpindah negara. Tentu saja, institusi lokal seperti MDIS harus memenuhi berbagai persyaratan akreditasi dan kualitas yang ditetapkan oleh universitas mitra luar negeri untuk dapat menjalankan program semacam itu.

Dengan memahami hal ini, masyarakat diharapkan tidak terburu-buru menilai keabsahan suatu ijazah atau latar belakang pendidikan hanya dari perspektif sistem lokal yang mungkin tidak sebanding. Dunia pendidikan saat ini telah berkembang menjadi sistem yang lebih terbuka dan saling terhubung secara global, sehingga pendekatan kita dalam menilai kualitas dan keabsahan pendidikan pun perlu disesuaikan dengan dinamika tersebut.

Akhirnya, alih-alih terjebak dalam polemik yang bisa memperkeruh pemahaman publik, isu seperti ini sebaiknya dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan literasi masyarakat mengenai keragaman sistem pendidikan di tingkat global. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat lebih bijak dalam menyikapi isu-isu seputar pendidikan serta lebih siap menghadapi tantangan era globalisasi yang menuntut keterbukaan dan kolaborasi lintas batas.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation