Data Energi dan Subsidi: Harta Digital yang tidak Boleh Dikuasai Asing

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Indonesia sudah memiliki Undang-Undang ITE, yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berlaku di Indonesia. Beleid itu diundangkan pertama kali sebagai UU Nomor 11 Tahun 2008 dan kemudian diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 dan terbaru UU Nomor 1 Tahun 2024.
Tetapi regulasi itu baru mengatur perilaku, bukan kedaulatan alat. Kita sibuk mengatur konten dan sanksi, sementara pusat data dan mesin pengolahnya justru dikuasai asing.
Inilah ironi besar: bangsa dengan cadangan nikel dan batubara yang melimpah justru menyewa teknologi digital dari luar untuk mengolah data warganya sendiri.
Di abad ke-20, bangsa yang menguasai migas bisa menentukan arah dunia. Di abad ke-21, bangsa yang menguasai cloud, hyperscaler, dan mesin virtualisasi buatan sendiri akan menjadi pemimpin.
Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China sudah melangkah ke sana. Mereka tidak hanya bicara regulasi, tetapi juga membangun alatnya, dari server hingga kecerdasan buatan.
Dan lihatlah India dengan program Digital India yang membangun infrastruktur cloud nasional, melatih jutaan tenaga ahli, dan memastikan data 1,4 miliar warganya tidak sepenuhnya jatuh ke tangan asing.
Semua bangsa ini memahami satu hal: kedaulatan lahir bukan dari regulasi saja, tetapi dari kepemilikan alat strategis. Indonesia tidak boleh puas hanya menjadi koloni digital.
Kita harus punya hyperscaler nasional yang berdiri di atas tanah kita, mesin virtualisasi yang dikembangkan otak bangsa sendiri, dan regulasi yang tidak sekadar melindungi konten tetapi menjamin kedaulatan infrastruktur.
Tanpa itu, data Indonesia akan terus mengalir keluar, seperti minyak mentah yang dijual murah pada masa lalu. Presiden Prabowo Subianto harus menggugah negeri ini untuk berani menulis sejarah baru.
Sejarah di mana data tidak lagi menjadi komoditas yang dieksploitasi orang lain, tetapi sumber daya strategis yang kita kelola dari hulu hingga hilir. Data adalah migas baru, dan hanya bangsa yang berani menguasai alatnya yang akan benar-benar merdeka di era triliunan arus data.