Menelisik Rencana Belanja Pertahanan Prabowo Tahun Fiskal 2026

Alman Helvas Ali CNBC Indonesia
Selasa, 19/08/2025 05:20 WIB
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali adalah konsultan pada Marapi Consulting and Advisory dengan spesialisasi pada defense industry and market. Pernah menjadi C... Selengkapnya
Foto: Kapal Bantu Rumah Sakit produksi PT PAL. (Dokumentasi PT PAL)

Mengacu pada pidato Presiden Prabowo Subianto tentang Penyampaian RUU APBN 2026 beserta Nota Keuangannya di depan DPR, 15 Agustus 2025, pemerintah mengusulkan agar RAPBN 2026 bernilai Rp 3,786 kuadriliun. Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN TA 2026, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp 185 triliun.

Angka tersebut meningkat Rp 18 triliun dibandingkan dengan pagu indikatif senilai Rp 167,4 triliun sebagaimana tercantum dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2026 (KEM-PPKF) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan pada bulan Mei 2025. Berapa alokasi anggaran pertahanan pada TA 2026 masih harus menunggu beberapa bulan lagi yaitu setelah pemerintah dan DPR menyetujui RUU APBN 2026 menjadi undang-undang.


Sesuai dengan KEM-PPKF 2026 dan ditegaskan kembali dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN TA 2026, terdapat delapan strategi jangka menengah dalam mewujudkan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan sejahtera, salah satunya adalah pertahanan semesta. Dinyatakan pula bahwa penguatan pertahanan dilaksanakan dengan mengadopsi postur Optimum Essential Force (OEF) yang merupakan penerus Minimum Essential Force (MEF) yang telah digunakan selama periode 2010-2024.

Postur OEF tercermin pula dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2025-2029 untuk Kementerian Pertahanan yang dalam implementasinya diperkirakan akan berlomba memperebutkan anggaran dengan kegiatan belanja lain di sektor pertahanan. Salah satu hal yang menarik dalam usulan alokasi anggaran pertahanan senilai Rp 185 triliun adalah diberikan tanda bintang pada anggaran Kementerian Pertahanan, di mana keterangan yang mengikuti berbunyi "sebagian dicadangkan".

Angka Rp 185 triliun bagi Kementerian Pertahanan merupakan bagian dari usulan Rp 335,25 triliun untuk belanja fungsi pertahanan, di mana nilai Rp 335,25 triliun mencakup alokasi Rupiah Murni dan Pinjaman Luar Negeri (PLN). Sebagaimana dipahami, belanja fungsi pertahanan terbagi untuk tiga kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Pertahanan, Dewan Pertahanan Nasional dan Lembaga Ketahanan Nasional.

Tentang alokasi PLN bagi fungsi pertahanan, dapat dikatakan 100 persen anggaran tersebut akan diserap oleh Kementerian Pertahanan. Alokasi PLN bukan saja untuk kegiatan modernisasi kekuatan pertahanan melalui pengadaan sistem senjata, tetapi juga bagi program pemeliharaan dan perawatan sistem senjata, di mana program yang terakhir akan ditangani oleh Badan Pemeliharaan dan Perawatan Pertahanan yang belum lama ini dibentuk.

Di antara prioritas belanja pertahanan pada TA 2026 ialah penguatan pertahanan keamanan melalui modernisasi/pemeliharaan dan perawatan sistem senjata dan penguatan komponen utama, cadangan dan pendukung. Dari kedua kegiatan prioritas tersebut, kegiatan mana yang akan mendapatkan prioritas alokasi belanja pada tahun depan?

Apakah alokasi anggaran pertahanan akan cukup bagi kedua kegiatan prioritas di saat terdapat pula program prioritas lain di sektor pertahanan bila mengacu pada Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN TA 2026? Prioritas lain untuk anggaran pertahanan di antaranya ialah pengembangan kapasitas industri pertahanan dalam negeri, pencegahan/penindakan terorisme dan pencegahan kejahatan siber, sandi dan sinyal.

Secara umum terdapat delapan prioritas belanja pertahanan pada 2026, akan tetapi kegiatan penguatan pertahanan keamanan melalui modernisasi/pemeliharaan dan perawatan sistem senjata dan penguatan komponen utama, cadangan dan pendukung diperkirakan akan menyedot alokasi terbesar.

Meskipun pagu anggaran pertahanan TA 2024 ialah Rp 139,26 triliun, akan tetapi mengacu pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2024, realisasi mencapai Rp 190,461 triliun atau melebihi outlook Kementerian Keuangan senilai Rp 175,112 triliun. Begitu pula dengan alokasi anggaran pertahanan TA 2025 yang mencapai Rp 166,3 triliun mempunyai outlook sebesar Rp 247,525 triliun.

Memperhatikan LKPP dalam beberapa tahun terakhir dan penempatan pertahanan sebagai salah satu dari delapan prioritas belanja pemerintah, berapa pun besaran pagu anggaran pertahanan pada APBN 2026 yang disetujui oleh pemerintah dan DPR, sangat mungkin outlook akan jauh di atas pagu yang ditetapkan. Dengan kemungkinan outlook belanja pertahanan yang melebihi pagu, lalu dari mana sumber dana tambahan diambil?

Berdasarkan pelaksanaan anggaran belanja pertahanan TA 2025, diduga kuat sumber pembiayaan belanja pertahanan dengan outlook di atas pagu berasal dari BA BUN. Misalnya pembentukan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP), 20 Brigade BTP dan enam Kodam baru pada tahun ini yang menurut sejumlah sumber mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 45 triliun.

Tanpa penggunaan BA BUN, mustahil outlook anggaran pertahanan TA 2025 mencapai Rp 247,5 triliun di saat terdapat program pemekaran organisasi TNI berikut kegiatan belanja modal, belanja barang dan belanja pegawai yang menyertai.

Praktek penggunaan BA BUN untuk belanja pertahanan diduga kuat masih akan terus berlanjut pada TA 2026 dan seterusnya, sebab program penguatan komponen utama belum selesai. Saat ini baru berdiri 105 BTP, lima BTP di antaranya dibentuk pada 2024, dari target 300 BTP, begitu pula penyelesaian pembentukan satu Brigade Infanteri Marinir dan satu Resimen Korpasgat.

Pembentukan satuan baru harus diikuti dengan pengadaan senjata seperti senapan serbu, di mana kebutuhan ratusan ribu pucuk senapan serbu masih harus dipenuhi hingga sampai beberapa tahun mendatang. Dari sini terdapat hubungan langsung antara prioritas tentang penguatan komponen utama dengan penguatan pertahanan melalui modernisasi/pemeliharaan dan perawatan sistem senjata.

Masih menjadi pertanyaan apakah alokasi anggaran pertahanan pada TA 2026 akan memberikan prioritas khusus pada program pengadaan, meskipun dalam RAPBN disebutkan alokasi belanja fungsi pertahanan sebesar Rp 335,25 triliun yang mencakup pula PLN.

Terkait dengan penggunaan PLN, apakah dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) akan mendapat prioritas dalam pos belanja modal pada TA 2026 guna membereskan puluhan kontrak pembelian dan pemeliharaan dan perawatan sistem senjata warisan MEF?

Tanpa ketersediaan RMP sulit untuk melaksanakan aktivasi kontrak-kontrak tersebut, sementara lender belum tentu mau memberikan pinjaman sebesar 100 persen nilai program. Ataukah BA BUN akan digunakan sebagai sumber dana RMP pada TA 2026 untuk menyelesaikan kontrak-kontrak pengadaan dan pemeliharaan dan perawatan yang tahun ini tidak menerima RMP?

Menyangkut OEF, apakah kondisi fiskal pada 2026 sudah memungkinkan aktivasi kontrak akuisisi baru sesuai dengan DRPLN-JM 2025-2029? Berdasarkan pengalaman MEF, rentang waktu antara penandatangan kontrak dan aktivasi kontrak paling cepat dua tahun, di mana program diaktivasi merupakan prioritas Menteri Pertahanan saat itu.

Isu loan agreement tidak mudah untuk diselesaikan sebab Kementerian Keuangan harus selalu prudent dalam pengelolaan utang, termasuk membuat utang baru. Salah satu tantangan penggunaan PLN ke depan ialah hasrat berbelanja besar ke negara yang oleh lembaga credit rating seperti Fitch Ratings dan S&P Global Ratings dikategorikan sebagai BB-, di mana hasrat demikian sengaja mengabaikan risiko besar dalam pengelolaan utang Indonesia.


(miq/miq)