Potret Kemiskinan "Tersembunyi" di Indonesia

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Diskriminasi perempuan di Bali merupakan isu yang kompleks juga mengakar terlampau dalam di struktur sosial masyarakat yang kental dengan isu patriarki. Berbagai bentuk diskriminasi masih terjadi, baik dalam kehidupan sehari-hari dalam ruang domestik, maupun dalam konteks hukum dan budaya.
Budaya Bali, meskipun kaya dan penuh dengan nilai-nilai luhur, masih memiliki aspek-aspek yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat.
Bagaimana bisa masyarakat Bali memuja perwujudan kekuatan Tuhan dalam bentuk Dewi segala Maha, namun masih kita temukan perlakuan minim bahkan tak elok di lingkup terkecil masyarakat, keluarga.
Saya teringat kutipan dalam novel "Tempurung" karya Oka Rusmini, yang menggambarkan bagaimana perempuan Bali mengalami diskriminasi akibat sistem patriarki. Novel ini menjadi bukti sastra bahwa diskriminasi terhadap perempuan merupakan realitas yang masih terjadi di Bali dan tak kunjung usai.
Fenomena "sing beling sing nganten" yang menjadi point paparan dalam Uji Publik pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bali, Made Muliawan Arya (De Gadjah) - Putu Agus Suradnyana (PAS) beberapa waktu lalu menarik perhatian saya. Karena isu ini sangat sentimentil namun juga bagian dari budaya yang destruktif.
Pendekatan karakter setiap anggota keluarga menjadi penting untuk sama-sama kita bedah
Kasus nyata diskriminasi di Bali yang dirasakan beberapa tahun belakangan masih terus terjadi. Salah satu kasus yang menghebohkan dunia maya adalah larangan MC perempuan tampil secara fisik dalam acara yang dihadiri oleh Gubernur Bali.
Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa diskriminasi gender masih terjadi di Bali dan dilakukan secara mencolok di ruang publik yang seharusnya menjadi tempat untuk mendapatkan perlindungan hak.
Diskriminasi terhadap perempuan memiliki dampak yang luas, baik bagi perempuan itu sendiri maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Bagi pribadi personal perempuan itu sendiri, kisah dan perjalanan menjadi perempuan juga saya alami hari ini bukan hanya berbagi teori dan pengamatan lapangan, tapi juga sebagai penggugat atas ketidakadilan ini. Betapa saya tidak menginginkan praktek-praktek tersebut berkelanjutan dan dinormalisasi menjadi budaya dalam masyarakat Bali.
Beberapa dampak negatifnya antara lain:
* Kesenjangan gender: Diskriminasi menyebabkan kesenjangan gender dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, dan politik.
* Kekerasan terhadap perempuan: Diskriminasi seringkali menjadi pemicu kekerasan terhadap perempuan, baik dalam bentuk kekerasan fisik, seksual, maupun psikis.
* Penghambatan pembangunan: Diskriminasi terhadap perempuan menghambat potensi perempuan untuk berkontribusi dalam pembangunan, sehingga menghambat kemajuan bangsa.
Upaya Mengatasi Diskriminasi
Untuk mengatasi diskriminasi terhadap perempuan di Bali, diperlukan berbagai upaya, antara lain:
a. Peningkatan kesadaran dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dan dampak negatif diskriminasi terhadap perempuan.
b. Penguatan hukum dengan cara memperkuat regulasi dan penegakan hukum yang melindungi hak-hak perempuan dan menindak tegas pelaku diskriminasi.
c. Peningkatan peran perempuan dengan cara memberdayakan perempuan untuk berperan aktif dalam berbagai bidang kehidupan, baik di pemerintahan, ekonomi, maupun sosial.
d. Pendidikan dan pelatihan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan bagi perempuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri.
e. Kerja Sama Antar Lembaga dengan cara meningkatkan kerja sama antar lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta untuk mengatasi diskriminasi terhadap perempuan.
Kesimpulan:
Diskriminasi terhadap perempuan di Bali merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan penanganan serius. Upaya untuk mengatasi diskriminasi harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan, melibatkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun perempuan itu sendiri.
Dengan demikian, perempuan di Bali dapat menikmati hak-hak yang sama dengan laki-laki dan berkontribusi penuh dalam pembangunan bangsa.