Spending Better, Mungkinkah?

Chairul Anwar CNBC Indonesia
Senin, 18/12/2023 16:10 WIB
Chairul Anwar
Chairul Anwar
Chairul Anwar adalah alumni STAN tahun 1991. Sekarang bertugas di KPPN Pamekasan di bidang Verifikasi dan Akuntansi. Setiap opini yang disam... Selengkapnya
Foto: Ilustrasi uang (Edward Ricardo/CNBC Indonesia)

Pengelolaan anggaran negara sejak di tahap perencanaan dan selanjutnya di tahap pelaksanaan layak dicermati. Karena anggaran yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menjadi output utama belanja negara.

Semakin detail dan sesuai antara pelaksanaan anggaran dan perencanaannya, semakin menunjukkan bahwa anggaran tersebut telah dirancang dengan sangat baik. Sebaliknya jika ketidaksesuaian antara pelaksanaan anggaran dan perencanaannya tinggi, maka porsi perencanaan perlu mendapat perhatian.


Walaupun bisa jadi dalam perjalanan pelaksanaan anggaran, memerlukan adjustment yang sangat berbeda. Misalnya saat terjadinya pandemi Covid-19 yang lalu, yang membutuhkan penyesuaian anggaran sangat segera, terutama di sektor kesehatan dan ketahanan pangan masyarakat.

Untuk memudahkan proses monitoring dan keberlanjutan data antara perencanaan, dan pelaksanaan anggaran, bahkan sampai dengan pertanggungjawabannya, satuan kerja kementerian negara/lembaga selama ini menggunakan beberapa aplikasi keuangan.

Aplikasi stand alone, terpisah, tidak terintegrasi, dan memiliki database masing-masing di tingkat satuan kerja (satker) bahkan sampai tingkat kementerian negara/lembaga (K/L). Dengan kondisi tersebut, maka pengelolaan administrasi anggaran menjadi tidak efektif dan sering ada miss.

Menjawab hal tersebut, Menteri Keuangan pada 27 Januari 2023, secara resmi meluncurkan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Konsepnya adalah mengintegrasikan berbagai aplikasi yang selama ini digunakan dalam pengelolaan keuangan dan anggaran negara, termasuk mengintegrasikan database-nya (menjadi single database).

Dengan demikian, berbagai fungsi pengelolaan keuangan dan anggaran negara, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pertanggungjawaban, yang dimulai dari tingkat satker, koordinator satker tingkat provinsi, tingkat eselon I, dan sampai dengan K/L, dapat dilaksanakan dalam satu sistem.

Sesuai dengan penjelasan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sejalan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menteri keuangan adalah pembantu presiden di bidang keuangan, dan disebut chief financial officer (CFO) pemerintah (kewenangan komptabel (komptabel beheer)).

Sementara setiap menteri/pimpinan K/L adalah chief operational officer (COO) untuk bidang tertentu pemerintahan (kewenangan administratif (administratief beheer)). Maka, sesuai dengan prinsip tersebut, wewenang dan tanggung jawab Kementerian Keuangan adalah pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara K/L hanya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing K/L. Konsekuensinya tercermin dalam pelaksanaan anggaran.

Kewenangan di K/L yang sifatnya administratief beheer itu meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada K/L sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, dan memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan negara yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.

Untuk hal ini, dalam rangka mendukung kemandirian tugas di masing-masing K/L, aplikasi SAKTI menyajikan fasilitas monitoring SAKTI (MONSAKTI) secara real-time yang salah satunya berisi to-do-list bagi satker dan K/L pengelola anggaran. Fitur to-do-list ini berada di beranda MONSAKTI, yang berfungsi sebagai informasi, pemberitahuan, dan sekaligus peringatan, karena terdapat transaksi anggaran yang harus diselesaikan segera.

Ini adalah hal baru dalam manajemen time system yang secara real-time akan sangat menghemat waktu alur penyelesaian pekerjaan. Juga dengan cepat dapat mengetahui person in charge (PIC) titik permasalahan karena memetakan to-do-list dari seluruh modul SAKTI (9 modul), yang diakses oleh user masing-masing modul.

Dengan dukungan aplikasi tersebut, tentu diharapkan proses pelaksanaan anggaran akan mendapat feed-back pada kesempatan pertama, sehingga dalam hal terjadi sesuatu yang tidak sesuai, akan segera diketahui dan ditindaklanjuti.

Namun demikian, sebelum melaksanakan anggaran, ada langkah pertama yang perlu dilakukan oleh para pengelola anggaran dalam hal perencanaan. Yaitu meningkatkan kualitas penyusunan kegiatan dan anggaran, baik di tingkat satker maupun K/L.

Caranya adalah dengan memastikan pelaksana kegiatan menyusun jadwal rencana pelaksanaan sekaligus rencana pembayarannya, terintegrasi, yang akan dicantumkan di halaman III DIPA (rencana penarikan dana). Setelah rencana tersebut disusun, maka disiplin anggaran dalam melaksanakan halaman III DIPA mutlak dilakukan.

Diharapkan pelaksanaannya sesuai dengan rencana. Jikapun ada deviasi, diharapkan maksimal tidak lebih dari 5 (lima) persen. Jika dalam perjalanannya terdapat ketidaksesuaian, ada mekanisme revisi anggaran, agar pelaksanaan tetap bisa disesuaikan dengan rencana.

Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan anggaran. Menjadikan Halaman III DIPA tersebut sebagai alat kendali bagi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pencapaian kinerja, output, dan sasaran program/kegiatan satker.

Langkah ketiga adalah mengoptimalkan penyerapan anggaran secara proporsional setiap bulan berdasarkan rencana kegiatan dan rencana penarikan dana (Halaman III DIPA) yang telah disusun. Begitu pula segera menyelesaikan tagihan dan tidak menunda proses pembayaran untuk pekerjaan yang telah selesai termin dan/atau kegiatan sesuai dengan batas waktu penyelesaian tagihan untuk menghindari penumpukan tagihan di akhir tahun anggaran.

Langkah keempat adalah mengupayakan pengadaan barang dan jasa (PBJ) dilaksanakan sebelum tahun anggaran berjalan, sehingga kontrak dapat ditandatangani dan pekerjaan dapat dilaksanakan di awal tahun anggaran.

Penting pula untuk memastikan bahwa PBJ yang sifatnya sekaligus dan nilainya sampai dengan Rp200 juta (dua ratus juta rupiah) dapat diselesaikan di triwulan I tahun anggaran bersangkutan.

Langkah kelima adalah melakukan koordinasi dengan eselon I K/L masing-masing agar segera menetapkan pedoman umum dan petunjuk teknis kegiatan pada awal tahun anggaran. Jangan sampai pedoman umum ini belum selesai padahal telah masuk di triwulan II atau lewat semester I.

Hal keenam ini cukup penting karena ada beberapa hal, antara lain membatasi belanja operasional yang urgensinya rendah, seperti perjalanan dinas, konsinyering, dan honor tim. Juga melakukan efisiensi dan efektivitas kegiatan dan tidak hanya merealisasikan anggaran. Termasuk memastikan kegiatan pendukung tidak lebih besar dari kegiatan utamanya.

Dan di era digitalisasi ini yang menjadi prioritas adalah mengutamakan digitalisasi pembayaran untuk meningkatkan akuntabilitas pembayaran, termasuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dalam pelaksanaan kegiatan.

Langkah ketujuh adalah menjadikan nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) sebagai bagian dari proses reviu dan evaluasi kinerja unit. Termasuk menjadikan APIP sebagai mitra kerja dari unit kerja dalam mengawal pelaksanaan kegiatan.

Selain langkah-langkah strategis tersebut di atas, perlu dilakukan langkah-langkah taktis, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan, mendahulukan hal yang prioritas, transparansi, dan memastikan akuntabilitasnya. Contoh tentang pelaksanaan efisiensi dan efektifitas adalah melakukan reviu atas belanja yang telah dilakukan berulang.

Juga meningkatkan kolaborasi antarunit, bahkan lintas K/L, atas kegiatan yang ternyata beririsan dengan tugas dan fungsi (tusi) unit atau K/L lain. Misalnya juga dengan melakukan sinkronisasi alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan dana di K/L, baik di pusat maupun di daerah, sehingga dana Transfer Ke Daerah (TKD) tidak overlapping dengan dana satker yang bersumber dari dana APBN.

Begitu pula melakukan sinergi dalam mencapai output yang sejenis. Sebagai contoh misalnya stunting, yang bisa disinergikan lintas K/L, yaitu antara lain BKKBN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agama, Kementerian PPPA, Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Pemerintah Provinsi dan Daerah, dan seluruh lapisan masyarakat.

Dengan sinergi, diharapkan ada penajaman program dan kegiatan, mengurangi kegiatan yang overlapping, pendanaan operasional yang tidak perlu dan sejenis di masing-masing unit, serta partisipasi aktif masyarakat sebagai subyek pembangunan.

Transparansi ini juga penting agar partisipasi publik kepada penggunaan anggaran makin meningkat sehingga akan ada feed-back positif dari warga kepada para pengelola anggaran. Misalnya banner yang menunjukkan alokasi dan hasil pembangunan di desa-desa penerima Dana Desa.

Ini juga bagian dari akuntabilitas keuangan negara yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Dengan transparansi ini juga diharapkan terjadinya perbandingan positif dan pertukaran data kegiatan program di suatu daerah dengan daerah lain sehingga spending betul-betul dilakukan untuk memberikan output yang makin lama makin baik.

Dengan langkah-langkah tersebut di atas, semoga pengelolaan anggaran yang tercantum pada DIPA tahun 2024 dapat dilaksanakan sebaik mungkin dengan prinsip spending better, belanja negara yang semakin baik.


(miq/miq)