Menyoal Pembiayaan UMi: Evaluasi Tujuan & Pelaksanaannya

Muh. Amin H, CNBC Indonesia
24 October 2023 08:45
Muh. Amin H
Muh. Amin H
Muh. Amin Hidayatullah merupakan Pengawas pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Tipe A1 Pekalongan, Kanwil DJPb Provinsi Jawa Tengah, Kementerian Keuangan. Pendidikan S1 ditempuh di Universitas Sembilan Belas November Kolaka. Opini yang disampaikan m.. Selengkapnya
Infografis/BRI Micro & SME Index (BMSI) Q4-2020, Optimisme UMKM Di tengah Tantangan pemulihan ekonomi/Aristya Rahadian
Foto: Ilustrasi UMKM (Aristya Rahadian/CNBC Indonesia)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Pandemi COVID-19 sempat membuat ekonomi Indonesia mengalami kontraksi di tahun 2020. Namun demikian, terdapat fakta menarik ada sektor UMKM yang terbukti tangguh dalam menghadapi pandemi.

Ketahanan UMKM dalam menghadapi resesi akibat pandemi COVID-19 selain karena adanya bansos dari pemerintah, juga karena fleksibilitas yang dimiliki oleh UMKM terutama dalam hal permodalan.

UMKM juga berperan besar dalam menyerap tenaga kerja serta membantu upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Koperasi dan UKM, ada 65,4 juta UMKM yang di Indonesia pada tahun 2019.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mardanugraha et al. (2023) mengungkapkan bahwa pasca pandemi COVID-19, sebanyak 51% UMKM yang mampu beroperasi secara penuh dan sebanyak 30% UMKM masih mampu mempertahankan pegawai mereka sedangkan 19% sisanya tidak mampu bertahan.

UMKM yang mampu bertahan pada umumnya memiliki sumber permodalan tersembunyi (hidden wealth) baik berupa tanah, bangunan ataupun kendaraan yang dapat dijual atau digadaikan untuk digunakan sebagai tambahan modal usaha. Dari sini kita bisa lihat bahwa kemampuan bertahan UMKM sangat bergantung pada ketersediaan modal usaha mereka.

Akses pembiayaan perbankan
Berdasarkan ukuran usaha UMKM, setidaknya 70% dari total keseluruhan pelaku UMKM merupakan pelaku usaha Ultra Mikro (UMi) yang sebagian besar merupakan ibu-ibu rumah tangga atau lebih sering disebut "emak-emak".

Usaha yang dijalankan biasanya sebatas upaya mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, misalnya dengan berjualan kue, berdagang di warung kelontong, atau menjual pakaian sebagai dropshipper.

Pelaku UMKM yang memiliki literasi cukup baik terkait keuangan dan mempunyai agunan usaha, mereka akan mencari lembaga keuangan formal seperti bank, fintech (peer-to-peer lending) dan pegadaian untuk mengajukan kredit pinjaman.

Namun bagi pelaku usaha UMi, mereka sering terhalang dalam mengakses pembiayaan dari pihak bank atau lembaga keuangan formal lainnya terutama karena tidak adanya aset yang dapat dijadikan agunan. Akibatnya, sebagian lari kepada rentenir untuk membiayai usaha mereka.

Hal ini tentu dapat menghambat dan/atau bahkan memperburuk kondisi ekonomi para pelaku usaha UMi. Untuk memfasilitasi hal tersebut, pemerintah hadir melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dengan program pembiayaan UMi sebagai angin segar bagi para pelaku usaha UMi dalam memperoleh pembiayaan.

UMi hadir untuk rakyat kecil
Pembiayaan UMi adalah program dana bergulir yang menyediakan fasilitas pembiayaan usaha UMi yang belum dapat mengakses perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. UMi sendiri dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) PIP yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPb).

Sumber pembiayaan UMi sendiri berasal dari APBN, dan sejak 2017 s.d. 30 Juni 2023 total yang telah disalurkan sebesar Rp26,23 triliun. Kelebihan dari pembiayaan UMi bagi pelaku usaha UMi antara lain pertama persyaratan yang mudah, apalagi tidak perlu menyediakan aset sebagai agunan/jaminan.

Pelaku usaha UMi cukup menyiapkan KTP atau Surat Keterangan pengganti KTP untuk mengajukan pembiayaan UMi. Kedua, calon debitur tidak sedang dibiayai oleh kredit program pemerintah lainnya di bidang UMKM seperti KUR. Ketiga, tingkat suku bunga dari PIP yang terbilang rendah yaitu berkisar antara 1 hingga 4 persen.

Keempat, plafon pinjaman pembiayaan juga cukup besar, yakni maksimal sebesar 20 juta per debitur. Kelima, pembiayaan UMi juga memberikan dukungan pelatihan dan pendampingan bagi para debitur yang mendapatkan pembiayaan melalui penyalur.

Mendorong peran Koperasi dan LKBB lain
PIP selaku coordinated fund dalam pembiayaan UMi, menyalurkan dana UMi secara langsung maupun tidak langsung (linkage). Penyaluran pembiayaan secara langsung melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dilaksanakan oleh PT PNM (Persero) (skema group lending) dan PT. Pegadaian (Persero) (individu lending).

PNM dan Pegadaian merupakan 2 LKBB dengan penyaluran kumulatif terbesar (>82%). Sementara yang linkage dilaksanakan oleh PT Bahana Artha Ventura melalui kerjasama dan linkage dengan koperasi.

Untuk kerja sama linkage, contohnya yaitu dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) serta Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Adanya sinergi antara pemerintah dengan para penyalur ini diharapkan dapat memaksimalkan penyaluran UMi serta meningkatkan akurasi penyaluran dana agar lebih tepat sasaran.

Koperasi dan mitra penyalur lainnya tentunya lebih mengetahui kondisi di lapangan sehingga mereka dapat menilai dengan lebih baik kondisi para debitur yang ingin mendapatkan pembiayaan UMi.

Di sisi lain, pembiayaan UMi juga mampu menghidupkan kembali Koperasi dan LKBB lainnya non BUMN dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Bagi pemerintah, harapan dari adanya program pembiayaan UMi ini adalah pelaku usaha UMi dapat meningkatkan produktivitas usahanya untuk dapat naik kelas dan berkembang menjadi usaha yang dapat dibiayai dengan skema pembiayaan KUR.

Dengan meningkatnya skala bisnis UMKM di Indonesia, harapannya dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat serta mampu membantu mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

Realisasi penyaluran UMi di Kota Pekalongan dan sekitarnya
Secara nasional realisasi penyaluran pembiayaan Umi periode Januari - Juni 2023 adalah sebesar Rp2,34 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 569.948. Khusus penyaluran UMi di daerah Pekalongan-Batang sampai saat ini terus mengalami peningkatan.

Selama 2023, pembiayaan UMi telah disalurkan kepada 16.569 debitur dengan total penyaluran sebesar Rp65,75 miliar. Jumlah tersebut tersebar di tiga pemda yaitu Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan.

Jumlah penyaluran dan debitur terbanyak ada di Kabupaten Pekalongan yakni sebesar Rp28,62 miliar untuk 7.520 debitur. Kabupaten Batang ada 4.958 debitur dengan total penyaluran sebesar Rp20,64 miliar, sedangkan Kota Pekalongan ada 4.091 debitur dan total penyaluran sebesar Rp16,49 miliar.

Dari jumlah tersebut, 16.381 debitur berjenis kelamin perempuan dan lebih dari separuhnya merupakan wanita dengan rentang usia sekitar 30 hingga lebih dari 50 tahun. Sebagian besar debitur UMi tersebut merupakan perempuan pra sejahtera yang menjalankan usahanya untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari.

Dari sisi LKBB, PT. PNM menjadi penyalur terbesar pembiayaan UMi yakni Rp52,55 miliar atau sekitar 79,9% dari total penyaluran dengan jumlah debitur sebanyak 13.790.

Evaluasi penyaluran UMi (tingginya lending rate ke debitur)
Pembiayaan UMi meskipun merupakan kredit/pinjaman, namun semangat utamanya adalah program pendampingan dan dukungan kepada masyarakat agar dapat memiliki sumber pendapatan yang berkelanjutan untuk bisa keluar dari jerat kemiskinan.

Program ini juga dibentuk untuk menghindarkan para pelaku usaha Umi dari bunga tinggi pembiayaan rentenir. Dalam pelaksanaannya, pembiayaan UMi mampu mencapai lapisan ekonomi terbawah, terbukti dengan banyaknya penambahan jumlah debitur baru.

Debitur UMi secara nasional mencapai angka lebih dari 7 juta per akhir tahun 2022, dengan tambahan sebanyak 2 juta debitur dari tahun sebelumnya. Namun di sisi lain, lending rate pembiayaan UMi masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) mikro perbankan.

Berdasarkan data yang ada, sebagian besar debitur UMi terutama dengan skema linkage dikenakan rate berkisar antara 15% - 25% flat pa sedangkan SBDK mikro perbankan hanya berada di kisaran 5,8% - 18,42% (per Juni 2023).

Hal tersebut menyebabkan tujuan awal dari adanya program ini menjadi kurang tercapai. Lending rate yang tinggi dikhawatirkan akan membebani debitur sehingga dapat menjadi hambatan dalam upaya untuk meningkatkan perekonomiannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krisnawan (2023), penerapan holding ultra mikro berpotensi mengacaukan tujuan awal program UMi karena tipologinya yang berbentuk perbankan.

Dengan tipologi tersebut, sekilas tingkat bunga kepada debitur akan rendah, namun peran pendampingan dimungkinkan akan dikesampingkan. Sedangkan jika biaya pendampingan dibebankan pada bank, maka beban bunga yang dikenakan kepada end-user oleh bank menjadi tinggi.

Di sisi lain, holding ultra mikro ini merupakan penyalur terbesar dari pembiayaan UMi secara regional maupun nasional. Sampai saat ini, best practices pendampingan memang dilaksanakan oleh tenaga pendamping yang disediakan penyalur dari holding ultra mikro tersebut.

Namun, pelaksanaan pendampingan masih terbatas pada pengumpulan angsuran dari debitur dan belum maksimal pada aspek pengembangan usaha debitur (Krisnawan, 2023).

Berdasarkan kondisi tersebut, tingginya lending rate terhadap end-user diduga terjadi karena adanya biaya pendampingan yang dibebankan kepada bank dalam skema holding ultra mikro.

Untuk memitigasi hal tersebut, PIP sebagai pengelola pembiayaan UMi perlu melakukan langkah strategis melalui peningkatan sinergi dengan lembaga lain yang terlibat dalam penyaluran UMi.

Dalam penelitian yang sama, Krisnawan (2023) memberikan beberapa pandangan yang dapat dijadikan pertimbangan oleh PIP untuk pelaksanaan program UMi kedepannya.

Pertama, PIP dapat lebih berkonsentrasi dan fokus untuk meningkatkan kerjasama dengan koperasi, baik koperasi yang merupakan linkage dengan BAV maupun koperasi baru untuk skema penyaluran langsung.

Kedua, PIP juga dapat meningkatkan usaha diferensiasi dengan fokus pada aspek pendampingan. Pendampingan dapat dilakukan kepada debitur-debitur koperasi melalui kolaborasi dengan lembaga pelatihan seperti Jagoan Indonesia dan Pusat Pelatihan Manajemen.

Hal lain yang dapat menjadi pertimbangan PIP dalam pelaksanaan program UMi ini yaitu pemanfaatan teknologi keuangan (fintech) untuk penyaluran direct lending melalui skema peer-to-peer (P2P) seperti yang digunakan oleh penyedia pinjaman online (pinjol).

PIP bisa melakukan kerja sama dengan penyelenggara platform untuk menciptakan ekosistem pembiayaan ultra mikro yang dapat menjangkau masyarakat pada lapisan terbawah dengan tetap menjaga tingkat lending rate ke debitur.

Singkatnya, pemangkasan rantai pembiayaan dapat mengurangi cost of fund dan pada akhirnya meminimalkan lending rate kepada debitur.

Di samping itu, mungkin pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan pemberian subsidi bunga seperti pada program KUR, sehingga masyarakat pelaku UMi dapat terbantu dari sisi permodalan namun dengan beban tingkat bunga yang kecil setelah dipotong subsidi dimaksud.

Asa dan Konklusi
Sejatinya, setiap program yang digulirkan oleh pemerintah tentu telah melalui proses pemikiran yang matang, tak terkecuali UMi.

Namun demikian, dalam tataran pelaksanaan teknisnya, memang dibutuhkan monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan untuk memastikan bahwa program yang dijalankan telah memberikan dampak sesuai dengan tujuan awalnya.

Program UMi merupakan salah satu program yang selaras dengan tujuan 1 SDGs yaitu Zero Poverty. Oleh karenanya, pelaksanaan UMi perlu kita kawal secara terus menerus untuk memastikan tujuan dari digulirkannya program tersebut dapat tercapai.

Selain itu, dukungan dari berbagai pihak juga sangat diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program UMi.

Harapannya, dengan adanya program UMi ini, pelaku usaha ultra mikro bukan saja dapat bertahan namun bangkit kembali dan semakin kuat serta berdaya saing tinggi sehingga dapat memberikan efek multiplier ekonomi kepada lingkungan sekitar untuk membantu mengentaskan kemiskinan.

Kita tunggu kebijakan baru dari pemerintah dalam upaya menurunkan lending rate yang sekarang ini untuk bisa menjadi lebih rendah lagi sampai dengan di end user.
Jangan sampai bibit start-up yang baru mulai tumbuh "layu sebelum berkembang" karena terjerat bunga utang.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation