Ekosistem Bali yang Mendukung Kehidupan Startup

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Peringatan hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-78 yang jatuh pada tanggal 5 Oktober 2023 diwarnai dengan kondisi bangsa yang sedang dilanda kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang parah dan terjadi secara sporadis di seluruh pelosok tanah air. Sungguh dahsyat efek El Nino dan dampak perubahan iklim bagi negeri ini.
Untuk mengatasi karhutla dan bencana kekeringan ekstrem, personel TNI berperan di garis depan. Sayangnya sistem mitigasi karhutla dan bencana kekeringan belum diikuti dengan sistem mitigasi yang baik.
TNI dan relawan yang terjun langsung dalam kondisi kewalahan dan perlu solusi yang melibatkan teknologi yang lebih tepat. Keniscayaan, mitigasi karhutla perlu melibatkan startup builder yang karya inovasinya relevan dengan mitigasi karhutla dan bencana kekeringan yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan makhluk hidup, usaha pertanian, peternakan dan aktivitas lainnya.
Pengembangan personel dan alutsista TNI yang sedang dilakukan saat ini sebaiknya disertai dengan peningkatan kemampuan operasi non perang atau pertahanan nirmiliter seperti penanganan bencana alam, kekeringan, hingga peningkatan produktivitas pertanian. Bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan areal perkebunan yang terjadi saat ini membutuhkan tenaga personel dan peralatan TNI.
Inovasi untuk mitigasi karhutla membutuhkan banyak sensor pintar. Kebutuhan ini bisa ditangani oleh startup neegri ini. Termasuk pembuatan drone dan sistem mekanisasi pengairan yang berbasis IoT.
Contoh sensor pintar itu adalah buatan Libelium perusahaan asal Spanyol. Perusahaan ini ahli dalam pembuatan sensor pintar yang terhubung dengan perangkat lunak untuk memudahkan pengawasan.Inovasi teknologi tersebut sangat efektif untuk pendeteksi dini kebakaran hutan di Spanyol.
Sebagai contoh, sensor tersebut bisa diatur untuk mendeteksi kelembaban, suhu, dan perubahan tingkat CO2 dalam rentang waktu yang singkat. Sistem akan mengirimkan sinyal jika ada perubahan yang signifikan.
Teknologi dapat mendeteksi perubahan kecil dan menunjukkan sumber kebakaran dengan sangat akurat. Kekurangan dari teknologi ini adalah setiap sensor harus ditempatkan satu persatu secara manual. Selain sensor pintar juga dibutuhkan drone buatan bangsa sendiri untuk mitigasi karhutla.
Fungsi drone untuk pencitraan sangat membantu memantau wilayah dengan peningkatan suhu panas yang tak lazim. Kelebihan drone adalah bisa segera terbang untuk mengumpulkan data. Kekurangannya adalah cakupan wilayahnya yang terbatas, karena drone biasanya mengikuti jalur penerbangan yang sudah diprogram sebelumnya. Selain itu, daya tahan baterainya terbatas.
Keniscayaan, pengembangan operasi nirmiliter perlu melibatkan para inovator dari kalangan perusahaan rintisan (startup) yang menggeluti deep tech. Beberapa startup memiliki karya inovatif yang bisa mendukung tugas nirmiliter.
Salah satu yang penulis amati adalah UMG Idealab, yang merupakan startup builder yang telah berinisiatif membantu beberapa startup terkait dengan peralatan militer, simulator pendidikan militer dan sistem intelijen.
Penyertaan startup dalam operasi nirmiliter sangat strategis, mengingat jagat startup saat ini sangat intens menggeluti teknologi terkini yang berbasis Internet of Things (IoT), drone, AI, robotic dan bidang lain yang menjadi tulang punggung revolusi Industri 4.0.
Pentingnya sinergi dan peningkatan kerjasama antara TNI dengan startup dalam operasi nirmiliter untuk menangani berbagai bencana alam. Salah satu startup builder yang selama ini telah berkiprah untuk hal diatas adalah UMG Idealab. Yakni perusahaan venture capital (VC) dan venture builder (VB) yang dirintis oleh Kiwi Aliwarga.
Kiwi Aliwarga saat ini juga menjadi pengurus Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia (YPTI) yang merupakan wahana atau lembaga dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan mengelola Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Serpong Tangsel.
Sejak 2020 UMG Idealab fokus pada solusi tiga masalah krusial yang dihadapi oleh bangsa-bangsa di dunia, yaitu dampak perubahan iklim, ketidakmerataan akses sumber daya atau pendapatan masyarakat, dan mendorong perkembangan UMKM di Indonesia sesuai dengan semangat zaman.
Tiga fokus ini didasari variabel bahwa Indonesia tidak lepas dari pengaruh perubahan iklim global yang berdampak pada kinerja ekonomi negara. Peningkatan suhu sekitar 0,8 derajat celcius diperkirakan terjadi pada 2030 dan mengubah pola curah hujan sepanjang tahun.
Kepedulian publik untuk mengatasi karhutla perlu ditumbuhkan. Perlu inovasi teknologi dari startup untuk mengatasi karhutla.
Pemerintah daerah tidak banyak yang menyadari kalau kotak Pandora telah terbuka. Dalam ekosistem ada istilah wetland (lahan basah) dan peatland (lahan gambut) keduanya lahan basah, untuk dijadikan perkebunan, maka debit air dikeluarkan dengan membangun kanal kanal pematus air.
Celakanya untuk land clearing dilakukan pembakaran. Maka lahan gambut yang rongga-rongganya telah kehilangan air mudah terbakar. Kalau sudah begini , hanya hujan deras dan terus menerus yang bisa memadamkan kebakaran.
Mengatasi kebakaran di saat kemarau hampir-hampir tidak ada gunanya . Justru di musim hujan harus dilakukan perencanaan water management agar lahan basah tetap basah di saat kemarau. Mengeringkan lahan basah sama saja membuka kotak pandora mengundang bencana besar bagi seluruh makhluk yang hidup di sana dan daerah sekitarnya.
Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 20,6 juta hektare yang merupakan setengah dari luas lahan gambut di daerah tropika. Sayangnya belum ada kesungguhan dan program yang tepat untuk mengelola dan melestarikan gambut secara tepat dan bijaksana. Program restorasi dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi selama ini masih ala kadarnya.
Tahun 2023 merupakan tahun terpanas dalam sejarah umat manusia. Suhu global selama musim panas di belahan Bumi Utara tercatat merupakan yang terpanas dalam sejarah Bumi sejauh ini.
Bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyatakan bahwa saat ini kita semua sudah tidak lagi berada di era pemanasan global, melainkan telah memasuki era pendidihan global. Peningkatan temperatur global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Kini terjadi kerusakan parah kawasan gambut tropika sehingga kemampuan kawasan sebagai penyimpan dan cadangan air berubah menjadi lahan yang kering kerontang dan menjelma menjadi bara api yang memproduksi asap yang menyebar kemana-mana. Itulah balasan gambut ketika arah pembangunan sangat serakah mengubah hutan gambut menjadi hutan industri.
Selama lima tahun terakhir kasus karhutla sulit diatasi oleh pemerintah daerah. Karena belum ada sistem mitigasi karhutla yang efektif untuk mengatasi. Akibatnya bencana terus berulang setiap musim kemarau. Mitigasi yang hanya mengerahkan personel dengan cara konvensional yakni melakukan keroyokan untuk memadamkan api hasilnya kurang optimal karena luasnya wilayah yang terbakar dalam waktu yang hampir bersamaan.
Solusi mengatasi karhutla secara dadakan dengan mendatangkan personel untuk memadamkan api secara keroyokan dengan menyemprotkan air dari pipa portabel kurang efektif untuk mengatasi bencana.Perlu inovasi teknologi untuk menyempurnakan mitigasi karhutla.
Pemerintah harus segera menemukan solusi untuk mengatasi bencana asap. Solusi itu mencakup sistem jaringan pengairan dan sistem pemantauan dini terjadinya karhutla. Solusi di atas tentunya tidak bisa memakai metode asal-asalan.
Inovasi teknologi pengairan tersebut pada prinsipnya berperan ganda, yakni mampu mengairi atau membasahi secara efisien lahan gambut yang kritis dan berpotensi terbakar. Selain itu jaringan pipa irigasi tersebut juga bisa berfungsi mengalirkan debit air yang tersimpan di hutan gambut yang masih lestari untuk keperluan usaha pertanian dan kebutuhan sanitasi masyarakat.
Teknologi pengairan dan mitigasi bencana di lahan gambut hasil karya startup nation bisa mencontoh Amerika Serikat, Spanyol, Australia, hingga Israel. Selama ini negara tersebut mengalami frekuensi kekeringan yang sangat tinggi, namun berkat inovasi teknologi starup pengairan dan sistem monitoring kekeringan yang baik, maka bencana karhutla bisa diatasi. (TS)