Kurniawan Budi Irianto
Kurniawan Budi Irianto

Kurniawan Budi Irianto, Pejabat pengawas pada Kementerian Keuangan. Menulis untuk mengisi waktu luang. Opini yang disampaikan merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari tempat penulis bekerja.

Profil Selengkapnya

Menata Belanja Birokrasi pada Pemerintah Daerah

Opini - Kurniawan Budi Irianto, CNBC Indonesia
24 May 2022 12:40
Trans Papua (Dok. BP Jalan Nasional XVII Manokwari-Papua Barat) Foto: Suasana salah satu ruas jalan Trans Papua (Dokumentasi BP Jalan Nasional XVII Manokwari, Papua Barat)

Menata Belanja Birokrasi pada Pemerintah Daerah Penyempurnaan undang-undang terkait hubungan keuangan antara pusat dan daerah memberikan nuansa baru pada pengelolaan belanja di daerah. Termasuk di antaranya pengaturan mengenai proporsi belanja yang ada di APBD. UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD) memberikan penekanan mengenai batas maksimal belanja pegawai serta batas minimal belanja modal yang harus dialokasikan. Pada undang-undang tersebut diatur mengenai batas maksimal belanja pegawai sebesar 30% dari APBD sedangkan batas minimal belanja modal minimal sebesar 40% dari APBD. Dalam hal terdapat pemda yang belum memenuhi besaran persentase di atas, terdapat waktu selama lima tahun sejak penetapan UU HKPD untuk melakukan penyesuaian besaran persentase belanja terhadap APBD.

Pengaturan baru tersebut merupakan langkah yang diambil pemerintah pusat untuk menepis anggapan bahwa otonomi daerah ataupun pemekaran daerah otonom baru sebagai kegiatan pemborosan. Jauh dari tujuan semula di mana otonomi maupun pemekaran wilayah merupakan upaya peningkatan layanan pemerintah kepada masyarakat.

Masa transisi selama lima tahun adalah waktu yang singkat untuk melakukan penyesuaian baik untuk belanja pegawai maupun untuk belanja modal. Bagi pemda yang selama ini alokasi belanjanya telah memenuhi proporsi sebagaimana ditentukan dalam UU HKPD, pengaturan batas minimal/maksimal belanja bukan merupakan sebuah masalah. Berbeda halnya bagi pemda yang selama ini pembagian belanja pada APBD tidak sesuai dengan proporsi yang telah ditentukan, terutama untuk belanja pegawai.

Sebuah dilema akan dihadapi jika selama ini pemda telah mengalokasikan belanja pegawai melebihi ambang batas. Secara rata-rata nasional, porsi belanja pegawai tercatat sebesar 34,4% dari APBD 2022. Tetapi apabila diperinci per provinsi, porsi masing-masing provinsi akan berbeda-beda. Ada beberapa provinsi yang alokasi belanja pegawainya di bawah 30% namun di beberapa provinsi lain terdapat keseragaman rentang antara 37-38% alokasi belanja pegawai pada APBD.

Pemberlakuan batas maksimal pegawai pada APBD membuka peluang dan tantangan tersendiri bagi pemda. Peluang dapat dinikmati bagi pemda yang selama ini persentase besaran belanja pegawai masih di bawah batas maksimal. Ada ruang untuk dimaksimalkan dengan penambahan komponen belanja pegawai berupa penyesuaian Tunjangan Perbaikan Penghasilan atau Tunjangan Kinerja Daerah. Sedangkan tantangan akan dirasakan bagi pemda yang selama ini dalam alokasi belanja pegawai telah melebihi batas maksimal 30%.

Untuk mencapai persentase maksimal belanja pegawai, perlu strategi yang tepat agar masa transisi selama lima tahun dapat berjalan lancar tanpa gejolak. Persiapan untuk menuju target tersebut seharusnya dimulai oleh pemda sejak saat ini. Semakin dini persiapan yang dilakukan oleh pemda maka risiko terjadinya demotivasi pegawai dapat diminimalisasi.

Hanya ada dua cara yang dapat ditempuh untuk menyesuaikan persentase belanja pegawai pada APBD khususnya bagi pemda yang selama ini di atas batas maksimal. Langkah pertama adalah peningkatan pendapatan daerah terutama dari unsur Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan langkah kedua adalah penataan pegawai yang ada di pemerintah daerah.

Langkah pertama merupakan cara yang diharapkan oleh pemerintah pusat, di mana pemda diharapkan dapat mandiri menggali potensi ekonomi yang dimilikinya sehingga akan mengurangi ketergantungan fiskal yang bersumber dari pemerintah pusat. Meningkatkan PAD akan secara optimal dilakukan apabila tersedia waktu yang cukup untuk menyusun road map pada masing-masing pemda.

Dalam mendukung pencapaian PAD yang optimal, pemerintah pusat telah menyusun regulasi yang berkaitan dengan percepatan digitalisasi lingkup pemda atau yang dikenal dengan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah atau TP2DD. Tujuan dari pembentukan tim ini adalah transparansi dan akuntabilitas transaksi pada pemda baik dari sisi penerimaan maupun belanja yang ada di daerah.

Transaksi-transaksi yang berkaitan dengan pendapatan daerah diharapkan dapat semaksimal mungkin menggunakan instrumen pembayaran non tunai maupun penggunaan kanal pembayaran nontunai. Pada sisi belanja pun diharapkan transaksi nontunai menjadi cara baku dalam penyaluran belanja di daerah.

Selain dari penggunaan transaksi nontunai pada pengelolaan pendapatan daerah, optimalisasi atas pajak dan retribusi daerah harus terus dilakukan. Penggunaan sarana nontunai merupakan langkah untuk meminimalisasi kebocoran, namun tetap harus diperhatikan pula bahwa intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi daerah harus juga dilakukan.

Digitalisasi dengan transaksi nontunai akan kurang bermakna apabila intensifikasi tidak dilakukan. Pendapatan daerah akan stagnan pada jumlah tertentu karena sumber pendapatan hanya terbatas pada sumber pendapatan yang itu-itu saja. Sedangkan intensifikasi tanpa penggunaan transaksi nontunai membuka peluang tidak optimalnya pendapatan karena potensi kebocoran masih terbuka.

Langkah kedua yang dapat dilakukan adalah penataan pegawai yang ada di daerah. Pembatasan besaran maksimal belanja pegawai pada APBD akan memaksa pemda untuk mengubah cara pandang mengenai pegawai. Mungkin sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa pertumbuhan pegawai akan mencapai titik minus growth. Penggunaan teknologi informasi tak ayal akan menjadi pilihan utama di tengah keterbatasan jumlah pegawai baru yang direkrut. Mencoba menambah pegawai melalu jalur non ASN juga bukan merupakan hal yang tepat mengingat ada pembatas lain berupa belanja modal yang akan mengurangi porsi belanja barang dan jasa. Salah satu cara yang mungkin ditempuh adalah melakukan pergeseran pegawai baik intern unit hingga antar unit yang ada di pemda.

Untuk mempertahankan tingkat penghasilan sebagaimana yang diterima selama ini, langkah peningkatan PAD secara proporsional harus terus ditempuh terutama untuk pemda yang mengalokasikan belanja pegawai melebihi angka 30%. Tanpa adanya kenaikan PAD akan membuka peluang terjadinya demotivasi pegawai setelah ketentuan batas maksimal belanja pegawai berlaku. Seandainya demotivasi pegawai sampai terjadi, akan lebih rumit lagi permasalahan yang dihadapi oleh daerah antara menjaga semangat bekerja pegawai dengan pemberian layanan prima kepada masyarakat.

(miq/miq)
Opini Terpopuler
    spinner loading
Opinion Makers
    z
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading