
Petrik Matanasi adalah peneliti sejarah sejak 2007 dengan fokus pada sejarah militer Indonesia. Sejak 2007, sudah menulis ribuan artikel dan lusinan buku sejarah militer di Indonesia. Saat ini bekerja sebagai periset di CNBC Indonesia.
Profil SelengkapnyaSi Vis Pacem, Para Bellum Ala Presiden Rusia Vladimir Putin

Konon tanggal 9 Mei 2022 nanti, yang selalu diperingati sebagai Hari Kemenangan Soviet melawan NAZI Jerman, Presiden Rusia Vladimir Putin hendak mendeklarasikan kemenangannya atas Ukraina dalam perang yang dimulai sejak Februari lalu. Rusia menyerang sejak 24 Februari 2022 dan selama sebulan serangan telah menduduki Berdyansk, Chernihiv, Kharkiv, Odesa, Sumy, dan Kyiv. Anehnya setelah menyerang ibu kota Ukraina, Rusia mengurangi tensi serangannya ke Ukraina. Padahal pemerintah Ukraina belum hancur.
Rupanya kegilaan Putin yang menginvasi Ukraina itu ada batasnya. Deklarasi kemenangan Putin itu, menurut pejabat Amerika Serikat (AS), yang tentu saja sangat politis, katanya Rusia tidak dapat mempertahankan kendali atas daerah-daerah serangan di Ukraina. Putin katanya merasa dalam tekanan hingga dia menunjukkan bahwa dia menang dari Ukraina.
Putin mungkin ingin membuktikan dirinya sedang mengamalkan ajaran pakar perang asal Prusia, yang bernama Carl Phillip Gottfried von Clausewitz (1780-1831). Pemikir perang ini, waktu Napoleon Bonaparte menjadi musuh bersama kerajaan-kerajaan di Eropa, sempat mengabdi sebentar sebagai perwira tentara Rusia.
Pemikiran Clausewitz itu tercatat dalam bukunya yang legendaris, Vom Kriege (1832), yang terbit setelah kematiannya. Buku itu lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul On War. Para pendiri Tentara Nasional Indonesia (TNI) seperti Tahi Bonar Simatupang membaca buku ini ketika masih muda dan pemikiran Clausewitz. Dianggap memengaruhi kebanyakan perwira Belanda yang memimpin usaha menghancurkan Republik Indonesia (RI).
Putin tentu saja berbeda dengan Jenderal Simon Hendrik Spoor yang memimpin tentara Belanda menduduki Yogyakarta, ibu kota RI, pada 19 Desember 1948, hingga membuat Presiden RI dan para pejabat RI lainnya ditawan. Dengan begitu dianggap RI sudah tamat.
Putin nyatanya tidak menamatkan pemerintah Ukraina. Ukraina nyatanya masih ada sebagai negara, meski porak-poranda setelah kedaulatannya diganggu Rusia. Ukraina yang telah dijadikan sebagai media pembelajaran kepada negara-negara barat sudah porak poranda.
Menyerang Ukraina lalu mendirikan pemerintahan boneka yang pro Rusia, tentu butuh dana yang besar bagi Rusia dan sudah pasti hanya akan menghabiskan energi Rusia. Dalam hal Putin jelas-jelas ini tidak ingin meniru apa yang dilakukan AS, dengan dalih terorisme di Irak atau Afganistan dua dekade terakhir. Atau pada lima dekade silam di Vietnam Selatan yang gagal total.
Dalam hal ini Putin melakukan apa yang dipikirkan Clausewitz. Putin tahu memakai kekerasan kepada pihak lain agar mengikuti kehendak kita adalah perang. Clausewitz tentu saja memikirkan itu satu setengah abad sebelum Putin lahir. Perang, bagi Clausewitz dan Putin dalam kasus perangnya kepada Ukraina, tidaklah harus membuat musuh menjadi hancur sampai habis.
"Bahkan ketika kita tidak dapat berharap untuk mengalahkan musuh secara total, tujuan langsung dan positif yang masih dimungkinkan," sabda Clauswitz. Membuat musuh terus hidup sebagai dirinya, dalam perkara Putin membiarkan Ukraina tetap sebagai negara, tapi bisa menyampaikan pesan Rusia kepada barat dan Ukraina agar "jangan ada NATO di antara kita" bisa tersampaikan dengan cara gilanya menyerang Ukraina.
"Objek politik adalah tujuan, perang adalah sarana untuk mencapainya, dan sarana dapat tidak pernah dianggap terpisah dari tujuannya," kata Clausewitz. Jadi dalam hal ini ketiadaan NATO di Ukraina, yang dalam sejarah seharusnya sudah usang karena Pakta Warsawa sudah bubar bersama bubarnya Uni Soviet.
Putin seperti hendak memaksakan sebuah perdamaian kepada Ukraina dan negara-negara Barat yang menginginkan NATO ada Ukraina. Si vis pacem, para bellum. Barang siapa ingin berdamai harus siap berperang. Itulah yang ada di kepala Putin.
Setelah Putin mengirimkan pesannya kepada negara barat yang masih ingin NATO mendekati kulit Rusia lewat Ukraina, kini Putin tentu saja sedang menunggu sikap dari negara barat atas posisi NATO di Ukraina. Sepertinya belum ada tanda-tanda dari barat untuk berdamai seperti yang diinginkan oleh Putin.
Negara-negara barat juga belum secara terbuka memulai tindakan nyata untuk menjadikan Vladimir Putin bernasib seperti Adolf Hitler dan menduduki Rusia. Barat masih membisu.