MoU Kapal Selam PT PAL-Naval Group dan Kesiapan Indonesia

Alman Helvas Ali, CNBC Indonesia
24 February 2022 21:27
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali adalah konsultan pada Marapi Consulting and Advisory dengan spesialisasi pada defense industry and market. Pernah menjadi Country Representative Indonesia untuk Jane’s Aerospace, Defense & Security pada tahun 2012-2017. Sebagai konsultan.. Selengkapnya
Scorpene (NavalGroup.com)
Foto: Scorpene (navalgroup.com)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu momentum penting dalam lawatan Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly ke Jakarta pada 10 Februari 2022 adalah penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Naval Group dengan PT PAL Indonesia tentang kerja sama riset dan pengembangan kapal selam. MoU ini strategis karena dapat menjadi pembuka bagi Naval Group untuk mengisi pasar kapal selam Indonesia. Bagaimanapun, Naval Group dan Prancis berkepentingan melakukan penetrasi pasar ke Indonesia sebagai bagian dari strategi Indo-Pasifik Prancis. Terlebih lagi, dalam acara penandatanganan MoU tersebut, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto mengemukakan niat Indonesia untuk membeli dua kapal selam dari Prancis.

Apabila pada akhirnya Indonesia memberikan kontrak akuisisi dua kapal selam kepada Naval Group tahun ini, perkembangan demikian akan dipandang sebagai pencapaian strategis bagi galangan Prancis tersebut dan tantangan bagi PT PAL Indonesia. Ambisi PT PAL Indonesia untuk menguasai desain dan pengembangan kapal selam telah menjadi pengetahuan umum, namun bukan rahasia pula bahwa terdapat jurang yang besar antara ambisi dan kemampuan saat ini yang dipunyai oleh galangan tersebut. Kinerja kapal selam DSME 209/1400 yang tidak bagus membuat citra BUMN ini menjadi negatif, walaupun sebenarnya kapal selam itu diproduksi oleh DSME, hendaknya menjadi pelajaran berharga yang tidak terulang lagi dalam waktu ke depan. Tantangan bagi PT PAL Indonesia muncul karena hampir dapat dipastikan perseroan ini akan terlibat dalam konstruksi kapal selam kelas Scorpene.

Detail pelibatan firma ini belum jelas karena tergantung dari kesepakatan antara Kementerian Pertahanan dengan Naval Group. Akan tetapi muncul dugaan bahwa konstruksi kapal selam pesanan Indonesia nanti akan dilaksanakan di fasilitas PT PAL Indonesia dan bukan di fasilitas Naval Group di Prancis. Apabila dugaan ini benar, maka pemotongan baja pertama, konstruksi lambung kapal, modules/section grand assembly, test and trial hingga torpedo live firing akan dilaksanakan di Indonesia. Terkait hal itu, setidaknya terdapat tiga tantangan akan dihadapi oleh BUMN pertahanan Indonesia dalam konstruksi kapal selam kelas Scorpene.

Pertama, fasilitas produksi. Apabila kontrak antara Kementerian Pertahanan dan Naval Group terwujud, maka PT PAL Indonesia akan membelanjakan sebagian dana Penanaman Modal Negara (PMN) Rp 1,28 triluun untuk memenuhi kebutuhan peralatan produksi yang sesuai dengan spesifikasi kapal selam kelas Scorpene. Merupakan tanggungjawab PT PAL Indonesia untuk melengkapi kebutuhan fasilitas kapal selam karena Kementerian Keuangan telah mengucurkan PMN tambahan agar produksi kapal selam dapat dilaksanakan di Indonesia. Diharapkan pembelanjaan PMN yang sesuai dengan kebutuhan produksi dapat menghilangkan salah satu bottleneck dalam rencana produksi kapal selam.

Kedua, kesiapan sumber daya manusia (SDM). Isu manpower planning bersifat krusial yang memerlukan perhatian karena konstruksi kapal selam sangat mungkin akan bersamaan dengan pengerjaan konstruksi fregat Arrowhead 140 dari Babcock. Belum lagi pembangunan kapal perang lainnya seperti KCR 60 dan LPD apabila Kementerian Pertahanan memberikan kontrak baru kepada PT PAL Indonesia. Tanpa manpower planning yang matang dalam program pembangunan kapal selam, kelancaran konstruksi kapal selam bisa terhambat karena konstruksi kapal selam kelas Scorpene maupun fregat Arrowhead 140 merupakan dua program besar dengan tingkat kompleksitas yang tinggi.

Ketiga, kerahasiaan teknologi. Terdapat kemungkinan dalam satu atau dua tahun ke depan, Kementerian Pertahanan akan memberikan kontrak kepada galangan lain untuk melakukan perbaikan tiga kapal selam DSME 209/1400. Karena fasilitas kapal selam hanya memiliki satu hangar, maka pekerjaan konstruksi kapal selam kelas Scorpene dan perbaikan kapal selam DSME 209/1400 akan berlangsung di tempat yang sama. Dengan alasan kerahasiaan teknologi, dapat dipastikan Naval Group akan meminta adanya pemisahan area kerja antara dengan galangan yang mendapatkan kontrak perbaikan kapal selam buatan Korea Selatan.

Baik Kementerian Pertahanan, maupun PT PAL Indonesia, harus sejak dini menyusun skenario apabila mendapatkan dua paket kontrak terkait kapal selam dari dua firma yang berbeda. Bagaimana memastikan terciptanya kawasan terbatas di dalam hanggar kapal selam itu sendiri, sehingga ada pemisahan produksi kapal selam asal Prancis dengan perbaikan kapal selam buatan Korea Selatan. Begitu pula dengan kepastian bahwa para insinyur dan tenaga terampil lainnya yang terlibat dalam program kapal selam Scorpene tidak terlibat dalam program perbaikan kapal selam DSME 209/1400 dan sebaliknya. Perlu diingat bahwa Naval Group tidak ingin mengulangi terjadi kebocoran dokumen-dokumen teknis kapal selam Scorpene seperti yang terjadi pada 2016.


(miq/miq)

Tags

Related Opinion
Recommendation