Memacu Inovasi Layanan Publik dengan Hyperscale Cloud

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Banyak kejadian sepanjang tahun 2020. Tahun ini tentunya telah mengubah cara kita bekerja dan menggunakan teknologi untuk mendukung kenormalan baru (new normal).
Di Indonesia khususnya, kita sudah melihat percepatan dalam penggunaan teknologi digital selama masa pandemi.
Berbagai organisasi di sektor publik maupun swasta yang sebelum krisis terjadi merasa aman mulai menyadari bahwa mereka juga rentan terhadap risiko dari eksternal.
Secara umum, perusahaan-perusahaan yang cepat beradaptasi secara lincah (agile) akan bertahan menghadapi krisis dan menjadi yang terdepan. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang tidak lincah beradaptasi harus berjuang keras untuk transformasi agar bisa survive.
Akselerasi digital ini akan terus mewarnai dunia teknologi dan bisnis hingga 2021, terutama karena kita mengambil langkah lebih besar menuju ekonomi digital yang lebih maju. Untuk membantu agar berbagai organisasi di Indonesia bisa lebih siap, di bawah ini adalah sejumlah prediksi tren yang akan muncul dalam 12 bulan mendatang.
1. Implementasi strategi akan membutuhkan kelincahan karena pemerintah dan dunia usaha mengharapkan perubahan yang siginifikan dari kuartal ke kuartal untuk menghadapi pertumbuhan ekonomi yang tidak merata
Ketika negara-negara di kawasan ini dan dunia mulai melihat kehidupan pasca pandemi COVID-19, kita akan melihat orang-orang secara bertahap mulai kembali ke tempat kerja.
Tapi pemulihan yang terjadi tidak akan merata. Di Indonesia dan wilayah ASEAN yang lebih luas, negara-negara dan perekonomian mereka saling terkoneksi secara erat. Jadi sekalipun pemulihan di satu negara berjalan lancar, sebelum para pemain besar internasional kembali berkiprah secara normal, ketidakpastian dunia akan terus berlanjut.
Akibatnya, pemulihan pertumbuhan yang tercipta tidak akan merata. Untuk menghadapinya, perusahaan-perusahaan akan membutuhkan kelincahan untuk mengubah strategi dan pengeluaran dari kuartal ke kuartal untuk memastikan agar mereka bisa bereaksi terhadap perubahan situasi makro. Keinginan untuk mengeluarkan belanja modal yang besar untuk memenuhi kebutuhan IT tradisional akan digantikan oleh kelincahan secara tepat waktu.
Pendekatan tradisional terhadap teknologi tidak bisa menciptakan kelincahan seperti ini. Sebaliknya, perusahaan dan pemerintah akan cenderung beralih ke model berlangganan bukannya model kontrak jangka panjang atau kontrak yang bersifat mengunci (locks-in) guna memastikan agar mereka memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan dan berinovasi di tengah ketidakpastian.
Model penggunaan teknologi secara berlangganan yang anggarannya meningkat seiring pertumbuhan perusahaan (pay-as-you-grow) yang mendorong strategi "fail fast" yang dapat mendeteksi risiko kegagalan secara cepat. Strategi ini akan mengimbangi adanya keharusan untuk berinovasi dengan faktor risiko yang lebih kecil.
2. CIO sukses memberi pembuktian sehingga digitalisasi kini menjadi prioritas utama bagi BOD
Terlepas dari sejauh mana mereka tertinggal dibandingkan sebelum masa Covid-19, berbagai negara dan perusahaan akan didorong ke level baru digitalisasi dalam 12 bulan mendatang.
Setiap organisasi akan harus memikirkan kembali model mereka - bahkan jika kita mencoba kembali ke model lama (yang tidak akan kita lakukan), lingkungan dan ekspektasi orang telah berubah. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan yang paling rapuh sekali pun harus lincah.
Mereka itu termasuk 64 juta Usaha Mikro, Kecil & Menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Saat ini hanya 16% dari UMKM Indonesia yang sudah melakukan digitalisasi, sehingga peluang mempercepat upaya transformasi sangat besar.
Pemerintah Indonesia juga memainkan peran yang aktif dalam mendorong perkembangan ekonomi digital dengan diluncurkannya program Bekraf Digital Talent and Go Startup Indonesia yang menyoroti pentingnya digitalisasi untuk pemulihan ekonomi Indonesia.
Sebelumnya, digitalisasi adalah prioritas Chief Information Officer (CIO), namun CEO dan anggota BOD lain tidak memberi perhatian yang sama. Tapi hal ini berubah secara cepat ketika pandemi melanda, sehingga kekuatan yang dapat mendorong transformasi digital akhirnya diakui di seluruh lingkungan perusahaan.
Digitalisasi akan tetap jadi prioritas utama di tahun 2021 karena memiliki kemampuan digital di level yang tepat sangat vital bagi kelincahan dan kelangsungan bisnis.
Dengan demikian, CIO akan semakin berperan dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan bisnis melalui investasi teknologi mereka yang memberi pembuktian secara luar biasa. Perubahan persepsi mengenai IT yang sebelumnya dianggap sebagai sumber pemborosan aggaran (cost center) menjadi pendorong bisnis utama juga akan mengalami akselerasi. Disadari atau tidak, setiap perusahaan kini adalah perusahaan teknologi.
3. Ketika pemahaman dan penggunaan cloud semakin berkembang, CIO akan mendorong strategi hybrid- dan multi-cloud
Beberapa tahun lalu banyak perusahaan di ASEAN termasuk Indonesia ingin menggunakan teknologi cloud untuk pertama kalinya demi mengejar ketertinggalan dari perusahaan-perusahaan lain di AS. Tapi mereka menyadari bahwa banyak aplikasi penting atau aplikasi lama yang sangat penting bagi bisnis tidak bisa dijalankan di cloud.
Perusahaan-perusahaan ingin memiliki kemampuan seperti cloud namun juga ingin memiiki kebebasan memilih dan fleksibilitas. Tidak ada perusahaan yang ingin terkunci pada satu teknologi tertentu.
Oleh karena itu, CIO akan mulai mendorong strategi hybrid- dan multi-cloud, atau paling tidak memastikan adanya jaminan bahwa aplikasi dapat berpindah dari satu cloud ke cloud lain tanpa gangguan karena mereka semakin paham mengenai cloud.
Secara global kami sudah melihat banyak perusahaan mulai memodernisasi aplikasi mereka dan beralih ke strategi "cloud first" atau menjadikan cloud sebagai prioritas.
Namun kemudian mereka menghadapi jalan buntu ketika mendapati bahwa aplikasi-aplikasi penting tidak bisa bermigrasi secara efisien atau didesain ulang menjadi model yang ramah cloud. Untuk mengatasinya diperlukan strategi hybrid- dan multi-cloud guna mencari keseimbangan antara keinginan untuk mendapatkan kelincahan cloud dengan pertimbangan biaya, sehingga operasional bisnis tetap terjaga.
Banyak pemimpin bisnis, bahkan mereka yang cenderung konvensional, semakin mempertimbangkan pentingnya mengelola sumber daya mereka tanpa beban tambahan biaya dari kontrak yang mengunci (lock-in) dalam mengoperasikan public cloud dengan biaya yang disesuaikan dengan penggunaan.
Dengan menerapkan strategi hybrid- atau multi-cloud perusahaan-perusahaan setiap kuartal memiliki kelincahan yang dibutuhkan sampai kapanpun di masa depan. Mereka juga akan belajar memiliki wawasan jauh ke depan dan menghindari agar tidak terkunci pada pada sesuatu yang mungkin saja tidak berfungsi di kuartal depan, ketika dunia tiba-tiba berbeda sama sekali.
Ada satu hal yang akan dibawa perusahaan dari tahun 2020 untuk diterapkan dalam strategi 2021: perubahan disruptif tidak bisa dielakkan. Fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi harus jadi inti pemikiran bisnis.