Hati-hati, Jawa Terancam Oversupply Terminal Kontainer

Siswanto Rusdi, CNBC Indonesia
08 April 2020 08:20
Siswanto Rusdi
Siswanto Rusdi
Siswanto Rusdi adalah pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), lembaga pengkajian yang fokus di bidang pelayaran, pelabuhan, MET (Maritime Education and Training (MET), dan keamanan maritim. Ia berlatar belakang pendidikan pascasarja.. Selengkapnya
Proyek Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat, dipastikan akan terus digeber.
Foto: Pelabuhan Patimban (Detik/Trio Hamdani)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Proyek Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat, dipastikan akan terus digeber, tidak bakal ada penundaan sejengkal pun. Desakan dari berbagai ekonom senior dalam negeri agar pemerintah menunda berbagai proyek infrastruktur bernilai fantastis di tengah merebaknya wabah virus corona pun tampaknya angin lalu.

Desakan untuk mengalihkan duit yang dialokasikan ke proyek-proyek besar untuk memerangi pandemi Covid-19 yang mematikan tersebut sepertinya tidak menyurutkan langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menuntaskan pembangunan fasilitas itu. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Demikianlah kira-kira analogi sikap instansi itu.

Terbukti, Kemenhub baru saja menuntaskan market confirmation terhadap perusahaan yang berminat mengelola pelabuhan yang sebagian besar biaya pembangunannya dibayari oleh pinjaman (loan) dari Jepang.

Hati-hati, Jawa Terancam Oversupply Terminal KontainerFoto: Ditemani Dua Stafsus Milenial, Jokowi Cek Pelabuhan Patimban/Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden


Sejauh ini ada delapan perusahaan yang menyatakan berminat menjadi operator pelabuhan Patimban. Empat merupakan badan usaha swasta dan disebut-sebut meliputi Astra Infrastruktur, Nusantara Pelabuhan Handal, Samudera Indonesia dan Teknologi Riset Global. Belakangan terdengar kabar bahwa Nusantara Pelabuhan Handal sudah mengundurkan diri beberapa bulan sebelumnya.

Empat korporasi tersisa adalah BUMN pelabuhan, PT Pelabuhan Indonesia I hingga IV. Saya sempat menanyakan kepada salah seorang petinggi Pelindo I Medan, Sumatra Utara, apakah perusahaannya berminat menjadi operator pelabuhan Patimban? Tidak jawabnya.

Sampai tulisan ini diselesaikan penulis tidak berhasil mengkonfirmasi minat Pelindo IV Makassar, Sulawesi Selatan. Sehingga, perusahaan pelabuhan pelat merah yang berminat menjadi operator pelabuhan Patimban tersisa Pelindo II Jakarta dan Pelindo III Surabaya. Keterlibatan keduanya sudah dibenarkan oleh jajaran petinggi perusahaan.

Seperti yang diberitakan oleh media, empat perusahaan swasta tadi sudah dikonfirmasi satu per satu melalui video conference beberapa waktu lalu dan nantinya akan ada risalah untuk masing-masing sesi konfirmasi. Sayangnya, tak jelas siapa saja keempat perusahaan swasta ini. Sementara, konfirmasi terhadap Pelindo entah kapan akan diadakan. Kita tunggu sajalah.

Proses market confirmation merupakan bagian dari upaya Kemenhub agar pelabuhan Patimban bisa beroperasi terbatas pada September 2020. Instansi itu sebelumnya merencanakan operasi terbatas itu pada Mei nanti namun terpaksa diundur karena back up area belum siap dan beberapa pekerjaan konstruksi masih belum kelar. 

Hati-hati, Jawa Terancam Oversupply Terminal KontainerFoto: Ditemani Dua Stafsus Milenial, Jokowi Cek Pelabuhan Patimban/Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden


Oversupply Terminal Kontainer
Penulis tidak hendak mengulas lebih jauh aksi "kejar tayang" Kemenhub. Biarlah mereka menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Penulis sepenuhnya sadar soal menunda dan mengalihkan dana proyek adalah dua isu yang teramat jauh di luar tupoksi instansi tersebut.

Keputusan untuk urusan itu ada dalam genggaman Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepenuhnya. Dan, sejauh ini, dia sudah memutuskan bahwa pembiayaan untuk memerangi Covid-19 dicarikan dari sumber lain, termasuk dengan membuat utang baru dan memangkas, antara lain, dana abadi pendidikan.

Karena itu, proyek-proyek infrastruktur yang sudah jalan tetap saja mengalir seperti sedia kala, tidak ada penundaan dan pengalihan alokasi pembiayaan sama sekali. Alias business as usual.

Jika pelabuhan Patimban beroperasi kelak -dalam rencana yang dioperasikan dalam tahap awal adalah terminal kendaraan dan terminal kontainer- isu oversupply alias kelebihan pasokan terminal peti kemas, khususnya di Jawa, akan makin dalam saja komplikasinya. Hal inilah yang ingin saya elaborasi.

Terminal kontainer pelabuhan itu dipersiapkan untuk mampu menangani sekitar 3,5 juta twenty-foot equivalent unit (TEU). Masalahnya, di daerah lain di pulau Jawa bertebaran juga fasilitas sejenis dengan kapasitas yang lumayan besar.

Dimulai dari Jakarta. Pelabuhan Tanjung Priok -pelabuhan utama di bawah manajemen Pelindo II- yang berada di bagian utara ibu kota punya empat terminal peti kemas dengan total kapasitas mencapai 5.500.000 TEU. Perinciannya: JICT 2,5 juta TEU, TPK Koja 1 juta TEU, NPCT-1 1,5 juta TEU dan Mustika Alam Lestari 400.000 TEU. Semua fasilitas ini melayani hanya peti kemas internasional. Adapun peti kemas domestik dilayani di terminal lain yang dikelola anak usaha Pelindo II, PT Multi Terminal Indonesia (IPC Logistics).

Lalu, di Semarang, Jawa Tengah. Di kota ini terdapat pelabuhan Tanjung Emas yang juga mengoperasikan terminal kontainer. Kapasitasnya 1.577.417 TEU (147.904 merupakan kapasitas terminal peti kemas domestik sementara 1.429.513 TEU terminal peti kemas internasional).

Bergeser sedikit lebih ke timur, tepatnya di kota Surabaya, terdapat terminal peti kemas Surabaya yang berada di dalam area pelabuhan Tanjung Perak. Terminal ini dan terminal peti kemas Tanjung Emas sama-sama berada dalam naungan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III. Kapasitas Terminal Peti Kemas Surabaya atau TPS sebesar 2.776.248 TEU, terdiri dari 2.509.292 TEU untuk kontainer internasional dan 266.956 TEU peti kemas domestik.

Di samping TPS, di pelabuhan Tanjung Perak juga terdapat terminal peti kemas lain seperti Terminal Jamrud (101.151 TEU), Terminal Mirah (235.233 TEU) dan Terminal Nilam (543.322 TEU). Last but not least, di sini ada pula Terminal Berlian -di bawah manajemen PT Berlian Jasa Terminal Indonesia, anak usaha Pelindo III- dengan kapasitas 1.499.987 TEU.

Di luar area pelabuhan Tanjung Perak, Pelindo III juga memiliki terminal peti kemas lain, yaitu Terminal Teluk Lamong. Kapasitasnya 1.629.984 TEU, meliputi 664.459 TEU untuk peti kemas domestik dan 965.525 TEU peti kemas internasional.

Ada hal menarik yang bisa dicatat seputar kapasitas pelayanan peti kemas Pelindo III. Menggandeng PT Aneka Kimia Raya (AKR), korporasi saat ini tengah mengembangkan Java Integrated Industrial Port Estate atau JIIPE yang di dalamnya bakal ada fasilitas pelabuhan/terminal, termasuk terminal kontainer. Sayangnya, tak jelas berapa kapasitas bakal terminal ini.


Grup Maspion tidak tinggal diam meramaikan bisnis terminal peti kemas di Jawa Timur. Disaksikan oleh Presiden Jokowi di Istana Bogor tahun lalu, Alim Markus, CEO Grup Maspion, akan menambah kapasitas pelayanan kontainer di provinsi tersebut hingga 3 juta TEU. Sang taipan menggandeng Dubai Port World (DP World) bersinergi mengembangkan terminal peti kemas yang terdapat di kawasan industri miliknya di Manyar, Gresik.

Singkat cerita, total kapasitas terminal peti di pulau Jawa saat ini sekitar 13.863.342 TEU. Jika terminal peti kemas pelabuhan Patimban (3.5 juta TEU) dan Manyar (3 juta TEU) beroperasi nantinya, maka agregatnya mencapai 20.363.342 TEU. Ini jelas tidak baik. Kok bisa?

Sudah menjadi rahasia umum, pergerakan kontainer di Indonesia, termasuk di pulau Jawa, bersifat end-to-end. Artinya, peti kemas, khususnya impor, masuk ke sebuah terminal/pelabuhan, diproses clearance-nya, selanjutnya dikirim langsung ke end destination-nya. Biasanya pabrik yang berada di hinterland atau daerah belakang terminal/pelabuhan yang bersangkutan. Sangat sedikit dari peti kemas impor itu yang dikirim kembali (transshipped) ke daerah lain.

Dengan banyaknya terminal kontainer di pulau Jawa, sementara arus peti kemas cenderung tetap ke suatu terminal tertentu, maka investasi penambahan kapasitas baru berpeluang mangkrak.

Bagi operator terminal kontainer yang ada kondisi ini jelas membuat mereka makin tersengal menarik nafas. Hal ini terjadi karena pemerintah masih saja mengizinkan pendirian/pembangunan terminal atau pelabuhan baru tanpa memikirkan aspek supply dan demand-nya.


(tas/tas)

Tags

Related Opinion
Recommendation