Jiwasraya dan Mitigasi Risiko Bisnis Bancassurance

Irvan Rahardjo, CNBC Indonesia
15 October 2018 09:29
Irvan Rahardjo
Irvan Rahardjo
Analis senior bidang Perasuransian. Memiliki 38 tahun pengalaman di bidang industri asuransi. Arbiter Badan Mediasi & Arbitrase Asuransi Indonesia (2015 - sekarang), Direktur Asuransi Jasindo ( 2001) Komisaris Independen AJB Bumiputera (2012 -2013). Lulusa.. Selengkapnya
Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan asuransi plat merah tersebut.
Foto: Jiwasraya (CNBC Indonesia/Ranny Virginia Utami)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Asuransi Jiwasraya ( Persero ) melayangkan surat bertanggal 10 Oktober 2018 ke sejumlah mitra bancassurance menyatakan keterlambatan pembayaran polis asuransi JS Proteksi Plan yang jatuh tempo. Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan asuransi plat merah tersebut. Nilainya mencapai Rp 802 miliar. Ada tujuh bank yang memasarkan produk JS Proteksi Plan Jiwasraya. Yakni Bank Tabungan Negara (BTN ), Standard Chartered Bank, Bank KEb Hana Indonesia, Bank Victoria , Bank ANZ , Bank QNB Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Sejarah dan manfaat bancassurance

Penjualan produk asuransi melalui jalur distribusi bank ini diperkenalkan pada tahun 1970-an dan mulai dipasarkan di pada tahun 1980-an di Perancis. Bancassurance kemudian berkembang pesat di Eropa dan menyusul di Asia.

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) beberapa tahun terakhir menunjukkan kontribusi bancassurance semakin signifikan bahkan berkontribusi lebih besar ketimbang kanal pemasaran keagenan. Data AAJI tentang kinerja asuransi hingga akhir 2016 menunjukkan pendapatan premi dari bancassurance tumbuh sebesar 74,1 persen (yoy ). Premi dari kanal agen tumbuh sebesar 6,2 persen. Sebesar 17, 7 persen bersumber dari kanal pemasaran alternative yang tumbuh 14, 7 persen. Dari total premi industri asuransi jiwa 2016 yang tercatat Rp 167,04 triliun kanal pemasaran bancassurance berkontribusi 43, 3 persen atau mencapai Rp 72,33 triliun. Pada periode yang sama jalur distribusi keagenan berkontribusi 38, 9 persen atau mencapai kisaran Rp 64, 98 triliun.

Data AAJI jumlah agen asuransi berlisensi tercatat sebanyak 543.192 orang hingga akhir 2016, tumbuh sebesar 6, 0 persen . tenaga pemasaran dari saluran bancassurance tumbuh 7, 1 persen menjadi 26.374 orang dan dari saluran alternative tumbuh 34, 7 persen menjadi 23.554 orang .

Produk bancassurance paling banyak dipraktekkan selama ini berupa penggabungan produk tabungan dari bank dengan produk asuransi jiwa dari asuransi .

SE OJK 32/SEOJK.05/2016 tentang Saluran Pemasaran Produk Asuransi Melalui Kerjasama Dengan Bank ( bancassurance ) menegaskan mekanisme kerjasama bancassurance dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga model bisnis yakni referensi , kerjasama distribusi atau integrasi produk . Untuk model bisnis referensi dan kerjasama distribusi asuransi menanggung resiko atas produk yang dipasarkan . Untuk model bisnis integrasi produk asuransi bertanggung jawab atas resiko dari produk asuransi dan bank bertanggung jawab atas resiko dari produk perbankan. Perusahaan yang memasarkan produk asuransi harus memenuhi tingkat kesehatan keuangan .OJK dapat menghentikan bancassurance dalam hal OJK menilai berdampak negatif terhadap kesehatan keuangan perusahaan .

Mengapa bancassurance?

Setidaknya ada tiga alasan bagi asuransi mengembangkan saluran distribusi bancassurance

Pertama, upaya melakukan penetrasi pasar dari sumber perbankan diluar aksi merger dan akuisisi ( M & A ) dan kerjasama ekslusif dengan bank mengingat sejumlah bank swasta nasional dan persero telah memiliki mitra strategis atau anak usaha dibidang asuransi.

Kedua, tuntutan strategis korporasi untuk mengembangkan usaha secara anorganik baik di tingkat domestik maupun regional . Bagi asuransi asing , bancassurance menjadi sarana efektif agar tetap berada di papan atas pasar domestik.

Ketiga, dorongan untuk menghasilkan volume bisnis yang besar dengan biaya distribusi yang lebih murah .

Keempat keterbatasan OPEX dan CAPEX asuransi berupa sumber daya manusia , teknologi dan infrastruktur asuransi untuk mengembangkan jaringan pemasaran sendiri

Risiko Bancassurance

Produk asuransi dalam bancassurance bukan produk perbankan dan tidak dianggap sebagai simpanan dari bank , tidak dijamin oleh bank serta bukan bagian dari program penjaminan yang dijamin oleh LPS berdasar UU 24/2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan paling banyak Rp 2 miliar untuk setiap nasabah pada satu bank.

Ada beberapa potensi resiko yang harus dapat dimitigasi pada kanal bancassurance.

Pertama, resiko reputasi dan hukum Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU) tanggal 11 November 2014 bahwa perjanjian bancassurance antara Bank Rakyat Indonesia ( BRI ), BRIngin Life dan Heksa melanggar Pasal 15 (2) dan 19 a) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat . KPPU mengenakan denda sebesar Rp 25 miliar, 19 miliar, dan 13 miliar pada BRI, BRIngin Life. Walau ujung dari perkara itu KPPU harus menelan pil pahit setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasinya dalam perkara bancassurance tersebut.

Menurut KPPU, pelanggan harus bebas untuk memilih asuransi jiwa untuk menutup hipotek mereka sebagaimana diatur oleh Surat Edaran Bank Indonesia No 12/35 / DPNP tanggal 23 Desember 2010 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) . Bahwa bank harus menawarkan kepada nasabah hipotek asuransi setidaknya dari tiga asuransi.

Kedua, resiko tata kelola Untuk menjadi mitra banccassurance , beberapa bank mensyaratkan licence fee yang bersifat biaya tetap dibayar dimuka baik ada maupun tidak ada realisasi bisnis.

Praktek licence fee harus dilihat dalam kaitan POJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Bahwa perusahaan asuransi dilarang untuk menawarkan atau memberikan sesuatu langsung maupun tidak langsung kepada pihak lain untuk mempengaruhi pengambilan keputusan terkait transaksi asuransi.

Diatur juga dalam SE Bank Indonesia tersebut diatas bahwa bank wajib memantau, menganalisa dan mengevaluasi kinerja dan reputasi perusahaan asuransi mitra bank secara berkala paling lama sekali dalam 1 tahun, atau sewaktu waktu apabila terjadi perubahan kondisi kinerja dan atau reputasi perusahaan asuransi mitra yang diketahui melalui berbagai sumber informasi dan bank dilarang bekerja sama bidang asuransi atas perusahaan asuransi yang merugi.

Rencana bisnis yang dibuat bank untuk mendukung rencana aksi bancassurance tidak selalu sesuai dengan kriteria underwriting yang ditetapkan asuransi. Margin bunga bersih hasil investasi dana nasabah harus memberikan surplus yang berkelanjutan setelah dikurangi biaya distribusi dan biaya akuisisi kanal bancassurance.

Ketiga, permasalahan pada saat pemutusan kerjasama dan kontrak polis.

Bancassurance acap menimbulkan persoalan kualitas kolektibilitas premi, rekonsiliasi bank serta pengembalian premi dan komisi pada saat terjadi pemutusan kerjasama ataupun kontrak polis bila tidak cukup dibentuk cadangan . Produk bancassurance yang umumnya berjangka pendek kerap tidak sesuai dengan horizon investasi yang umumnya berjangka panjang hingga menyebabkan mis match yang menggerus solvabilitas.

Keempat, permasalahan pajak dan akuntansi . Perlu diwaspadai berbagai bentuk transfer pricing yakni pembebanan yang berlebih pada tingkat usaha patungan hingga merugikan mitra lokal pada periode start up bancassurance untuk keuntungan mitra asuransi asing apabila terkait dengan mitra bank asing.




(dru)

Tags

Related Opinion
Recommendation