Wakil Ketua MPR Beberkan Cara RI Lepas Dari Jeratan Impor Energi

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Senin, 29/12/2025 19:30 WIB
Foto: Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno memberi pemaparan dalam diskusi panel di acara Waste to Energy Investment Forum 2025 dengan tema ”Economic Gains, Environmental Wins” di Gedung Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (19/11/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Eddy Soeparno membeberkan jurus supaya Indonesia bisa segera terlepas dari jeratan impor energi. Dia mengatakan terdapat paradoks besar dalam pengelolaan energi nasional.

Negara yang kaya raya atas sumber daya alam justru masih bergantung pada pasokan luar negeri untuk kebutuhan harian.

Eddy menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki cadangan energi fosil dan potensi energi terbarukan yang sangat melimpah. Namun, kebutuhan dasar masyarakat seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga Liquefied Petroleum Gas (LPG) masih sangat bergantung pada keran impor.


"Tetapi di tengah-tengah keberlimpahan sumber energi yang kita miliki, baik itu fosil maupun sumber energi terbarukan, kita hari ini masih mengimpor energi untuk kebutuhan sehari-hari. Kita impor energi untuk kebutuhan BBM kita, kita impor untuk kebutuhan memasak kita, LPG-nya, kita masih mengimpor diesel," ujar Eddy dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (29/12/2025).

Nah, satu-satunya jalan keluar, kata Eddy, adalah dengan melakukan percepatan transisi energi. Pengembangan energi terbarukan, dinilai menjadi solusi untuk mencapai kemandirian energi sekaligus mengurangi ketergantungan impor.

"Jadi paradoks energi yang kita hadapi sekarang ini perlu kita segera hentikan. Caranya bagaimana? Caranya salah satunya adalah kita melakukan transisi energi. Karena sumber-sumber energi kita yang berupa sumber energi terbarukan di dalam negeri jumlahnya sangat besar," tambahnya.

Pemerintah sendiri telah menyusun rencana melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN untuk membangun pembangkit listrik baru hingga tahun 2034. Mayoritas pembangkit tersebut akan bersumber dari energi hijau sebagai langkah nyata mengurangi porsi energi fosil secara bertahap.

"Sampai dengan tahun 2034 kita sudah berkomitmen kita akan membangun hampir 70 gigawatt pembangkit baru, di mana di antaranya 52 gigawatt itu datang dari energi baru dan energi terbarukan," jelas," paparnya.

Meski begitu, Eddy mengingatkan bahwa transisi tersebut membutuhkan biaya jumbo. Indonesia memerlukan investasi hingga ribuan triliun rupiah dalam satu dekade ke depan untuk merealisasikan infrastruktur energi bersih tersebut.

"Kebutuhan untuk pengembangan 10 tahun yang akan datang, kita membutuhkan dana investasi hampir US$ 190 miliar. Atau kurang lebih Rp 3.400 triliun," tandasnya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DPR, Pengusaha, Bankir Soal Tantangan Wujudkan Ketahanan Energi