Pemerintah Resmi Luncurkan Program Biodiesel B40
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi meluncurkan program campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40 pada 1 Januari 2025. Hal ini menandai babak baru terkait kebijakan energi nasional dalam memperkuat ketahanan energi.
Berita terbitnya B40 menjadi salah satu yang ramai dibaca di tahun 2025 ini. Sehingga, ini menjadi salah satu pemberitaan yang layak masuk ke dalam Big Stories CNBC Indonesia 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya menuju penggunaan energi yang lebih bersih sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap produk impor.
"Kementerian ESDM baru selesai melakukan rapat internal membahas secara detail terkait urusan biodiesel. Kami telah memutuskan peningkatan biodiesel dari B35 ke B40, dan hari ini kami umumkan sudah berlaku mulai 1 Januari 2025," ujar Bahlil beberapa waktu lalu dikutip Selasa (24/12/2025).
Menurut Bahlil, kebijakan ini juga sejalan dengan agenda Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto terkait ketahanan dan swasembada energi, serta target pemerintah mencapai net zero emission di tahun 2060. Pemerintah bahkan menyiapkan rencana peningkatan lebih lanjut ke B50 pada 2026.
"Kalau ini berjalan baik, atas arahan Presiden Prabowo, kita akan mendorong implementasi B50 pada 2026 dan kalau ini kita lakukan, maka impor kita terhadap solar, Insya Allah dipastikan sudah tidak ada lagi di tahun 2026. Jadi program (mandatori biodiesel) ini bagian daripada perintah Presiden tentang ketahanan energi dan mengurangi impor," imbuh Bahlil.
Sementara, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengungkapkan program mandatori BBN ini dapat mengurangi impor BBM, sehingga menghemat devisa.
Setidaknya, penghematan devisa untuk B40 sebesar Rp147,5 triliun, sedangkan untuk B35 dapat menghemat Rp122,98 triliun. Dengan demikian terjadi penghematan devisa sekitar Rp25 triliun dengan tidak mengimpor BBM jenis minyak solar.
Selain memberikan manfaat secara ekonomi, program mandatori Biodiesel B40 sendiri telah memberikan manfaat signifikan di berbagai aspek sosial, lingkungan termasuk peningkatan nilai tambah crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp20,9 triliun, penyerapan tenaga kerja lebih dari 14 ribu orang (off-farm) dan 1,95 juta orang (on-farm), serta pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 41,46 juta ton CO2e per tahun.
Pada tahun 2025, pemerintah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter (kl) biodiesel dengan rincian, 7,55 juta kl diperuntukkan bagi Public Service Obligation atau PSO. Sementara 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.
Implementasi program mandatori B40 ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40 Persen.
Penyaluran biodiesel ini akan didukung oleh 24 Badan Usaha (BU) BBN (bahan bakar nabati) yang menyalurkan biodiesel, 2 BU BBM yang mendistribusikan B40 untuk PSO dan non-PSO, serta 26 BU BBM yang khusus menyalurkan B40 untuk non-PSO.
2026 RI Targetkan Setop Impor Solar
Setelah sukses mengimplementasikan program biodiesel B40 secara wajib mulai 1 Januari 2025, pemerintah kini tengah mempersiapkan langkah untuk bertransisi menuju B50, yang ditargetkan berlaku pada tahun 2026.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Laode Sulaeman menargetkan bahwa Indonesia tidak akan lagi melakukan impor Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya jenis Solar pada 2026 mendatang.
Hal ini salah satunya dipicu oleh beroperasinya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur. Proyek ini akan menambah kapasitas pengolahan minyak mentah sebesar 100.000 barel per hari (bph) menjadi 360.000 bph.
Menurut Laode rampungnya RDMP Balikpapan akan membuat Indonesia surplus solar.
"Jadi Bapak Menteri sudah menyampaikan bahwa tahun 2026 itu kita tidak lagi mengimpor solar atau diesel ya. Kenapa demikian? Pertama, dengan selesainya RDMP nanti akan diresmikan, itu kita sudah ada kelebihan solar yang akan mulai kita simpan di dalam negeri," kata Laode.
Ia pun membeberkan bahwa surplus solar yang dihasilkan nantinya akan diserap untuk kebutuhan domestik, termasuk untuk mendukung implementasi mandatori biodiesel.
"Nah, kelebihan solar ini tentunya nanti akan di-matching-kan dengan B40. Jadi skenario B40 juga sudah ada skenario di semester ke-2 kan itu. Kalau Pak Menteri sudah menyebutkan juga akan introduction ke B50," katanya.
Selain itu, strategi yang disiapkan yakni dengan melakukan penyesuaian produksi di kilang. Menurutnya, rentang produksi diesel cukup fleksibel sehingga sebagian volumenya dapat digeser untuk meningkatkan produksi avtur.
Strategi kedua dilakukan dengan meningkatkan kualitas produk diesel. Saat ini, produk diesel terbagi menjadi dua jenis, yakni CN48 dan CN51, di mana CN48 merupakan jenis diesel yang digunakan sebagai basis pencampuran FAME dalam program biodiesel.
Sementara, CN51 merupakan bahan bakar diesel khusus yang diperuntukkan bagi mesin-mesin tertentu, seperti yang digunakan di PT Freeport Indonesia, dengan spesifikasi kadar sulfur yang telah memenuhi standar Euro 5.
"Nah artinya apa? Selain tadi digeser sebagian ke solar, kita tambahkan satu unit namanya Hydrotreater. Hydrotreater ini untuk mereduksi kandungan sulfur di diesel, sehingga diesel yang tadinya CN48 bisa berubah menjadi CN51. Kalau sudah menjadi CN51, maka kalau pun lebih berapapun, kita ada kesempatan untuk bisa mengekspor kelebihan tersebut ke luar negeri," katanya.
(pgr/pgr)[Gambas:Video CNBC]