Internasional

Israel Diam-Diam Lakukan Pembersihan Etnis, 44 Ribu Warga Ditumpas

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Jumat, 19/12/2025 21:50 WIB
Foto: IsraelĀ mengumumkan operasi 'kontraterorisme' baru dalam skala besar di Tubas, utara Tepi Barat yang diduduki, Kamis (27/11/2025). (REUTERS/Mohamad Torokman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Militer Israel dituduh tengah melancarkan kampanye pembersihan etnis (ethnic cleansing) di wilayah Tepi Barat yang diduduki secara ilegal. Laporan terbaru dari surat kabar Israel, Haaretz, Kamis (18/12/2025) mengungkapkan bahwa operasi militer skala besar yang dilakukan bertujuan untuk mengubah realitas demografis dan geografis wilayah tersebut secara permanen.


Sejak peluncuran "Operasi Dinding Besi" (Operation Iron Wall) pada Januari 2024, pasukan Israel telah mengevakuasi paksa lebih dari 44.000 warga Palestina. Dari jumlah tersebut, sekitar 22.000 orang berasal dari wilayah Jenin, sementara 22.000 lainnya berasal dari Tulkarm dan kamp pengungsi Nur Al-Shams. Operasi ini dilakukan dengan dalih membongkar "infrastruktur teroris."


Pejabat lokal, lembaga bantuan, dan penduduk setempat menyatakan bahwa kebijakan ini sengaja dirancang untuk membuat kamp-kamp pengungsi utama tidak dapat dihuni. Tujuannya adalah untuk menghapus hak kembali (right of return) bagi generasi warga Palestina yang terpaksa mengungsi.



Penghancuran ini terutama menargetkan kamp pengungsi Jenin dan Nur Al-Shams, di mana gedung-gedung bertingkat diratakan dan infrastruktur penting dihancurkan. Direktur UNRWA untuk Tepi Barat, Roland Friedrich, melaporkan bahwa 48% dari seluruh rumah di Nur Al-Shams telah rusak atau hancur, membuat warga mustahil untuk kembali tanpa rekonstruksi besar-besaran.


Gubernur Jenin, Abu al-Rub, menyebutkan bahwa sekitar 800 bangunan, hampir 40% dari seluruh bangunan di kamp tersebut, telah rata dengan tanah.


"Ribuan keluarga telah hidup dalam ketidakpastian total selama berbulan-bulan, tersebar di berbagai desa dan kota, dan tidak dapat kembali," ujarnya kepada Haaretz.


Angka Pengungsian yang Mengkhawatirkan


Di kamp Nur Al-Shams, Tulkarm, situasinya tidak kalah mengerikan. Gubernur Abdallah Kamil menyatakan bahwa setidaknya 9.000 orang telah mengungsi, dengan 1.514 keluarga kehilangan rumah mereka sepenuhnya. Selain itu, 2.200 rumah lainnya mengalami kerusakan parsial yang membuat sebagian besar tidak layak huni.


"Ini bukan operasi keamanan. Ini adalah kebijakan yang disengaja oleh pemerintah Israel untuk melenyapkan kamp-kamp dan mencegah pengungsi kembali," tegas Kamil.


Militer Israel terus mengeluarkan perintah pembongkaran baru. Bulan ini, mereka mengumumkan rencana untuk merobohkan 25 bangunan tambahan di Nur Al-Shams, bahkan beberapa di antaranya berada di luar batas resmi kamp.


Pasukan Israel juga memblokir akses bagi warga yang mencoba memprotes pembongkaran tersebut dan mengibarkan bendera Israel di dalam kamp, sebuah tindakan yang dianggap penduduk lokal sebagai provokasi yang disengaja.


Rekayasa Demografis dan "Nakba Baru"


Para pengamat menilai tujuan pemerintah Israel bukanlah keamanan, melainkan rekayasa demografis, sebuah upaya untuk menghapus kehadiran pengungsi Palestina di area-area kunci Tepi Barat. Pejabat Palestina menyamakan perkembangan ini dengan peristiwa Nakba 1948, di mana lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari tanah air mereka saat pendirian negara Israel.


Aktivis hak asasi manusia memperingatkan bahwa strategi militer saat ini adalah bagian dari kebijakan apartheid yang lebih luas. Pengungsian warga Palestina, baik di Gaza, Tepi Barat, maupun Yerusalem, dibenarkan dengan alasan menjaga "keseimbangan demografis."


"Ini bukan sekadar perang melawan bangunan," ujar Abu Ahmed, salah satu warga yang terusir dari Jenin. "Ini adalah perang terhadap hak kami untuk ada."


(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Keji! Pemukim Israel Bakar Masjid di Tepi Barat Palestina