Belajar dari China-India, Hashim Ungkap Cara Prabowo Urus Black Market

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Selasa, 16/12/2025 09:05 WIB
Foto: Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo menyampaikan paparan dalam DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim Hashim Djojohadikusumo, yang juga merupakan adik kandung Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan, pemerintah telah menyiapkan satu kebijakan yang akan dikhususkan untuk menangani masalah ekonomi hitam atau shadow economy.

Ia menyebut, penanganan aktivitas ekonomi hitam itu akan dilakukan dengan memanfaatkan sistem digitalisasi pemerintah, yang membuat seluruh aktivitas ekonomi yang selama ini tak tercatat, seperti transaksi di tukang cukur rambut dan Warteg yang biasanya dilakukan secara tunai dan tanpa pencatatan.


"Semuanya nanti akan masuk digitalisasi pemerintah. Itu sudah ada dipikirkan pada saat ketika kita ikut jejak pemerintah India dan pemerintah China," kata Hashim dalam acara Bedah Buku Indonesia Naik Kelas di Universitas Indonesia, dikutip Senin (15/12/2025).

Hashim mengklaim, Bank Dunia telah datang ke padanya dengan mengungkapkan bahwa nilai aktivitas shadow economy di Indonesia setara 35% dari total produk domestik bruto (PDB) saat ini. Nilai PDB Indonesia kata dia saat ini sudah menuju ke level Rp 25.000 triliun.

"Bank Dunia katakan ke saya, bahwa di Indonesia ini yang betul-betul besar adalah namanya ekonomi abu-abu, ekonomi hitam. Berarti tidak tercatat dalam ekonomi kita. Ekonomi hitam, ekonomi abu-abu, black market, dulu pasar gelap dulu namanya. Ternyata Bank Dunia katakan saat ini, itu kurang lebih 35% daripada ekonomi kita," ucap Hashim.

Menurutnya, contoh aktivitas ekonomi gelap itu ialah seperti transaksi jasa cukur rambut. Ia mengaku juga selalu menggunakan jasa tukang cukur panggilan asal Garut yang memang saat transaksi tidak menagihkan kwitansi, termasuk tagihan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%.

"Dan selalu kalau dia ini, saat saya mau bayar, tahu saya bayar apa? Dengan uang tunai. Tidak dikuitansi, tidak dipunggut 11%. Ya maaf, dia tidak minta, saya tidak kasih. Saya kasih cash. Dia senang, saya kasih tip lagi besar," papar Hashim.

Ia mengakui masalah itu tentu menjadi tanggung jawabnya. Namun, ia mengingatkan, masalah itu juga terjadi saat transaksi makan di Warung Tegal alias Warteg yang juga kerap secara tunai dan tidak mencatatkan pungutan PPN 11%.

"Coba dipikir, kita semua di sini ikut bertanggung jawab. Kita semua di sini bersalah. Nah pada saat itu, harapan bangsa kita. Bayangin, pada saat nanti semuanya masuk ekonomi yang benar, yang tercatat bisa bagaimana," ujar Hashim.

Oleh sebab itu, ia mengatakan dengan digitalisasi sistem pembayaran dan pencatatan seluruh aktivitas ekonomi, khususnya transaksi, Indonesia akan mampu mengerek dengan cepat nilai PDB nya yang selama ini hilang karena digerakkan oleh shadow economy.

"Dan di situ Indonesia jadi super power. Kenapa? Karena ekonomi Indonesia bukannya Rp 25 ribu triliun, sesungguhnya saat ini, ekonomi kita sudah Rp 31-32 ribu triliun. Tapi Rp 7 triliun itu tidak tercatat, tapi itu ada dari Anton-Anton dan Anton lain yang gunting rambut seluruh Indonesia. Di situ 11%. Di situ Indonesia jadi super power," ungkap Hashim.


(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Restitusi Pajak Meningkat Tajam, Tembus Rp 340 Triliun