Bom Waktu Perang Timur Tengah, Israel Bersiap Serang Musuh Utama
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Israel dan Iran kembali meningkat seiring peringatan baru dari pejabat militer dan analis internasional bahwa konfrontasi langsung antara kedua negara tinggal menunggu waktu.
Media Israel Maariv melaporkan bahwa dalam sesi tertutup Komite Luar Negeri dan Pertahanan Knesset, para pejabat senior IDF memaparkan kesiapan negara itu menghadapi "babak baru konflik" dengan Teheran.
Seorang perwakilan militer menyebut Iran telah "secara signifikan meningkatkan produksi rudal balistik" dan dapat melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Israel.
"IDF khawatir Iran mampu menembakkan ratusan rudal balistik dalam satu gelombang," tulis Maariv mengutip sumber militer, seperti dikutip RT, Kamis (11/12/2025).
Ketegangan ini diperparah setelah runtuhnya kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) pada Oktober, yang memicu babak baru sanksi terhadap Iran dan mematikan jalur diplomasi.
The New York Times sebelumnya melaporkan pejabat AS semakin melihat konfrontasi langsung Israel-Iran sebagai sesuatu yang sulit dihindari, mengingat kedua pihak terus mempercepat pengembangan militer dan memperluas operasi proksi.
Menurut laporan tersebut, Israel yakin Teheran menyembunyikan sebagian uranium yang diperkaya tinggi, meski Iran bersikeras telah menghancurkannya. Negara-negara Teluk disebut semakin memandang serangan Israel sebagai "kapan, bukan jika".
Dari sisi Iran, kapasitas ofensif juga terus meningkat. Ali Vaez, Direktur Proyek Iran di International Crisis Group, mengatakan bahwa produksi rudal Iran kini berlangsung tanpa henti.
"Pabrik rudal beroperasi 24 jam. Jika perang terjadi, mereka menargetkan bisa menembakkan 2.000 rudal sekaligus untuk melumpuhkan pertahanan Israel, bukan 500 seperti bulan Juni," kata Vaez.
Sementara itu situs berita Israel CursorInfo menyebut Israel bahkan mempertimbangkan skenario perubahan rezim di Iran sebelum masa jabatan kedua Presiden AS Donald Trump berakhir pada Januari 2029.
Citra satelit juga menunjukkan pembangunan fasilitas bawah tanah baru di selatan Natanz, yang disebut "Gunung Pickaxe", yang belum diawasi IAEA, serta bekas serangan udara AS ke situs terkait Natanz pada Juni 2025.
Di sisi lain, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan Iran menginginkan dialog, bukan tekanan. "Kami siap kembali ke pembicaraan, tetapi hanya jika hak Iran untuk mengembangkan teknologi, pertahanan, dan program nuklir dihormati," ujarnya.
Di Washington, Trump telah mengakui keterlibatan AS dalam serangan Israel terhadap sasaran di Iran, sekaligus menyatakan kesiapan untuk melonggarkan sanksi guna membuka jalur diplomasi baru.
Namun, Trump berulang kali menegaskan bahwa AS tidak ingin terseret ke perang besar di Timur Tengah.
"Serangan terbuka akan membawa biaya politik dan ekonomi yang sangat besar bagi AS," tulis laporan NYT mengutip pejabat administrasi.
Meski demikian, analis memperingatkan bahwa jika Israel memutuskan menyerang Iran, AS kemungkinan akan terseret meski Trump berupaya menghindarinya.
(tfa/luc)[Gambas:Video CNBC]