MARKET DATA
Internasional

1 Tahun Suriah Usai Assad Jatuh: Euforia & Harapan Semu di Tanah Arab

luc,  CNBC Indonesia
08 December 2025 14:31
Warga merayakan jutuhnya rezim Bashar Al-Assad di Damasukus, Suriah, Jumat (13/12/2024) waktu setempat. (REUTERS/Ammar Awad)
Foto: Warga merayakan jutuhnya rezim Bashar Al-Assad di Damasukus, Suriah, Jumat (13/12/2024) waktu setempat. (REUTERS/Ammar Awad)
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Suriah bersiap merayakan satu tahun tumbangnya Bashar al-Assad. Namun di tengah persiapan pesta besar di alun-alun dan deklarasi optimisme dari pemerintah baru, ribuan keluarga justru kembali dihadapkan pada kenyataan pahit: mereka masih belum mengetahui nasib orang-orang yang hilang selama 13 tahun perang.

Perayaan nasional digelar di berbagai kota pada Senin (8/12/2025), dengan pusat acara di Alun-Alun Umayyad, Damaskus, yang sejak beberapa hari terakhir dipenuhi massa membawa bendera baru Suriah. Di Hama, ribuan warga telah turun ke jalan pada Jumat lalu, mengenang kembali saat kota itu direbut pasukan pemberontak di bawah pimpinan Ahmed al-Sharaa dalam perjalanan menuju ibu kota tahun lalu.

Adapun Assad melarikan diri ke Rusia pada Desember 2024, tepat ketika pasukan di bawah komando Sharaa mengambil alih Damaskus dan mengakhiri kekuasaannya setelah lebih dari 13 tahun perang yang berakar dari pemberontakan rakyat.

Seruan Persatuan

Dilansir Reuters, pemerintahan otonom Kurdi di timur laut mengucapkan selamat atas peringatan satu tahun pergantian rezim, namun melarang segala bentuk perkumpulan demi alasan keamanan. Mereka memperingatkan adanya peningkatan aktivitas "sel teroris" yang disebut ingin memanfaatkan momentum perayaan.

Dalam pidatonya menjelang peringatan ini, Sharaa, mantan komandan al-Qaeda yang kini memimpin Suriah, mengajak seluruh warga memenuhi alun-alun sebagai wujud kegembiraan dan persatuan nasional.

Sharaa telah melakukan perubahan besar dalam arah politik luar negeri Suriah, memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat serta negara-negara Teluk Arab, sekaligus menjauhkan diri dari Rusia dan Iran, yang selama bertahun-tahun menjadi pendukung Assad. Serangkaian sanksi Barat pun kini banyak yang dicabut.

Ia menjanjikan tatanan baru yang inklusif, berbeda dari sistem represif di era Assad. Namun kekerasan sektarian masih menelan ratusan korban dalam setahun terakhir, memicu perpindahan penduduk baru dan memperdalam ketidakpercayaan kelompok minoritas terhadap pemerintah pusat.

Sharaa menyatakan bahwa "Suriah hari ini hidup dalam waktu terbaiknya", walau kekerasan sporadis terus terjadi di beberapa wilayah.

Dalam forum di Qatar akhir pekan lalu, ia menegaskan masa transisi akan berlangsung empat tahun lagi untuk membentuk institusi, undang-undang, serta konstitusi baru yang nantinya akan diajukan dalam referendum sebelum negara menggelar pemilu.

Di selatan, sebagian komunitas Druze menuntut kemerdekaan, sementara administrasi Kurdi tetap mempertahankan otonominya.

Perang Suriah yang dimulai 2011 telah menewaskan ratusan ribu orang dan memaksa sekitar 5 juta warga melarikan diri ke negara tetangga. Sekitar 1,5 juta pengungsi kini kembali.

Namun, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), kebutuhan kemanusiaan tetap akut dengan 16,5 juta warga membutuhkan bantuan pada 2025.

Harapan Semu

Di balik pesta dan pidato optimis, ribuan keluarga masih berjuang memecahkan satu misteri lama: ke mana perginya orang-orang tercinta mereka yang hilang dalam sistem penahanan Assad.

Amina Beqai adalah satu dari puluhan ribu warga yang mencari jawaban itu. Setahun setelah Assad jatuh, ia masih mengetikkan nama suaminya, Mahmoud, di kotak pencarian internet hampir setiap hari. Mahmoud ditangkap pasukan keamanan pada 17 April 2012 di rumah mereka dekat Damaskus. Kakak laki-lakinya juga hilang beberapa bulan kemudian.

Komisi Nasional untuk Orang Hilang dibentuk pada Mei 2025. Namun, Beqai mengatakan belum ada kejelasan apa pun mengenai sekitar 150.000 orang yang diduga menghilang di penjara-penjara rezim lama.

"Sudah setahun berlalu. Mereka tidak melakukan apa-apa... Apa masuk akal kalau mereka bahkan tidak mendapatkan dokumen untuk orang-orang ini? Menunjukkan kebenaran kepada kita adalah apa yang kita inginkan," ujarnya, kepada Reuters.

Ketika pemberontak menyapu berbagai kota tahun lalu, mereka langsung menuju penjara-penjara, membuka pintu dan membebaskan ribuan tahanan yang telah bertahun-tahun dikurung.

Pada 8 Desember 2024, beberapa jam setelah Assad kabur, puluhan tahanan dibebaskan dari Sednaya, penjara yang dijuluki Amnesty International sebagai "rumah pembantaian". Namun tidak satu pun dari mereka adalah suami atau saudara Beqai.

"Ketika pintu penjara terbuka dan mereka tidak keluar, saat itulah harapan saya mati," ujarnya.

Di tengah pencariannya di internet, Beqai memeriksa foto-foto jenazah tahanan dan dokumen penjara yang dipublikasikan media lokal yang masuk ke fasilitas Assad setelah kejatuhannya.

Pengungkapan dokumen-dokumen semacam itu pernah memberikan titik terang bagi keluarga lain.

Sarah al-Khattab, misalnya, terakhir melihat suaminya, Ali Mohsen al-Baridi, pada Februari 2019 saat ia memasuki kantor polisi di selatan Suriah untuk melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah. Ia tak pernah pulang.

Daftar tahanan tewas di Sednaya yang diperoleh Reuters menunjukkan Ali meninggal pada 22 Oktober 2019 karena "henti jantung dan pernafasan" dan jenazahnya diperintahkan untuk tidak diserahkan pada keluarga.

Nasib serupa juga dialami Alia Darraji. Ia terakhir melihat putranya, Yazan, pada 1 November 2014 ketika remaja itu pergi bertemu teman di dekat Damaskus. Ia tak pernah kembali.

Selama setahun terakhir, Darraji mengikuti "tenda-tenda kebenaran", aksi duduk menuntut informasi tentang orang hilang, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan pada era Assad. Dukungan dari para keluarga lain menghangatkan hatinya, tetapi tidak menggantikan jawaban yang ia dambakan.

"Kami berharap untuk menemukan jasad mereka, menguburkan mereka, atau mencari tahu di mana mereka berada," katanya lirih.

Komisi Didesak Bekerja Lebih Cepat

Zeina Shahla, penasihat media komisi nasional bentukan Sharaa, mengatakan mandat lembaganya mencakup seluruh warga Suriah yang hilang "apapun penyebabnya".

"Ketika menyangkut rasa sakit keluarga, mungkin kami memang berjalan lambat. Tapi pekerjaan ini butuh ketelitian, pendekatan ilmiah dan sistematis," ujarnya.

Komisi menargetkan pada tahun depan meluncurkan basis data nasional orang hilang. Ekskavasi kuburan massal kemungkinan baru dapat dilakukan 2027 karena membutuhkan keahlian dan peralatan khusus seperti laboratorium DNA, yang masih langka.

Pada November, komisi meneken perjanjian kerja sama dengan Komite Internasional Palang Merah dan Komisi Internasional untuk Orang Hilang untuk meningkatkan pelatihan dan kapasitas teknis.

Namun pendekatan terpusat ini menuai kritik dari kelompok hak asasi yang sebelumnya bekerja mengungkap kasus-kasus penghilangan paksa di masa Assad.

Ahmad Helmi, aktivis dari inisiatif Ta'afi, mengatakan pekerjaan pencarian korban "tak bisa dimonopoli".

"Ketika Anda kehilangan seperempat juta orang, Anda tidak bisa melakukan itu. Anda memecah pekerjaan," ujarnya.

Aktivis juga menuding komisi memonopoli dokumen-dokumen penting. Penahanan singkat terhadap aktivis Amer Matar pada September lalu memperkuat kekhawatiran itu. Ia dituduh mengakses dokumen resmi secara ilegal.

Shahla menegaskan komisi adalah lembaga resmi "satu pintu" untuk mengungkap nasib orang hilang dan keluarga membutuhkan sumber yang jelas untuk informasi yang akurat.

Agnes Callamard, Sekjen Amnesty International, menilai komisi seharusnya memberikan pembaruan rutin dan mempertimbangkan bantuan finansial bagi keluarga.

"Hal terpenting yang dapat dilakukan oleh komisi nasional saat ini adalah memastikan bahwa keluarga merasa didengar dan didukung," katanya.

 

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Saudara Pecah di Negara Arab, 37 Orang Tewas-100 Luka


Most Popular