Purbaya: Setoran Pengawasan Bea Keluar Rp 496,7 M per November 2025
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan terjadinya peningkatan penerimaan negara dari hasil penguatan pengawasan ekspor ilegal terhadap berbagai komoditas ekspor yang dikenakan bea keluar oleh pemerintah.
Ia mengatakan, per November 2025, total penerimaan dari pengawasan bea keluar komoditas seperti sawit, kayu kulit, biji kakao, tembaga, hingga bauksit mencapai Rp 496,77 miliar, naik dari catatan per 2024 senilai Rp 477,96 miliar, dan Rp 191,54 miliar pada 2023.
"Sampai November 2025 penerimaan kegiatan pengawasan Rp 496,7 miliar," kata Purbaya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Purbaya menjelaskan, dari total penerimaan hasil kegiatan pengawasan itu, mayoritas berasal dari penerbitan nota pembetulan yang pada November 2025 senilai Rp 487,99 miliar, sedangkan 2024 Rp 327,92 miliar, dan pada 2023 masih sebesar Rp 51,18 miliar.
Untuk yang diperoleh dari hasil audit senilai Rp 163,08 juta, naik drastis dari catatan pada 2024 senilai Rp 2,01 juta, dan pada 2023 senilai Rp 31,56 juta. Sedangkan dari hasil penelitian ulang Rp 8,62 miliar pada 2025, cenderung turun dari catatan pada 2024 Rp 150,03 miliar, dan 2023 Rp 108,78 miliar.
"Perkembangan ini menggambarkan penguatan pengawasan adminstrasi dan kepatuhan eksportir berperan penting menjaga penerimaan negara dari komoditas Bea Keluar," ucap Purbaya.
Sebelumnya, Purbaya mengatakan, dari hasil pengawasan selama ini setidaknya ada empat modus ekspor ilegal yang dilakukan, dalam rangka menghindari pungutan bea keluar oleh pemerintah. Di antaranya ialah mengakali secara administratif, modus antar pulau, penyembunyian, hingga penyelundupan langsung.
"Dalam pelaksanaannya terdapat empat modus pelanggaran yang paling sering ditemukan, yaitu penyelundupan langsung, kesalahan administratif dalam pemberitahuan, penyamaran ekspor melalui modus antar pulau, serta upaya penyembunyian dengan mencampur barang ilegal dengan yang legal," kata Purbaya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Purbaya menjelaskan, untuk metode penyelundupan secara administratif, biasanya dilakukan dengan menyalahi pemberitahuan jumlah atau jenis barang dan pos tarif. Sedangkan untuk modus antar pulau dilakukan dengan menyamarkan barang ekspor seolah-olah merupakan barang antar pulau.
Adapun untuk modus penyembunyian, dilakukan dengan mencampur barang ilegal dengan barang yang legal. Sedangkan penyelundupan langsung dilakukan dengan mengekspor barang tanpa dilindungi dokumen.
Untuk menangani berbagai modus penyelundupan barang ekspor itu, ia mengatakan, dengan memperkuat pengawasan ekspor secara umum di Direktorat jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan tiga cara, yakni saat pre clearance, clearance, dan post clearance.
Untuk tahap pre clearance dilakukan penguatan intelijen terkait dengan titik rawan ekspor ilegal melalui operasi intelijen. Lalu, sinergi pertukaran data dengan kementerian atau lembaga terkait terutama produk SDA, monitoring analysis untuk menemukan anomali komoditi, penguatan manajemen risiko, hingga pengawasan terhadap entitas.
Sedangkan saat tahap clearance, dilakukan dengan analisa pemberitahuan dokumen ekspor, penggunaan gamma ray dan x ray, patroli laut, hingga pertukaran data dengan kementerian atau lembaga terkait komponen penerimaan negara lain (PNBP) telah terpenuhi atau belum.
Sementara itu, untuk tahap post clearance dilakukan dengan joint program bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait dengan potensi perpajakan hingga post clearance audit bersama Kementerian Perdagangan.
"Pendekatan lintas sektor ini memastikan bahwa setiap potensi pelanggaran pada komoditas bea keluar dapat terdeteksi secara menyeluruh," papar Purbaya.
[Gambas:Video CNBC]