PLTU Cirebon-1: Megaproyek Transisi Energi RI Kandas di Tengah Jalan
Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah untuk merealisasikan program penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini rupanya tidak berjalan mulus. Salah satunya seperti yang terjadi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1 berkapasitas 1 x 660 Megawatt (MW), yang dioperasikan oleh PT Cirebon Electric Power (CEP).
Proyek yang sebelumnya akan dipensiun dini kan pada 2035 mendatang atau lebih cepat 7 tahun dari rencana awal 2042 tersebut batal dilaksanakan. Hal ini dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. "(Ya), jadi salah satunya ada pertimbangan teknis," kata Airlangga dalam acara Konferensi Pers terkait Perkembangan Implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP), Jumat (5/12/2025).
Menurut dia, pembatalan tersebut terjadi lantaran PLTU Cirebon-1 dinilai masih memiliki umur operasi yang panjang, serta menggunakan teknologi critical dan supercritical yang dianggap relatif lebih efisien dan masih ramah lingkungan.
"Dan teknologinya juga sudah critical, supercritical, dan relatif, itu lebih baik sehingga nanti dicarikan alternatif lain yang usianya lebih tua, dan lebih terhadap lingkungannya memang sudah perlu di-retire. Alternatifnya PLTU juga," ujarnya.
PLTU Cirebon-1 Direncanakan Masuk Dalam Skema JETP
Proyek PLTU Cirebon-1 merupakan salah satu proyek prioritas yang direncanakan masuk dalam skema Just Energy Transition Partnership (JETP). Di mana, JETP adalah mekanisme kerja sama pembiayaan antara negara maju dan negara berkembang untuk mempercepat transisi dari penggunaan bahan bakar fosil ke energi rendah karbon.
Adapun, mitra JETP RI antara lain Inggris, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, dan Norwegia, serta Italia dan Perancis. Adapun Amerika Serikat (AS) disebut telah mundur dari komitmen JETP ini.
Padahal, komitmen ini pada awalnya diumumkan langsung oleh Presiden AS kala itu Joe Biden saat KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu. Di mana, Joe Biden mengungkapkan pihaknya dan negara-negara maju tergabung dalam G7 berkomitmen mendanai hingga US$ 20 miliar untuk mempercepat pelaksanaan transisi energi di Indonesia, khususnya untuk meninggalkan penggunaan batu bara sebagai sumber energi.
"Kami dengan Indonesia dan Jepang bersama-sama menciptakan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE). Bersama kita memobilisasi US$ 20 miliar dalam pengembangan EBT dan mendukung transisi energi untuk menjauhi batu bara US$ 20 miliar ambisi institusi keuangan untuk transisi energi yang bisa dirasakan dampaknya untuk dunia," tuturnya saat KTT G20 di Bali, Selasa (15/11/2022).
Biden mengatakan, skema pendanaan ini juga bisa digunakan untuk mendorong proyek berbasis energi terbarukan seperti mendukung pengembangan kendaraan listrik dan teknologi. "Ini juga bisa menciptakan lapangan kerja dan bisa berkontribusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim global," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Biden mengungkapkan bahwa G7 secara resmi meluncurkan pendanaan global untuk infrastruktur dengan mobilisasi pendanaan hingga US$ 600 miliar untuk lima tahun ke depan. "Ini untuk pembangunan berkualitas, infrastruktur berkelanjutan, dan investasi rendah karbon untuk negara-negara berpenghasilan menengah (negara berkembang)," tuturnya.
Pensiun Dini PLTUÂ Cirebon-1 Sudah di Depan Mata
Selain masuknya ke dalam JETP, pensiun dini PLTU Cirebon-1 sudah mencapai kesepakatan antara Asian Development Bank (ADB) dengan pemerintah Indonesia di bawah naungan program Energy Transition Mechanism (ETM). Penandatanganan yang tidak mengikat tersebut diteken di sela acara COP28 di Dubai (3/12/2023) antara PT PLN (Persero), PT Cirebon Electric Power (CEP) sebagai Independent Power Producer (IPP) dan Indonesia Investment Authority (INA).
Di dalam kesepakatan ini PLTU Cirebon-1 akan mengakhiri operasionalnya pada Desember 2035 atau tujuh tahun lebih cepat dari jadwal sebelumnya yakni Juli 2042. Adapun transaksi akan dirampungkan pada paruh pertama 2024.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa optimistis kerangka perjanjian kerja ini menjadi perkembangan yang cukup penting. Terutama bagi transisi energi di Indonesia guna mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.
"ADB akan terus bekerja sama dengan mitra-mitra kami di Indonesia dan kawasan untuk menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara dan bahan bakar fosil lainnya dapat dihentikan sejak dini dengan cara yang adil dan terjangkau," Ujar Asakawa dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (4/12/2023).
Guna memastikan kelanjutan dari skema pendanaan untuk proyek PLTU Cirebon-1 berjalan mulus, Menteri Keuangan pada saat itu, Sri Mulyani jauh-jauh menghadap Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (16/04/2024).
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani menyinggung kelanjutan program uji coba pensiun dini PLTU batu bara Cirebon-1 yang rencananya akan dibiayai oleh ADB.
"Saat bertemu Presiden ADB, Masatsugu Asakawa, di penghujung agenda saya kemarin (16/4), kami membahas kelanjutan kerja sama proyek tersebut. Dengan dukungan kuat dari ADB, saya optimis kerja sama ini dapat dijadikan contoh di level global mengenai bagaimana transisi energi dilakukan secara konkret," tutur Sri Mulyani, dikutip dari akun Instagramnya, Rabu (17/04/2024).
Pendanaan JETP Meningkat Pensiun Dini PLTUÂ Cirebon-1 Tak Masuk
Menko Airlangga menyampaikan bahwa pendanaan dari JETP mengalami peningkatkan US$21,4 miliar atau Rp 356 triliun (asumsi kurs Rp 16.646 per US$) dari sebelumnya US$ 20 miliar.
"Just Energy Transition ini sudah disiapkan dana untuk Indonesia. Komitmennya US$20 miliar dari sekarang, sudah meningkat menjadi US$21,4 miliar," ujar Airlangga
Lebih rinci Airlangga mengatakan komitmen tersebut berasal dari International Partners Group (IPG) sebesar US$11 miliar dan senilai US$10 miliar dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
"Ini menunjukkan kuatnya kepercayaan internasional terhadap proyek-proyek renewable di Indonesia," ujar Airlangga.
Airlangga menyatakan, bahwa Komitmen US$21,4 miliar menjadi oportuniti untuk mempercepat proyek-proyek transformasi energi di Indonesia.
Hingga November 2025, Indonesia telah berhasil memobilisasi US$3,1 miliar melalui skema JETP, sementara US$5,5 miliar lainnya sedang dalam proses negosiasi untuk proyek-proyek konkret.
Ada sejumlah negara mitra juga memberikan dukungan teknis berupa studi dan kerangka implementasi.
"Inggris, Irlandia juga menyampaikan studi mengenai Just Framework yang sudah memberikan langkah-langkah implementatif untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dan inklusivitas dalam transisi energi," imbuhnya.
Adapun sejumlah proyek yang sedang dan akan dijalankan melalui skema pendanaan JETP, antara lain Green Energy Corridor Sulawesi (GECS), program de-dieselisasi, proyek geothermal di Sumatra, serta proyek Waste to Energy.
(ven)[Gambas:Video CNBC]