Ukraina Terjepit, Trump Ultimatum Zelensky Relakan Wilayah ke Rusia
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan bahwa negaranya tengah menghadapi persimpangan berbahaya setelah Washington mendorong Kyiv menerima proposal perdamaian yang mengakomodasi sejumlah tuntutan utama Moskow. Peringatan itu muncul ketika Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa Ukraina harus menyetujui rencana tersebut dalam waktu satu minggu.
Dalam wawancara dengan Fox News Radio, Trump mengatakan Kamis adalah "tenggat waktu yang sesuai" bagi Kyiv untuk menerima rencana itu, menguatkan apa yang disampaikan dua sumber kepada Reuters. Trump menambahkan bahwa waktu semakin singkat menjelang musim dingin dan bahwa Zelensky pada akhirnya "harus" menyetujui proposal tersebut.
"Dia harus menyukainya, dan kalau dia tidak suka, ya mereka harus terus berperang, saya kira," kata Trump. "Pada titik tertentu, dia harus menerima sesuatu yang selama ini ia tolak."
Trump juga mengingatkan kembali ketegangan dalam pertemuan mereka pada Februari lalu. "Kalian ingat, di Oval Office, belum lama ini saya bilang, 'Kamu tidak punya kartu.'"
Rencana AS yang memuat 28 poin itu menuntut Ukraina menyerahkan wilayah, menerima pembatasan pada militernya, dan meninggalkan ambisi bergabung dengan NATO. Draf yang dilihat Reuters juga mencantumkan sejumlah ketentuan yang bisa ditolak Moskow, termasuk kewajiban pasukan Rusia untuk mundur dari beberapa wilayah yang telah mereka duduki.
Presiden Rusia Vladimir Putin, yang sejauh ini tetap kukuh dengan tuntutan wilayah dan keamanan, mengatakan pada Jumat (21/11/2025) bahwa rencana AS dapat menjadi dasar penyelesaian akhir konflik hampir empat tahun tersebut.
Ia menyebut Kyiv menolak rencana itu, tetapi menganggap Ukraina maupun sekutu Eropanya tidak memahami "realitas" kemajuan militer Rusia.
Sikap Zelensky
Dalam pidato kepada bangsa, Zelensky menegaskan bahwa ia tidak akan mengkhianati negaranya.
"Sekarang, Ukraina mungkin menghadapi pilihan yang sangat sulit, antara kehilangan martabat atau berisiko kehilangan mitra utama," katanya.
Ia menambahkan, "Saya akan berjuang 24/7 untuk memastikan bahwa setidaknya dua poin dalam rencana itu tidak diabaikan, martabat dan kebebasan rakyat Ukraina."
Kirill Dmitriev, utusan investasi Rusia untuk Putin, mengatakan rencana AS itu dibuat untuk mencegah lebih banyak korban dan wilayah Ukraina jatuh ke tangan Rusia. Beberapa sumber mengatakan kepada Reuters bahwa rencana tersebut adalah hasil pembicaraan jalur belakang antara Dmitriev dan Steve Witkoff, utusan khusus Trump.
"Karena propaganda kaum pengobar perang, banyak orang tidak menyadari bahwa Rencana Damai Trump dirancang untuk menyelamatkan Ukraina dari kehilangan lebih banyak wilayah dan nyawa," tulis Dmitriev di platform X.
Dua sumber mengatakan Washington telah mengancam untuk menghentikan berbagi intelijen dan pasokan senjata jika Ukraina menolak rencana tersebut. Namun seorang pejabat senior AS kemudian membantah, mengatakan tidak akurat bahwa AS mengancam akan menahan intelijen.
Secara publik, Zelensky tampak berhati-hati agar tidak menolak rencana itu secara langsung atau membuat Amerika tersinggung. Pada Jumat, ia berbicara dengan para pemimpin Inggris, Jerman, Prancis, serta dengan Wakil Presiden AS JD Vance.
"Kami menghargai upaya Amerika Serikat, Presiden Trump, dan timnya yang bertujuan mengakhiri perang ini," kata Zelensky. "Ini harus menjadi rencana yang memastikan perdamaian yang nyata dan bermartabat."
Para analis memperingatkan bahwa kesepakatan buruk bagi Kyiv dapat mengguncang stabilitas sosial setelah hampir empat tahun perang.
"Rusia mendapatkan semua yang mereka inginkan dan Ukraina mendapat sangat sedikit," kata Tim Ash dari Chatham House. "Jika Zelenskiy menerima ini, saya memperkirakan ketidakstabilan politik, sosial, dan ekonomi yang besar di Ukraina."
Rencana tersebut diperkirakan akan menjadi topik besar dalam diskusi di sela-sela KTT G20 di Johannesburg, yang dihadiri para pemimpin Eropa akhir pekan ini, meski Trump memboikot pertemuan itu.
Momen Berbahaya
Tiga sumber mengatakan Ukraina kini sedang menyiapkan kontra-proposal bersama Inggris, Prancis, dan Jerman. Ketiga negara Eropa itu tidak dilibatkan dalam penyusunan rencana AS dan telah menyatakan dukungan kuat bagi Kyiv.
"Kita semua ingin perang ini berakhir, tetapi bagaimana perang ini berakhir sangat penting. Rusia tidak memiliki hak hukum apapun atas konsesi dari negara yang mereka invasi," kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas. "Ini adalah momen yang sangat berbahaya bagi semua pihak."
Pejabat AS sebelumnya mengatakan bahwa rancangan rencana itu dibuat setelah konsultasi dengan Rustem Umerov, Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina dan sekutu dekat Zelensky yang menjabat sebagai menteri pertahanan hingga Juli.
Seorang pejabat senior AS mengatakan, "Umerov menyetujui sebagian besar rencana itu setelah membuat beberapa modifikasi, dan kemudian menyampaikannya kepada Presiden Zelensky."
Namun Umerov menolak klaim tersebut, menegaskan bahwa ia tidak menyetujui satu pun ketentuan dan hanya berperan teknis dalam mengatur pembicaraan.
Â
(luc/luc)[Gambas:Video CNBC]