MARKET DATA
Internasional

AS Teriak! Perang China-Taiwan Jadi Gerbang Menuju "Kiamat" Baru

Tommy Patrio Sorongan,  CNBC Indonesia
21 November 2025 22:00
China VS Taiwan _Konten
Foto: cover topik/ China VS Taiwan _Konten/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah laporan kongres AS yang baru-baru ini dirilis memperingatkan bahwa perang yang mungkin pecah antara China dan Taiwan dapat menjadi "bencana kataklismik" bagi perekonomian global. Skala kerusakannya diproyeksikan sangat masif, berpotensi memangkas Produk Domestik Bruto (PDB) global hingga 10%.

Mengutip Newsweek, Jumat (21/11/2025) laporan tahunan dari Komisi Tinjauan Ekonomi dan Keamanan AS-China  kepada Kongres AS itu menyebutkan bahwa konsekuensi dari skenario terburuk ini akan setara dengan Krisis Keuangan Global 2008.

Angka 10% PDB global adalah kerugian ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya di era modern, menggarisbawahi posisi Taiwan sebagai titik rentan paling kritis di dunia.


Kekhawatiran utama terletak pada peran Taiwan sebagai "Pulau Silikon" (Silicon Island). Taiwan saat ini menguasai lebih dari 60% kapasitas semikonduktor global.

Yang lebih penting, Taiwan memproduksi lebih dari 90% cip paling canggih di dunia, yang menjadi bahan bakar utama bagi teknologi baru yang muncul, mulai dari kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) hingga kendaraan listrik.

Posisi sentral Taiwan dalam ekosistem teknologi global menjadikannya mitra kunci dalam upaya AS untuk mencegah China mendominasi komputasi canggih. Gangguan total atas produksi chip dan logistik di Selat Taiwan akan segera melumpuhkan industri teknologi dan manufaktur di mana-mana.

Selain perannya dalam teknologi, Taiwan juga berada di tengah rantai pasokan global dan menjadi salah satu mitra dagang utama AS, serta terletak di sepanjang salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia.

Secara geopolitik, konflik tersebut akan memicu bencana kemanusiaan dan risiko eskalasi yang lebih luas. China telah meningkatkan tekanan militernya terhadap Taiwan dalam beberapa tahun terakhir melalui latihan udara dan laut, menegaskan klaimnya atas Taiwan dan tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan jika perlu.

"Taiwan tetap menjadi titik nyala potensial paling signifikan untuk konflik militer antara AS dan China," tutur laporan itu.

Aktivitas militer Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China telah diperkuat, termasuk platform amfibi baru yang dirancang untuk serangan cepat. PLA kini telah meningkatkan kemampuannya untuk melancarkan blokade atau invasi Taiwan dengan hampir tanpa peringatan sebelumnya. Risiko tersebut juga membawa ancaman serius eskalasi nuklir dan meningkatkan potensi ekspansi geografis China di kawasan Indo-Pasifik.

Di tengah ancaman ini, Amerika Serikat terikat oleh Taiwan Relations Act untuk membantu memastikan pulau tersebut dapat mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai. Namun, Washington terus mempertahankan kebijakan "ambiguitas strategis", meninggalkan tanda tanya besar apakah mereka akan secara langsung melakukan intervensi dalam konflik lintas selat.

"Laporan merekomendasikan agar Pentagon mengevaluasi kembali kemampuan AS untuk memenuhi kewajiban ini, terutama jika Washington terlibat secara simultan dalam merespons agresi dari musuh lain seperti Rusia, Iran, atau Korea Utara."

Di sisi China, analisis komisi tersebut mendapat kritik. Profesor Li Haidong dari Universitas Urusan Luar Negeri China menolak kesimpulan laporan tersebut.

"Ini merupakan dokumen yang sangat dipolitisasi berdasarkan kesimpulan yang sudah ditetapkan sebelumnya," tegas Li.

(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos NATO Blak-blakan Sebut Serangan China ke Taiwan Bakal Seret Putin


Most Popular