Bukan Bebaskan PPh Pekerja, Bos Buruh Minta Purbaya Turunkan PPN

Martyasari Rizky,  CNBC Indonesia
30 October 2025 17:36
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. (YouTube/Bicaralah Buruh)
Foto: Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. (YouTube/Bicaralah Buruh)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi memperluas insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor pariwisata. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang diteken Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Dalam aturan itu, pegawai hotel, restoran, kafe, biro perjalanan wisata, penyelenggara acara, hingga taman rekreasi kini menikmati penghasilan penuh tanpa potongan pajak penghasilan mulai masa pajak Oktober hingga Desember 2025. Sementara itu, fasilitas serupa bagi sektor industri seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan kulit berlaku sepanjang tahun, dari Januari sampai Desember 2025.

Namun, langkah pemerintah ini dinilai belum cukup. Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menilai kebijakan insentif pajak tersebut hanya menyentuh sebagian kecil pekerja, sehingga dampaknya terhadap perekonomian nasional tidak signifikan.

"Sekarang gini, yang dimaksud sekarang pemotongan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang katanya sampai Rp10 juta nggak kena pajak, itu sektor mana sih? Sektor tekstil tapi yang upahnya murah. Jadi sebenarnya kasih kepada kelompok jumlahnya kecil. Jadi saya bilang nggak signifikan," kata Said Iqbal saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Alih-alih menambah insentif pajak untuk sektor tertentu, Iqbal mendorong Purbaya agar menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta per bulan. Menurutnya, kebijakan tersebut akan lebih berdampak luas terhadap peningkatan daya beli masyarakat, terutama bagi buruh yang bergaji setara Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

"Kalau mau PTKP-nya naikin jadi Rp7,5 juta. Seluruh buruh termasuk kita nih akan tidak terkena pajak. Efeknya apa? Karena tidak terkena pajak, uang yang dipegang kita kan jadi lebih. Pasti kita belanja. Kalau kita belanja, purchasing power naik," jelasnya.

Selain itu, Iqbal juga mengusulkan agar pemerintah menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mendongkrak konsumsi masyarakat dan menjaga daya saing industri dalam negeri.

"Pak Purbaya kalau nggak salah mulai menganalisa pajak-pajak mana yang membebani pengusaha. Mengurangi beban pajak bagus, contoh PPN diturunin, itu akan menguntungkan pengusaha tekstil dalam negeri. Karena produk lokalnya bisa bersaing dengan impor. Impor kan nanti kena tarif mahal," terang dia.

Menurutnya, penurunan PPN justru bisa berdampak positif bagi penerimaan pajak secara keseluruhan.

"Logikanya kan gini, kalau PPN turun, barang jadi murah. Barang murah, orang banyak beli dengan uang yang sama. Kalau orang beli, artinya kan pajak penghasilan jadi naik lagi. Karena banyak orang yang membeli barang, sehingga pabrik-pabrik, merekrut karyawan-karyawan. Karyawan yang direkrut oleh pabrik-pabrik itu kan akan ada PPh," pungkasnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DJP Finalisasi Pajak Kripto, Ini Perhitungannya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular