Internasional

Arab Saudi Kian Mesra dengan China, Pengaruh AS Mulai Pudar?

luc,  CNBC Indonesia
31 October 2025 21:30
This handout picture released by the Saudi Press Agency SPA shows Saudi Crown Prince Mohammed bin Salman (R) shaking hands with Chinese President Xi Jinping during a GCC-China Summit in the Saudi capital Riyadh, on December 9, 2022. (Photo by SPA / AFP) / === RESTRICTED TO EDITORIAL USE - MANDATORY CREDIT
Foto: AFP/SPA

Jakarta, CNBC Indonesia - China dan Arab Saudi makin memperkuat hubungan strategis mereka di berbagai bidang, menandai babak baru dalam dinamika geopolitik Timur Tengah di tengah upaya Beijing memperluas pengaruhnya dan membangun kedekatan dengan mitra tradisional Amerika Serikat (AS) tersebut.

Wakil Presiden China Han Zheng bertemu Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di Riyadh pada Rabu (29/10/2025), bertepatan dengan berakhirnya latihan militer gabungan besar-besaran kedua negara di basis angkatan laut King Abdulaziz, Jubail. Pertemuan itu menjadi sinyal kuat meningkatnya kerja sama ekonomi, keamanan, dan diplomatik antara Beijing dan Riyadh.

Menurut laporan Saudi Press Agency, pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi Arab Saudi dari sektor energi, keamanan, luar negeri, perdagangan, dan investasi. Han menegaskan komitmen negaranya untuk memperdalam pertukaran dan memperluas kerja sama dengan Arab Saudi, termasuk melalui platform multilateral seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan G20.

Han juga menekankan peran penting China dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional, terutama dalam isu hubungan dengan Iran dan perang antara Israel dan Hamas, sebagaimana dilaporkan China News Service.

Selain diplomasi tingkat tinggi, kedua negara baru saja menyelesaikan latihan militer gabungan bertajuk Blue Sword-2025 yang berlangsung selama dua pekan di Oktober. Latihan tersebut diadakan di Pangkalan Angkatan Laut Raja Abdulaziz di Jubail dan melibatkan operasi kontra-terorisme, penyelamatan maritim, anti-pembajakan, serta latihan menembak taktis, menurut pernyataan dari kedua kementerian pertahanan.

Kegiatan ini mencerminkan hubungan pertahanan yang makin erat antara Riyadh dan Beijing - hubungan yang relatif baru jika dibandingkan dengan sejarah panjang kerja sama Arab Saudi dan Amerika Serikat. Namun, para analis menilai peningkatan keterlibatan China di Timur Tengah dan Afrika Utara berpotensi menggeser pengaruh tradisional Washington di kawasan itu.

Langkah Riyadh memperluas kemitraan strategisnya datang di tengah hubungan erat dengan Washington yang mulai diwarnai ketegangan.

Presiden AS Donald Trump selama ini menjalin hubungan pribadi yang erat dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman dan menjadikan Arab Saudi serta negara-negara Teluk sebagai tujuan utama dalam lawatan luar negerinya di awal masa jabatan keduanya.

Dalam kunjungan tersebut, Riyadh menandatangani kesepakatan pertahanan bernilai US$142 miliar dengan Amerika Serikat. Namun di balik itu, Arab Saudi juga mulai membuka pintu lebih lebar bagi mitra nontradisional, termasuk China dan Pakistan.

Belum lama ini, Riyadh menandatangani perjanjian pertahanan besar dengan Pakistan, yang merupakan salah satu sekutu terdekat Beijing.

Zineb Riboua, peneliti di Hudson Institute's Center for Peace and Security in the Middle East, menulis bahwa teknologi China bisa membahayakan infrastruktur informasi dan komunikasi Arab Saudi, yang berpotensi mempersulit perjanjian berbagi intelijen dan keberadaan pangkalan militer AS di wilayah itu.

Sementara itu, John Calabrese, peneliti senior di Middle East Institute (MEI), menilai bahwa "meningkatnya keraguan Riyadh terhadap perlindungan AS, ditambah hubungan dekat Beijing dengan Pakistan, dapat membuka peluang bagi China untuk lebih proaktif dalam urusan keamanan Teluk dan nuklir".

"Skenario semacam ini bisa memperluas pengaruh Beijing dan memunculkan rivalitas baru antara China dan AS dalam urusan nuklir Timur Tengah," tuturnya dilansir Newsweek.

Ke depan, China diperkirakan akan terus memperluas kehadirannya di kawasan, tidak hanya dalam bidang pertahanan, tetapi juga teknologi industri dan kerja sama nuklir sipil. Langkah ini bisa menambah tekanan bagi Washington untuk meningkatkan kembali keterlibatannya di Timur Tengah demi mempertahankan pengaruhnya.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan AS! Negara Arab Ini Jadi 'Pemenang' Perang Israel-Iran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular