EBT Jadi Motor Ekonomi Baru & Penopang Devisa, Ini Buktinya!

Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
Kamis, 23/10/2025 18:10 WIB
Foto: dok Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mempercepat pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai strategi utama menuju kemandirian energi dan ketahanan ekonomi nasional. Langkah ini diambil di tengah tingginya harga energi fosil global yang selama ini menekan devisa negara.

Asal tahu saja, dalam setahun terakhir, sejumlah proyek EBT menunjukkan perkembangan pesat. Program bioenergi B40 menjadi salah satu fokus utama, dengan campuran 40 persen biodiesel dari minyak sawit dan 60 persen solar yang kini sudah berjalan secara nasional.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, hingga September 2025, realisasi program campuran bahan bakar biodiesel 40 persen atau B40 telah mencapai 10,57 juta kiloliter. Program ini juga meningkatkan nilai tambah Crude Palm Oil (CPO) hingga Rp14,7 triliun.


Selain itu, implementasi B40 terbukti memberikan dampak ekonomi signifikan. Pemerintah berhasil menghemat devisa negara hingga Rp93,43 triliun, menyerap lebih dari 1,3 juta tenaga kerja, dan menurunkan emisi karbon sebesar 28 juta ton.

"Petani sawit menjadi pahlawan energi baru. Program transisi energi ini membuka lapangan kerja baru sambil menjaga kelestarian bumi. Dari kebun sawit rakyat hingga tangki kendaraan bermotor, rantai nilai biodiesel telah menjadi bukti Indonesia mampu menciptakan ekosistem energi yang mandiri, berkelanjutan, dan berkeadilan," ucap Bahlil dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (23/10/2025).

Bukan hanya bioenergi, pemerintah pun turut mempercepat pengembangan pembangkit listrik berbasis energi bersih, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Pemerintah sudah meresmikan puluhan pembangkit energi terbarukan, mempercepat proyek PLTS berkapasitas 100 gigawatt (GW)," ujar Bahlil.

Sepanjang 2025, dua agenda besar menjadi catatan penting dalam sektor energi. Pertama, pada 20 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto meresmikan 26 pembangkit listrik dengan total kapasitas 3,2 gigawatt (GW), di mana 89 persen di antaranya merupakan pembangkit berbasis EBT.

Selanjutnya, pada 26 Juni 2025, pemerintah kembali meresmikan 55 pembangkit listrik baru dengan total kapasitas 379,7 megawatt (MW), terdiri atas 8 PLT Panas Bumi dan sisanya PLTS yang tersebar di 15 provinsi.

Pada akhirnya, program EBT diyakini mampu memberikan multiplier effect terhadap perekonomian daerah. Di sejumlah wilayah pedesaan, pembangunan PLTS komunal tidak hanya menurunkan biaya energi, tetapi juga mendorong aktivitas ekonomi masyarakat melalui akses listrik yang lebih luas dan efisien.

"Pemerintah melibatkan koperasi desa dalam transisi energi. Ekonomi dan ekologi tidak harus dipertentangkan, keduanya bersinergi menciptakan fondasi pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan merata," tutur Bahlil.

Ke depan, pemerintah menargetkan porsi bauran EBT nasional mencapai 19-23% pada tahun 2030, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Langkah tersebut diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi baru di sektor energi bersih yang mampu menopang devisa negara dalam jangka panjang.


(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RKAB Jadi Tahunan, Pemerintah Janji Proses Cepat & Transparan