Zulhas Pede RI Setop Impor BBM Solar di Akhir 2026, Ini Alasannya

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
21 October 2025 19:15
Menteri ESDM Ignasius Jonan melepas road test B30 di gedung KESDM, Jakarta, Kamis (13/6). B30 akan menggantikan pemakaian BBM impor sebesar 55 juta barel. B30 akan menggantikan pemakaian BBM impor sebesar 55 juta barel. Menteri ESDM Ignasius Jonan didampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, me-launching Road Test Penggunaan Bahan Bakar B30 (campuran biodiesel 30% pada bahan bakar solar) pada kendaraan bermesin diesel. Launching Road Test B30 ditandai dengan pelepasan keberangkatan 3 unit truk dan 8 unit kendaraan penumpang berbahan bakar B30 yang masing-masing akan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Launching Bahan Bakar B 30 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) menyampaikan kabar optimistis soal ketahanan energi nasional. Ia menegaskan bahwa Indonesia diproyeksikan tak lagi mengimpor bahan bakar solar pada akhir 2026, seiring dengan peningkatan produksi biodiesel berbasis sawit dan pengembangan bahan bakar nabati dari etanol dan metanol.

"Kalau solar, kemungkinan kita akhir tahun 2026 nggak impor lagi. Karena B40 sudah bisa jadi B50," ujar Zulhas dalam acara Town Hall Meeting Satu Tahun Kemenko Pangan di Auditorium Graha Mandiri, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

"Tentu sawitnya harus ditambah tanamannya. Nah sekarang sedang dikaji, ya. Bensin tambahannya itu 10% etanol atau metanol," imbuhnya.

Menurut Zulhas, langkah itu akan memperkuat kemandirian energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Selain itu, pemerintah kini tengah mengkaji peningkatan campuran biodiesel dari B40 menjadi B50 serta penggunaan etanol 10% atau E10 pada bensin.

Zulhas menjelaskan, penerapan kebijakan bensin campuran etanol atau E10 membutuhkan tambahan sekitar 1 juta hektare perkebunan tebu baru. Pasalnya, kebutuhan etanol yang tinggi harus dipenuhi dari bahan baku domestik seperti tebu dan singkong.

"Kalau tambah 10% saja, maka kita perlu sejuta kebun tebu. Dan di mana tanah nanti untuk metanol akan ditanam orang singkong? Nggak akan ada lagi tanah kosong," terangnya.

Ia menilai, kebijakan ini bukan hanya mendorong transisi energi bersih, tetapi juga membuka peluang besar bagi petani singkong dan tebu untuk meningkatkan pendapatan.

"Karena setiap lahan nanti satu hektare bisa memberikan penghasilan Rp80 juta satu tahun. Tanam singkong bisa (dapat) Rp80 juta. Sekarang kenapa nggak bisa? Karena nggak ada yang beli," kata Zulhas.

Zulhas optimistis, dengan adanya pabrik biofuel yang menyerap hasil panen secara berkelanjutan, petani akan kembali tertarik menanam dua komoditas tersebut.

"Kalau besok kita sudah etanol dan metanol. Pabriknya yang beli ada. Tiap hari kita pakai bensin. Jadi orang akan tanam karena ada yang beli. Satu liter itu kira-kira 6 kilogram. Kalau singkong 6 kilo. Berarti singkong itu harganya kira-kira Rp1.500 ke atas satu kilo," jelasnya.


(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Dari Limbah Jadi Energi, Peluang Baru Investasi Hijau RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular