
Sebulan Jadi Menkeu, Ini 6 Gebrakan Perpajakan Purbaya

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan sejumlah kebijakan perpajakan yang mengejutkan banyak pihak.
Salah satunya yang teranyar ialah rencananya untuk menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) demi mendorong daya beli masyarakat, di samping keputusan tak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026.
Selain itu, ada sejumlah deretan kebijakan perpajakan lainnya yang ia keluarkan untuk terus mendorong ekonomi lebih cepat ke depan, berikut ini rangkumannya:
1. Mau Turunkan Tarif PPN
Khusus untuk tarif PPN, sejak 2022 silam, tarif cenderung terjadi. seusai ditetapkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tarif PPN pada 2022 naik dari yang selama ini di kisaran 10%, menjadi 11%. Lalu berlanjut pada 2025 menjadi 12%.
Namun, karena gejolak penolakan masyarakat terhadap keputusan yang ditetapkan dalam UU HPP itu, tarif PPN yang naik pada 2025 hanya khusus barang mewah. Sisanya, tetap diberlakukan besaran tarif 11% hingga saat ini karena dengan menerapkan kebijakan dasar pengenaan pajak atau DPP 11/12 terhadap tarif PPN.
Dalam Pasal 7 ayat 3 UU HPP, selain mengatur batas atas tarif PPN yang paling tinggi sebesar 15%, sebetulnya juga diatur batas bawa tarif PPN yang membuka ruang penurunan tarif ke level terendahnya, yakni 5%.
"Nanti kita lihat bisa enggak kita turunkan PPN itu untuk mendorong daya beli masyarakat ke depan. Tapi kita pelajari dulu hati-hati," kata Purbaya saat konferensi pers APBN edisi September 2025, Selasa (14/10/2025).
Purbaya mengatakan, sebelum mengeksekusi rencana penurunan tarif PPN itu, pemerintah akan lebih dulu melihat setoran pajak sampai akhir tahun, sambil melihat secara cermat keseluruhan kondisi masyarakat.
"Kita akan lihat seperti apa akhir tahun, ekonominya seperti apa, uang yang saya dapat sampai akhir tahun, saya sekarang belum terlalu clear," paparnya.
2. Ogah Bangun BPN
Gebrakan kebijakan perpajakan lainnya yang telah diputuskan Purbaya ialah keengganannya membangun Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam waktu dekat, karena ingin mengurus sendiri perbaikan aparat pajak dan bea cukai untuk mendongkrak penerimaan negara ke depan.
"Untuk sementara kayaknya enggak akan dibangun. Pajak dan bea cukai akan tetap di Kemenkeu dan saya akan membawahi sendiri, jadi itu bagian saya pajak dan bea cukai," kata Purbaya di kantornya, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Purbaya memastikan, di bawah kepemimpinannya, ia akan kembali melanjutkan proses reformasi otoritas yang bertanggung jawab dalam peningkatan penerimaan negara itu, dengan cara memastikan proses pengumpulan pajak dan cukai berjalan efektif dan efisien.
"Karena kita akan melakukan berbagai reform termasuk menutup kebocoran-kebocoran yang ada dan lebih mendisiplinkan pegawai-pegawai bea cukai dan pajak," tegas Purbaya.
Melalui kebijakan reformasi di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ia percaya diri dapat meningkatkan rasio penerimaan perpajakan atau tax ratio pada tahun depan sekitar 0,5% dari selama ini di kisaran 10%.
"Ke depan saya harap sih tahun depan dengan mulai hidupnya sektor riil, tax ratio nya naik otomatis itu setengah persen, ada tambahan income Rp 110 triliun lebih, mudah-mudahan itu terjadi," tutur Purbaya.
3. Perpanjang Insentif PPN DTP Sampai 2027
Purbaya resmi memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% hingga 31 Desember 2027.
"Karena untuk menjaga daya beli dan multiplier yang besar dari PPN DTP diberikan hingga 31 Desember 2026 diperpanjang 31 Desember 2027 yang akan dinikmati 40 ribu unit per tahun," kata Purbaya
Pemerintah sebelumnya sudah menetapkan perpanjangan PPN DTP sebesar 100% hingga 31 Desember 2026. Keputusan ini direvisi setelah mendengar masukan dari pengembang properti. Perpanjangan ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan perpanjang PPN DTP hingga 2027 ini akan ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK).
"Akan kita buatkan PMK bahwa diperpanjang lagi sampai 31 Desember 2027 sehingga pengembang bisa rencanakan pembangunan lebih besar dan cepat," kata Febrio.
4. 200 Penunggak Pajak Disikat
Purbaya telah merealisasikan keputusannya untuk mengejar piutang pajak 200 pengemplang besar sampai akhir 2025. Target yang ia tetapkan ialah mengejar tunggakan para pengemplang pajak itu hingga akhir tahun senilai Rp 60 triliun.
Meski begitu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto baru bisa menargetkan mengumpulkan Rp 20 triliun dari total Rp 60 triliun tunggakan 200 wajib pajak yang menjadi pengemplang hingga akhir 2025.
Hal ini ia ungkapkan setelah ditanya langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang kemampuan penagihan terhadap 200 pengemplang pajak besar itu hingga akhir tahun.
"Dari hasil Rapimnas itu mohon izin pak sekitar Rp 20 triliun, karena ada beberapa yang kesulitan likuiditas dan meminta restrukturisasi utangnya diperpanjang," kata Bimo di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Bimo mengatakan, per hari ini, sudah terkumpul Rp 7,21 triliun dari hasil penagihan tunggakan 200 wajib pajak yang memiliki piutang ke negara Rp 60 triliun itu.
Artinya, ada sekitar penambahan Rp 216 miliar setoran piutang pajak yang telah diserahkan para pengemplang pajak besar itu per bulan ini.
"Tadi Rp 7 triliun ternyata data terakhir Rp 7,216 triliun, jadi nambah Rp 216 miliar," ungkap Bimo.
Bimo mengatakan, perolehan tagihan para pengemplang pajak itu berasal dari 91 wajib pajak yang telah membayar dan berkomitmen untuk mengangsur kewajibannya.
Sementara itu, tercatat ada 5 wajib pajak yang kesulitan likuiditas hingga masuk kategori macet dalam melunasi tunggakan pajaknya yang sudah berstatus inkrah di mata hukum.
Adapula 27 pengemplang pajak yang ia sebut sudah dalam status pailit, 4 wajib pajak dalam status pengawasan oleh aparat penegak hukum, 5 wajib pajak masuk tahap aset tracing, 9 wajib pajak dalam proses pencegahan, dan satu dalam proses penyanderaan.
"Jadi yang sudah kita lakukan pencegahan terhadap beneficial owner ada 9, yang dalam proses penyanderaan itu 1, dan yang proses tindak lanjut lainnya ada 59," ucap Bimo.
5. Cukai Rokok Tak Naik, Tapi Kejar MBDK
Purbaya sudah memutuskan untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada 2026. Konsep besar juga tengah disusun untuk memberantas rokok ilegal.
Hal ini kembali ditegaskan dirinya usai menghadiri upacara HUT ke-79 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Senin (13/10/2025). Dia juga mengungkapkan tidak ada kenaikan harga eceran untuk rokok.
"Belum ada kebijakan seperti itu, saya nggak tahu. Harusnya sih nggak usah, kalau nggak kan tipu-tipu. Anda anggap saya tukang kibul (tipu). Enggak naik, tapi harganya dinaikin sama aja kan," ujar paparnya saat ditemui media di kantor Bea dan Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, gap harga antara produk yang legal dengan ilegal jadi semakin besar. Jika makin besar, Purbaya melihat hal ini akan mendorong barang-barang ilegal. Saat ini, Kementerian Keuangan di bawah pimpinan Purbaya justru ingin menekan peredaran rokok ilegal.
"Sampai sekarang saya belum kepikiran dinaikkin. Saya pikir sih biarkan aja," kata Purbaya
Meski harus menahan laju kenaikan tarif CHT pada 2026, Purbaya membuka peluang pengenaan barang kena cukai baru yang akan serius dikejar pada tahun depan, salah satunya cukai minuman berpemanis dalam kemasan alias cukai MBDK.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budi Utama mengaku tengah menyiapkan peraturan untuk memulai pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Sebagaimana diketahui, setoran cukai MBDK ditargetkan telah masuk pada tahun depan, sesuai dengan rancangan yang tertuang dalam APBN 2026.
"Untuk MBDK, secara peraturannya sedang disiapkan bahwa ke depan akan diberlakukan," kata Djaka di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Meski begitu, Djaka belum bisa mengungkapkan kepastian tanggal pemberlakuan cukai MBDK, termasuk terkait dengan besaran target maupun tarif yang akan dikenakan.
Ia mengatakan, dalam penerapannya, pemerintah akan tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat secara luas.
"Diberlakukannya pun akan melihat situasi yang berkembang di masyarakat," tegas Djaka.
6. Beresin Coretax
Purbaya berjanji untuk memperbaiki kinerja sistem perpajakan baru, Coretax Administration System, dalam waktu satu bulan. Purbaya menuturkan akan mengundang ahli-ahli IT dari luar negeri untuk memperbaiki sistem ini.
Purbaya menuturkan sosok ahli yang akan dipekerjakannya ini merupakan orang dari dalam negeri, bukan dari luar negeri. Dia yakin ahli yang dikenalnya ini cukup handal dan mampu menyelesaikan permasalahan Coretax dalam satu bulan hingga dua minggu.
"Ahli luar, tuh ahli luar keuangan. Orangnya jago, dia bilang bisa. Satu bulan ini, dua minggu lagi," ujar Purbaya saat ditemui media di kantornya, Selasa (7/10/2025).
Dia pun mengungkapkan sisa pengerjaan perbaikan Coretax sekitar 15 hari lagi. Jika sedikit meleset dari target, dia masih memakluminya. Pasalnya, dia melihat perkembangannya sudah jelas.
"15 hari lagi berarti ya. Kemungkinan kalau meleset sedikit kan nggak apa-apa. Tapi kelihatannya udah clear," katanya.
Purbaya pernah mengungkapkan, permasalahan sistem Coretax yang masih terus terjadi sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025 sudah terdeteksi, yakni karena disebabkan masalah sistem informasi dan teknologinya (IT) itu sendiri.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Kebijakan PPN DTP Berhasil, Pelaku Industri Minta Tak Dikurangi
