Chaos Demo soal Kenaikan Harga BBM, Massa Paksa Presiden Keluar
Jakarta, CNBC Indonesia - Massa yang memprotes lonjakan harga bahan bakar membanjiri jalan-jalan ibu kota Ekuador, Quito, pada hari Minggu (12/10/2025). Para pengunjuk rasa membakar ban, memblokir jalan, dan berhadapan dengan petugas polisi yang merespons dengan tembakan gas air mata.
Konfrontasi ini merupakan yang terbaru dalam serangkaian demonstrasi nasional yang menguji kepemimpinan Presiden Daniel Noboa. Pengunjuk rasa bersiul dan meneriakkan "Noboa keluar, keluar!" saat mereka berbaris dari Quito selatan menuju taman di utara.
Namun, polisi bermotor membubarkan aksi tersebut sebelum mencapai alun-alun, dengan menembakkan gas air mata ke arah kerumunan. Tidak ada laporan segera mengenai korban luka-luka.
Organisasi masyarakat adat terbesar di Ekuador.
Konfederasi Kebangsaan Adat Ekuador (CONAIE), telah menyerukan mogok selama 21 hari sebagai tanggapan atas penghapusan subsidi bahan bakar yang menaikkan harga solar (diesel) dari US$1,80 (R,29.885) per galon menjadi US$2.80 (Rp46.488) per galon.
Protes tersebut sering berubah menjadi kekerasan. Sejauh ini, satu warga sipil dilaporkan tewas, puluhan lainnya terluka, dan lebih dari seratus orang ditangkap dalam bentrokan dengan polisi. Dalam eskalasi besar pekan lalu, pengunjuk rasa menyerang motorcade Presiden Noboa dengan batu.
Noboa telah memberlakukan keadaan darurat di 10 provinsi, membatasi pertemuan publik di Quito dan area lainnya. Aksi demonstrasi hari Minggu bertepatan dengan Hari Interkulturalitas dan Plurinasionalitas, yang merupakan pengganti Hari Columbus di Ekuador untuk mengakui populasi masyarakat adatnya.
Kenaikan harga bahan bakar secara khusus memengaruhi masyarakat adat yang bekerja di sektor pertanian, perikanan, dan transportasi Ekuador yang sangat penting. Presiden Noboa berargumen bahwa pemerintah perlu memangkas subsidi sebesar US$1,1 miliar (Rp18,26 triliun) untuk menopang keuangan negara dan memerangi penyelundupan bahan bakar yang merajalela di perbatasan Ekuador ke Kolombia dan Peru.
Namun, langkah-langkah tersebut memicu kemarahan luas, dengan demontrasi ini saja diadakan 21 hari setelah aksi serupa yang lebih besar.
"Sektor-sektor sosial yang berbeda, gerakan adat, pekerja, pemuda, lingkungan di Quito, masyarakat Ekuador, kami bangkit melawan kebijakan neoliberal dan penyebab kelaparan dari diktator Noboa," kata Nelson Erazo, seorang pemimpin serikat pekerja pada rapat umum hari Minggu, merujuk pada penghapusan subsidi dan langkah-langkah pemotongan biaya Noboa baru-baru ini, seperti pemecatan ribuan pekerja publik.
Noboa telah mengunjungi beberapa wilayah yang bergejolak dan memberikan bonus kepada petani yang kekurangan uang dan pekerja angkutan umum, namun ia menolak untuk bernegosiasi dengan federasi adat.
(tps/luc)