
Bos Toyota Blak-blakan RI Tak Perlu Ribut Debat E10, Ini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana penggunaan bahan bakar campuran etanol 10% atau E10 mulai mengemuka di Indonesia, seiring dorongan pemerintah untuk menurunkan emisi karbon dan meningkatkan ketahanan energi nasional. Namun, perdebatan soal kandungan etanol dalam BBM justru memunculkan kontroversi, terutama setelah sejumlah SPBU swasta menolak pasokan Pertamina karena mengandung etanol 3,5 persen.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menanggapi hal ini dengan membandingkan Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah lebih maju dalam pemanfaatan bioetanol. Ia mengatakan, hampir semua negara sudah menerapkan E10 hingga E20, bahkan di beberapa negara seperti Brasil dan Amerika Serikat, etanol digunakan hingga 100 persen.
"Di luar negeri itu sekarang hampir semua negara sudah menerapkan E10, E20, bahkan Thailand juga sudah bergerak dari E10 ke E20, di Amerika Serikat juga sudah menerapkan di beberapa negara bagian sampai E85. Di Brazil sampai E100," ujar Bob Azam dikutip Jumat (10/10/2025).
Indonesia seharusnya tidak perlu meributkan kandungan etanol sebesar 3,5 persen, karena dari sisi teknologi, industri otomotif di dalam negeri sudah sangat siap. Toyota sendiri sudah menyiapkan kendaraan yang kompatibel hingga E20.
Menurutnya, sebagian besar kendaraan di Indonesia, baik merek lokal maupun luar negeri, sudah bisa menggunakan BBM dengan kandungan etanol 10 persen.
"Kita sendiri 20 tahun lalu sudah bisa bikin mesin bahan bakar etanol 100 persen. Makanya saya bingung kenapa sekarang kita ribut etanol 3,5 persen," kata Bob.
Indonesia, kata dia, jangan sampai tertinggal hanya karena kendaraan lama dan tua.
"Jadi jangan teknologi yang menyesuaikan sama mobil tua di jalan, nanti kita ketinggalan teknologi. Justru kita harus berevolusi menjadi kendaraan-kendaraan yang adaptif terhadap future bahan bakar," sebut Bob.
Jika permintaan etanol meningkat, maka petani akan menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan karena bahan bakunya berasal dari tanaman seperti tebu, jagung, singkong, dan sorgum.
"Tebu, jagung, cassava, sorghum. Itu kalau bisa berkembang baik, itu bisa menjadi pilar kedua pertumbuhan ekonomi kita setelah sawit. Jadi ada multiplier effect-nya," sebutnya.
Dari sisi teknis, Bob mengakui, etanol memang memiliki kandungan energi yang lebih rendah dibandingkan bensin. Namun, dampaknya terhadap performa kendaraan dalam campuran rendah sangat kecil dan tidak signifikan.
"Kalau E30 mungkin 1 persen lah energinya akan lebih rendah. Jadi kalau harganya Rp12.000, impact-nya kan cuma Rp120 perak. Tapi emisinya itu turun sampai 65 persen," ujarnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-Siap RI Punya Bahan Bakar Baru Pengganti BBM Bensin
