MARKET DATA

Bahlil Ungkap Dalang yang Bikin Ribut Tak Terima BBM Bioetanol E10

Firda Dwi Muliawati,  CNBC Indonesia
08 December 2025 19:45
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)
Foto: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan pihak yang menentang kebijakan pencampuran etanol dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis bensin.

Bahlil menyebut, pihak yang menentang tersebut terutama dari dua kalangan. Pertama, adalah orang-orang yang belum mendapatkan penjelasan utuh soal manfaat etanol. Lalu, pihak lainnya adalah para importir yang sudah nyaman dalam mengimpor BBM.

Seperti diketahui, pemerintah telah berencana untuk memberlakukan mandatori pencampuran etanol pada bensin sebesar 10% (E10) sebagai salah satu upaya menuju swasembada energi nasional. Kemungkinan, program ini akan dijalankan pada 2027 mendatang.

"Di Indonesia begitu kita membuat perencanaan E10 sudah pada ribut. Dan saya dapat memastikan orang-orang yang ribut ini pertama adalah saudara-saudara saya mungkin penjelasannya yang kita belum mereka secara utuh. Yang kedua ya importir. Tulis besar-besar aja enggak apa-apa," bebernya dalam acara BIG Conference, di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Kendati demikian, Bahlil menilai reaksi para importir tersebut sangat beralasan karena pasar mereka terus tergerus oleh kebijakan hilirisasi energi pemerintah. Setelah sebelumnya impor Solar dan avtur berhasil ditekan lewat program biodiesel, kini giliran pasar bensin yang akan dipangkas melalui substitusi etanol berbahan baku tebu, singkong, sorgum atau bahkan jagung.

"Importir ini barang nyaman kok. Kata mereka apa maunya Bahlil ini. Solar sudah nggak boleh impor, avtur nggak boleh impor, ini bensin pun mau dikurangi impornya. Terserah kau lah. Emang negara ini kau mau atur," tegasnya.

Meski demikian, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tunduk pada tekanan pengusaha yang ingin mendikte kebijakan negara demi keuntungan pribadi semata.

"Negara enggak boleh dikendalikan oleh pengusaha. Yang mengatur pengusaha adalah negara. Tapi negara enggak boleh sewenang-wenang pada pengusaha," tandasnya.

Sebelumnya, Bahlil pernah mengungkapkan terkait dengan mandatori E10, pemerintah saat ini masih menghitung waktu yang paling tepat untuk penerapannya. Hal itu dilakukan lantaran pabrik etanol harus dibangun di dalam negeri.

Menurut dia, saat ini pemerintah masih melakukan kajian untuk menentukan waktu penerapan kebijakan mandatori tersebut, apakah akan dimulai pada 2027, 2028 atau di tahun lainnya.

Namun, ia memperkirakan berdasarkan rancangan yang sedang disusun, program itu kemungkinan besar sudah dapat berjalan paling lambat pada tahun 2027.

"Tetapi menurut saya yang kita lagi desain kelihatannya paling lama 2027 ini sudah bisa jalan," kata Bahlil di Kompleks Istana Negara, Jakarta, dikutip Selasa (21/10/2025).

Lebih lanjut, Bahlil memberikan alasan bahwa kebijakan E10 merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menekan impor bensin yang saat ini masih sangat tinggi.

Pada dasarnya, volume impor bensin RI saat ini telah mencapai sekitar 27 juta ton per tahun, sehingga penggunaan campuran etanol diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar impor tersebut.

"Karena E10 adalah bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi impor bensin. sebab impor bensin impor banyak 27 juta ton per tahun," ujarnya.

(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Dorong Pemanfaatan Bioetanol pada BBM


Most Popular