
Ada Apa dengan Emas? Harga Kini Terbang Tinggi, Terus Naik Hingga 2026

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali mencetak rekor baru, menembus angka US$4.000 per ons atau sekitar Rp66,1 juta per ons. Lonjakan ini memperpanjang reli emas sepanjang tahun yang sejauh ini telah naik sekitar 54%, di tengah meningkatnya kekhawatiran geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global.
Investor kembali memburu logam mulia sebagai aset aman di tengah gejolak pasar akibat perang Rusia-Ukraina, tarif perdagangan Amerika Serikat, inflasi berkepanjangan, dan perlambatan ekonomi Eropa. "Pasar emas tampaknya mengalami gerakan yang jarang terjadi," ujar John Meyer, analis di konsultan SP Angel, seperti dikutip Reuters, Kamis (9/10/2025).
Reli emas juga menyeret naik harga logam mulia lain seperti perak, platinum, dan paladium. Dan Smith, Direktur Pelaksana Commodity Market Analytics, mengatakan "kenaikan ini luar biasa dan memberi sinyal bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi, dan kita seharusnya khawatir".
Permintaan tinggi dari bank sentral turut menopang harga. Menurut konsultan Metals Focus, pembelian emas tahunan oleh bank sentral telah melampaui 1.000 metrik ton sejak 2022, dan diperkirakan mencapai 900 ton tahun ini, di mana jumlahnya dua kali lipat rata-rata 2016-2021. Sementara itu, kebijakan suku bunga rendah di berbagai negara mendorong investor mengalihkan dana ke logam mulia sebagai penyimpan nilai yang lebih aman.
Meski pasar menunjukkan tanda-tanda jenuh beli, para analis menilai reli emas masih berpotensi berlanjut hingga 2026. "Biasanya hanya satu atau dua faktor risiko yang menggerakkan harga emas. Namun kali ini, semua faktor pendorong tradisional muncul bersamaan," kata David Wilson, analis BNP Paribas.
Menurut Wilson, keengganan investor terhadap obligasi pemerintah AS berjangka panjang membuat emas menjadi pilihan utama. Goldman Sachs bahkan menaikkan proyeksi harga emas untuk Desember 2026 menjadi US$4.900 per ons, atau sekitar Rp81 juta per ons.
"Tampaknya harga akan terus naik. Saat ini tidak ada tanda-tanda penurunan," ujar Wilson. "Sulit melihat peristiwa yang bisa tiba-tiba mengubah sentimen global."
(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Beras Jepang Melejit 99%, PM Ishiba di Ujung Tanduk
