Strategi Purbaya Lawan Pemda "Malas" yang Numpuk Duit di Bank

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
06 October 2025 10:50
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan dana segar Rp 200 triliun akan dibagikan ke lima bank hari ini.
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana pemerintah daerah (Pemda) untuk belanja pembangunan ternyata masih banyak yang numpuk di bank. Per Agustus 2025, jumlahnya mencapai Rp 233,11 triliun, meningkat sekitar 21,05% bila dibandingkan catatan per akhir Agustus 2024 yang senilai Rp 192,57 triliun

Dana per akhir Agustus 2025 itu menjadi yang tertinggi selama 5 tahun terakhir, karena pada Agustus 2021, anggaran dana mengendap Pemda di bank senilai Rp 178,95 triliun, Agustus 2022 Rp 203,42 triliun, dan per Agustus 2023 Rp 201,31 triliun.

Kementerian Keuangan mencatat, dana yang mengendap itu terus terjadi meskipun pemerintah terus gencar mencairkan dana transfer ke daerah (TKD). pencairan TKD telah mencapai Rp 571,5 triliun atau 62,1% dari pagu APBN per 31 Agustus 2025. Besaran transfer ini mengalami peningkatan sebesar 1,7% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Permasalahan itu membuat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengambil langkah tegas bila Pemda tak kunjung mampu menggunakan anggarannya untuk pembangunan di daerahnya masing-masing.

Purbaya bahkan terang-terangan berencana mengambil kembali dana Pemda yang mengendap di perbankan itu supaya bisa termanfaatkan untuk membangun kesejahteraan masyarakatnya melalui kebijakan lain.

"Kalau uangnya nganggur ya kita ambil," kata Purbaya di kantor Kementerian Keuangan pada akhir September 2025 lalu, dikutip Senin (6/10/2025).

Meski begitu, Purbaya menegaskan, kebijakan itu akan ditempuh setelah pemerintah memastikan ketersediaan dana operasional Pemda pada awal tahun yang biasanya memang seret pada periode Januari-Februari.

"Harus hitung juga bahwa mereka perlu dana untuk awal tahun, Januari, Februari. Kita liat nanti seperti apa. Tapi kalau memang betul-betul nganggur di sana, ya kita ambil alih, kita pindahin," ujar Purbaya

Dengan strategi pengambilan kembali dana yang menganggur itu, ia menyakini akan membuat Pemda lebih rajin membelanjakan anggarannya sejak awal tahun.

Salah satu cara supaya Pemda lebih cepat membelanjakan anggarannya ia tegaskan juga akan dilakukan dengan melonggarkan persyaratan agar TKD dapat tersalurkan lebih cepat tanpa syarat berbelit.

"Kita harus edukasi dulu ke mereka dan kita lihat mereka mampu apa nggak. Tapi yang jelas kita akan evaluasi dana yang di perbankan, yang punya Pemda yang sekitar 100 triliun setiap tahun itu ada di akhir Desember," ujarnya.

Purbaya saat itu juga mengaku bingung ketika melihat dana jumbo di perbankan namun realisasi belanja pemda masih minim. Maka ia menegaskan akan melakukan monitoring lebih lanjut terkait penyaluran belanja daerah ke depan.

"Untuk saya agak ganjil juga. Ketika mereka punya, kemarin kan 200 triliun lebih tuh, sekarang ini masih 200 triliun lebih uang mereka mengendap di sana. Kenapa mereka enggak belanjain ya? Nanti kita monitor," ujarnya.

Ia turut meyakini lambatnya belanja pemerintah untuk kepentingan pembangunan juga bisa menjadi salah satu pemicu gejolak ekonomi dan sosial. Maka, di bawah kepemimpinannya, ia memastikan pemerintah pusat maupun daerah tak lagi akan berlama-lama mengendapkan dananya ketimbang belanja cepat pada awal tahun.

"Enggak boleh seperti ini terus-terusan. Karena akibatnya ekonomi daerahnya agak keganggu, makanya banyak demo-demo itu. Tapi saya akan pelajarin lagi," ujarnya.

Lambatnya penyaluran dana yang telah ditransfer pemerintah pusat ke daerah melalui TKD ia akui juga sebeutlnya menjadi salah satu sebab turunnya anggaran TKD pada tahun ini, hingga menyebabkan dirinya diprotes banyak pemda.

Pada 2025, anggaran TKD mencapai Rp 919,9 triliun. Sementara itu untuk 2026, anggaran yang diajukan awalnya adalah Rp 650 triliun, meskpun di tengah pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Purbaya menambah anggaran Rp 43 triliun untuk TKD menjadi Rp 693 triliun.

Purbaya menjelaskan, keputusan pemangkasan diakibatkan oleh masih banyaknya penyelewengan dalam penggunaan anggaran di daerah karena lambat terserap. Pemerintah pusat ingin memastikan dana yang digelontorkan benar-benar digunakan secara efektif dan tepat sasaran.

"Alasan pemotong itu utamanya dulu karena banyak penyelewengan ya. Artinya enggak semua uang yang dipakai, dipakai dengan betul," tegasnya.

Meski TKD pada tahun depan lebih sedikit, Purbaya menegaskan pemerintah tetap meningkatkan program belanja untuk daerah. Dirinya menjelaskan belanja program yang ditujukan ke daerah justru naik signifikan dari Rp 900 triliun menjadi Rp 1.300 triliun.

"Tapi program-program untuk daerah naik dari Rp 900 triliun ke 1.300 triliun. Tambah lebih banyak. Jadi kita ingin melihat yang lebih efektif, kinerja uang yang lebih efektif," papar Purbaya.

Alasan Pemda Lambat Belanja hingga Duit Numpuk di Bank

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti sebelumnya telah mengungkapkan penyebab banyaknya dana pemda mengendap di perbankan.

Prima menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan anggaran Pemda tiap tahunnya mengendap dalam jumlah besar di perbankan. Pertama, dipicu oleh proses perencanaan belanja yang tak efektif.

"Kalau saya liat modusnya dari tahun ke tahun kontrak itu baru mulai bulan ke empat, jadi April. Itu baru kontrak, lalu realisasi biasanya mulai cepat di tiga bulan terakhir," ucap Prima.

Sementara itu, pemerintah pusat kata dia secara rutin membayarkan TKD tiap bulannya ke Pemda. Maka, ketika pemasukan tinggi sedangkan realisasi belanja nya tak cepat, dana Pemda menumpuk di BPD.

Kendati begitu, Prima mengatakan, saat periode tiga bulan terakhir dalam tahun pelaksanaan anggaran, daerah baru mulai gencar melakukan belanja, sehingga sisa dana yang mengendap biasanya akan berkurang hingga kisaran Rp 95-100 triliun.

"Tapi nanti pada saat akhir tahun ini dia akan menuju ke angka Rp 95-100 triliun dan ini ada bentuknya macam-macam, sebagian besar dari jumlah itu biasanya udah di giro dan ini ada bentuknya macam-macam, sebagian besar dari jumlah itu biasanya udah di giro," kata Prima.

"Jadi begitu ada tagihan, dia bayar, walau kita tidak tutup mata ada daerah-daerah yang tidak bisa belanjakan anggarannya dengan optimal sehingga uangnya nangkring di situ aja," ucapnya.

Oleh sebab itu, Prima mengatakan, proses perencanaan belanja menjadi sangat penting bagi pemerintah daerah supaya dana yang diterima tidak hanya menumpuk, melainkan dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.

"Ini jadi tantangan daerah bagaimana dia percepat belanja itu sehingga saldo kasnya lebih baik," tegas Prima.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Purbaya Kaji Kenaikan Besaran Transfer ke Daerah Tahun Depan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular