RI Bersiap Ratifikasi MRA Bahan Bangunan ASEAN, DPR Beri Pesan Tegas

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
29 September 2025 17:19
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza saat ditemui usai rapat. (CNBC Indonesia/Martyasri Rizky)
Foto: Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza saat ditemui usai rapat. (CNBC Indonesia/Martyasri Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia tengah menggodok aturan yang akan dikeluarkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) untuk meratifikasi ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Building and Construction Materials (MRA-BCM). Yaitu, pengakuan bersama atas penilaian dan standardisasi sertifikasi bahan bangunan dan konstruksi. 

Kesepakatan ini akan menjadi dasar pengakuan timbal balik hasil uji dan sertifikasi produk semen, kaca, dan baja di kawasan ASEAN.

Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini menyebut Malaysia sudah lebih dulu meratifikasi MRA-BCM pada 13 Januari 2025 lalu, sementara Indonesia kini tengah menyiapkan langkah serupa agar dapat menerapkan skema pengakuan timbal balik secara penuh.

Indonesia, ujarnya, harus menjadikan pengesahan ini sebagai momentum untuk memperkuat daya saing, bukan sekadar membuka pasar bagi produk negara lain.

"Ini selalu ya, Indonesia selalu menjadi pasar, maka ini menjadi momentum bagi kita semuanya untuk berbenah, supaya tidak hanya menjadi pasar. Karena Indonesia gede banget, pasarnya sangat menggiurkan bagi negara-negara lain, oleh karena itu dengan kesepakatan ini, kita sangat berharap kita bisa berbenah, sehingga kita bisa menjadi pelaku juga," ujar Anggia dalam Rapat Kerja bersama Menteri Perdagangan dan Wakil Menteri Perindustrian di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025).

Menurutnya, MRA-BCM memberi peluang besar meningkatkan ekspor, terutama untuk produk baja, semen dan kaca. Namun, data neraca perdagangan menunjukkan produk MRA-BCM bergeser dari surplus menjadi defisit dalam lima tahun terakhir akibat lonjakan impor kaca bernilai tambah dan lemahnya ekspor karena keterbatasan teknologi serta biaya energi tinggi.

"Komisi VI DPR RI berharap agar pengesahan dan implementasi MRA-BCM dapat menjadi momentum strategis bagi Indonesia untuk memperkuat posisi dalam perdagangan kawasan, bukan sekedar sebagai pasar," tegas dia.

5 Prinsip MRA-BCM

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menjelaskan, MRA-BCM adalah hasil perjalanan panjang dengan tahapan teknis dan diplomatik antarnegara ASEAN.

"Pada prinsipnya, negara anggota wajib menerima hasil lab pengujian atau sertifikasi dari LPK (Lembaga Penilaian Kesesuaian) terdaftar sesama anggota yang sudah melakukan ratifikasi. Dalam hal ini Indonesia hanya berkomitmen menerima hasil pengujian saja," kata Faisol dalam rapat.

Ia menyebut ada lima prinsip dasar dalam MRA-BCM, yakni pengakuan hasil uji, hak verifikasi negara pengimpor, penggunaan standar negara tujuan jika standar ASEAN belum tersedia, kerja sama teknis antar negara, dan penggunaan bahasa Inggris pada dokumen resmi.

Faisol menilai ratifikasi akan membawa manfaat nyata. Pertama, ratifikasi akan meningkatkan standar material dalam negeri, sehingga kualitas produk semakin kompetitif. Kedua, perluasan akses pasar ASEAN tanpa perlu sertifikasi ulang, sehingga menghemat biaya dan mempercepat distribusi. Yang ketiga, meningkatkan kepercayaan regional yang memperkuat integrasi ekonomi kawasan.

Meski begitu, konsekuensi juga perlu diantisipasi. Pemerintah harus memastikan sistem uji dan sertifikasi nasional selaras dengan standar ASEAN, menyiapkan regulasi lengkap, serta memperkuat riset dan inovasi industri domestik.

Faisol menambahkan, potensi ekspor Indonesia di sektor ini cukup besar. Pada 2030, nilai ekspor kaca diproyeksikan US$473 juta, baja US$729 juta, dan semen US$447 juta.

"Dengan dukungan Komisi VI DPR RI, kami berharap langkah ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam sektor konstruksi ASEAN, juga mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan," kata Faisol.

Demi Efisiensi

Ditemui usai rapat, Faisol menegaskan, ratifikasi MRA-BCM akan membuat ekspor Indonesia lebih efisien.

"Ya ratifikasi itu sebenarnya adalah kesepakatan protokol di ASEAN untuk pengakuan bersama terhadap produk masing-masing negara anggota untuk tidak lagi diuji maupun disertifikasi di negara anggota yang lain, untuk produk kaca, semen dan baja. Jadi kita juga punya kesempatan untuk ekspor lebih mudah, lebih efisien, lebih murah," jelasnya.

Namun, sejauh ini pengakuan timbal balik baru bisa berlaku dengan Malaysia. "Nah sekarang yang meratifikasi kan Malaysia. Kalau kita sudah meratifikasi maka kita dengan Malaysia itu sudah sama-sama mengakui bahwa sertifikasi di Indonesia dan uji di Indonesia itu diakui juga di Malaysia. Begitu juga sebaliknya," ungkapnya.

Lebih jauh, Faisol menyebut Indonesia sebagai negara besar yang memiliki jumlah penduduk besar, maka kebutuhan kaca, semen, dan baja pun menjadi besar. Hal ini tentu menjadi daya tarik bagi produk-produk negara-negara ASEAN lain yang memasarkan di Indonesia.

"Apalagi kalau lebih bagus, harganya lebih murah pasti akan lebih punya daya saing di pasar. Tantangan itu harus kita jawab, supaya produk kita juga lebih murah, lebih berkualitas, punya daya saing dan bisa menembus ke pasar ASEAN," pungkasnya.

Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025). (CNBC Indonesia/Martyasri RIzky)Foto: Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025). (CNBC Indonesia/Martyasri RIzky)
Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025). (CNBC Indonesia/Martyasri RIzky)


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Daya Saing RI Terancam, FDI Bisa Kabur karena Tarif AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular