RI Punya "Harta Karun" Incaran Dunia Tapi Dibuang, Harganya Fantastis!

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Rabu, 24/09/2025 19:55 WIB
Foto: Laba PT Timah Naik 6% di 2018 (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Timah Tbk (TINS) bersiap menggarap "harta karun" yang diincar dunia berupa mineral strategis, seperti Logam Tanah Jarang (LTJ) atau rare earth element yang terkandung dalam monasit, produk ikutan logam timah.

Adapun, mineral kritis tersebut didapatkan dari sisa hasil produksi (SHP) timah yang selama ini ternyata dibuang begitu saja. Padahal, mineral ikutan timah seperti monasit, zirkon, dan xenotim mengandung unsur LTJ.

Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Restu Widiyantoro mengungkapkan selama ini perusahaan tidak menyadari nilai dari sisa hasil produksi (SHP) timah. Akibatnya, mineral ikutan tersebut dibuang ke laut tanpa pemanfaatan yang lebih optimal.


"Kami sudah putuskan bahwa semua SHP yang selama ini dibuang di laut kami kumpulkan dan kami jaga untuk tahan untuk pengelolaan mineral ikutan atau hilirisasi di Timah nantinya," ucapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Rabu (24/9/2025).

Semula, Restu mengatakan bahwa pihaknya baru saja mendapat arahan dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto selaku Kepala Badan Industri Mineral untuk mulai mengelola mineral ikutan tersebut.

"Kami mendapat arahan dan bertemu langsung dan dikunjungi oleh Bapak Menteri Dikti, Menteri Pendidikan Tinggi. Baru empat hari yang lalu. Dan di situ alhamdulillah kami mendapat arahan untuk mulai mengelola SHP di Timah," katanya.

"Dan ini baru puluhan tahun kami belum aware bahwa ini nilainya luar biasa. Jadi baru kami ketahui," ujarnya.

Oleh sebab itu, mulai saat ini PT Timah akan mengubah praktik tersebut dengan mengumpulkan seluruh SHP untuk diolah lebih lanjut.

Sebagaimana diketahui, Logam Tanah Jarang (LTJ) ini merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk "critical mineral" yang terdiri dari 17 unsur, antara lain scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).

Logam tanah jarang ini juga digunakan untuk bahan baku pembuatan alutsista di industri pertahanan.

Beberapa material alutsista menggunakan unsur LTJ sebagai unsur paduan, antara lain material Terfenol-D, paduan tiga logam terdiri dari Terbium (Te), Iron (Fe), dan Dysprosium (Dy) sebagai material peredam gelombang sonar pada teropong bidik senapan malam (TBSM) untuk material optic Yttrium aluminium garnet (YAG) dan lainnya.

Di Indonesia, potensi mineral tanah jarang berasal dari beberapa produk turunan dari hasil pengolahan sejumlah mineral, seperti timah, emas, alumina, pasir zircon hingga nikel.

Harga Fantastis

Chairman Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengungkapkan bahwa LTJ menjadi mineral yang cukup penting karena mempunyai segudang manfaat. Salah satunya yakni untuk kebutuhan untuk industri pertahanan dan harganya cukup mahal.

"Jadi pengembangan LTJ itu untuk industri pertahanan tapi LTJ kan selain pertahanan kan bisa buat harganya memang mahal," kata Irwandy ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.

Adapun, sepanjang 2025, neodymium menjadi logam tanah jarang dengan kenaikan harga paling signifikan. Dalam beberapa waktu terakhir, harganya melonjak tajam.

Mengutip Data Trading Economics, Rabu (24/9/2025), harga neodymium stagnan di level CNY 785.000/ton atau sekitar Rp 1,84 miliar per ton pada 19 September 2025.

Dalam sebulan terakhir, harga neodymium naik 1,28%, dan melonjak 48,82% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, berdasarkan perdagangan kontrak berjangka (CFD) yang mencerminkan pasar acuan komoditas ini.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Ketemu Panglima TNI & Menhan, Bahas Soal Ini