Prancis Geger, Teror Kepala Babi Serang 9 Masjid di Paris
Jakarta, CNBC Indonesia - Komunitas Muslim di Prancis dilanda kekhawatiran setelah sembilan kepala babi ditemukan di depan sejumlah masjid di Paris dan sekitarnya. Aparat menduga aksi provokatif ini terkait campur tangan asing untuk memicu keresahan sosial.
Pada 9 September pagi waktu setempat, jamaah Masjid Javel di jantung Paris dikejutkan dengan penemuan kepala babi berlumuran darah di depan pintu masuk. Di atasnya tertulis nama "Macron" dengan tinta biru.
"Ini pertama kalinya hal seperti ini terjadi pada kami. Jamaah sangat terkejut," ujar Najat Benali, rektor Masjid Javel, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (23/9/2025).
Tak hanya Masjid Javel, polisi memastikan total sembilan masjid di kawasan Paris menjadi sasaran aksi serupa. Aparat tengah menyelidiki kasus ini sebagai bagian dari dugaan intervensi asing.
"Kita tidak bisa tidak melihat adanya kesamaan dengan tindakan-tindakan sebelumnya yang telah terbukti sebagai tindakan campur tangan asing," kata Kapolres Paris Laurent Nunez dalam konferensi pers.
Kejaksaan Paris mengungkap, dua orang berpelat Serbia membeli sekitar 10 kepala babi dari seorang petani di Normandia sehari sebelum kejadian. Rekaman CCTV menunjukkan keduanya menaruh kepala babi di depan sembilan masjid, lalu meninggalkan Prancis ke Belgia pada Selasa pagi.
"Kepala babi ditinggalkan oleh warga negara asing yang segera meninggalkan Prancis, dengan niat jelas menimbulkan keresahan di dalam negeri," tulis Kejaksaan Umum Paris dalam pernyataan resmi.
"Tujuannya adalah menimbulkan keresahan warga, mempertanyakan keselamatan mereka, dan menciptakan perpecahan antar komunitas," tambah Jaksa Paris Laure Beccuau.
Di Masjid Islah, pinggiran timur Paris, rekaman CCTV bahkan menunjukkan seorang pria meletakkan kepala babi lalu memotretnya.
"Awalnya kami sangat khawatir. Lingkungan kami tenang, rukun dengan tetangga. Mengetahui banyak masjid lain juga jadi korban, setidaknya kami tahu ini bukan balas dendam pribadi," kata Haider Rassool, salah satu pengurus masjid.
Sementara itu, pakar hukum Universitas Toulouse Capitole, Rim-Sarah Alouane, menilai aktor asing hanya memanfaatkan keretakan sosial yang sudah ada.
"Mereka bahkan tidak perlu menciptakan perpecahan, cukup memanfaatkannya. Kejahatan kebencian dijadikan senjata geopolitik," ujarnya.
Insiden ini muncul di tengah tren peningkatan Islamofobia di Prancis. Dalam lima bulan pertama 2025, tercatat 145 tindakan Islamofobia, naik 75% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Termasuk di antaranya upaya pembakaran, pengancaman, hingga pembunuhan.
(sef/sef)