Internasional

Perusahaan Eropa Terancam Ambruk Berjemaah, Teriak Minta Bantuan China

luc, CNBC Indonesia
17 September 2025 15:35
Mercedes-Benz EQS and S-Class passenger cars are transported automatically to their next production step while on the ground automatic vehicles transport body components at the 'Factory 56', a completely digitized assembly line, at the Mercedes-Benz manufacturing plant in Sindelfingen, southwestern Germany, on February 13, 2023. - Mercedes-Benz will present their 2022 annual results on February 17, 2023. (Photo by THOMAS KIENZLE / AFP)
Foto: AFP/THOMAS KIENZLE

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan-perusahaan Eropa di ambang gulung tikar berjemaah seiring dengan ketatnya pengendalian ekspor logam tanah jarang oleh China. Hal ini terjadi meskipun pada Juli lalu Beijing dan Uni Eropa telah menyepakati percepatan penerbitan izin ekspor bahan baku kritis.

Alhasil, perusahaan di sejumlah sektor vital mengalami kerugian dan bisa berujung pada penghentian produksi massal.

Presiden Kamar Dagang Uni Eropa di China Jens Eskelund menegaskan bahwa situasi belum banyak berubah sejak pertemuan puncak antara Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden China Xi Jinping pada 24 Juli lalu.

"Terlepas dari kesepakatan dan komitmen yang dicapai dalam KTT UE-China, kami masih melihat hambatan yang signifikan bagi para anggota kami," ujarnya dalam konferensi pers di Beijing, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (17/9/2025).

Menurut Eskelund, keterlambatan izin ekspor menyebabkan gangguan produksi hingga penghentian operasi di sejumlah perusahaan otomotif. Produsen cip juga diketahui mengajukan permohonan langsung kepada otoritas Beijing agar dapat memperoleh kelonggaran demi menjaga rantai pasok tetap berjalan.

China saat ini menguasai sebagian besar proses pemurnian dan pengolahan logam tanah jarang, komoditas yang sangat dibutuhkan oleh industri kendaraan listrik, pertahanan, dan teknologi tinggi. Pemerintah China berulang kali menegaskan bahwa kebijakan ekspornya "bersifat nondiskriminatif" serta tidak ditujukan pada negara tertentu.

Kebijakan pengendalian ekspor itu diberlakukan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan tarif baru atas sejumlah produk, yang kemudian memicu dampak luas hingga ke Eropa.

Dalam KTT Juli lalu, Beijing berjanji mempercepat penerbitan lisensi ekspor untuk perusahaan-perusahaan Eropa. Namun, 2 bulan kemudian, proses perizinan kembali melambat.

"Dapat dikatakan bahwa sejak KTT, kami belum melihat perubahan yang berarti," kata Eskelund.

Data bea cukai China menunjukkan bahwa ekspor magnet logam tanah jarang, termasuk ke Eropa, sempat melonjak sejak Juni usai kesepakatan dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Namun, di balik kenaikan volume itu, proses penerbitan izin tetap berjalan lamban.

Dari sekitar 140 aplikasi ekspor yang didampingi kamar dagang, kurang dari seperempat yang sudah disetujui otoritas China.

Situasi ini membuat banyak perusahaan mengajukan formulir izin lebih awal untuk mengantisipasi keterlambatan pengiriman yang bisa menyebabkan kerugian besar.

"Sejumlah anggota kami saat ini sudah mengalami kerugian akibat hambatan ini," ujar Eskelund.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Ramai-Ramai "Borong" Gudang di Jabodetabek, Begini Data Terbaru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular