Mengejutkan, Pengawas Lingkungan 1.100 Berbanding 5 Juta Usaha!

Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
02 September 2025 15:34
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq dalam acara MINDIALOGUE Sharing Session with Environtment Minister dengan tema “Korporasi Hebat, Alam Selamat” di Soehana Hall energy building, Jakarta, Kamis (28/8/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq dalam acara MINDIALOGUE Sharing Session with Environtment Minister dengan tema “Korporasi Hebat, Alam Selamat” di Soehana Hall energy building, Jakarta, Kamis (28/8/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq mengakui bahwa pengawasan lingkungan di sektor industri masih cukup menantang. Sebab, tenaga pengawas dari Kementerian LH tergolong terbatas, yakni hanya mencapai 1.100 orang. Padahal, jumlah unit usaha tambang di Indonesia mencapai lebih dari 5 juta unit usaha.

Keterbatasan jumlah tenaga pengawas ini menjadi perhatian serius bagi Kementerian LH. Namun, hal itu bukan menjadi alasan bagi pemerintah untuk terus melakukan pengawasan secara langsung. Untuk itu, Kementerian LH juga melakukan pendekatan lain dalam melakukan pengawasan, misalnya melalui pembinaan terhadap para pelaku usaha bidang pertambangan terkait pelestarian lingkungan.

Hanif melanjutkan, jumlah unit usaha pertambangan yang disebutkan tadi mengacu pada sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau Amdalnet. Lantaran ada selisih yang lebar antara jumlah tenaga pengawas dan unit usaha tambang, pihak Kementerian LH belum mampu maksimal dalam melakukan penegakkan pengawasan lingkungan bagi korporasi.

"Ya, memang secara ideal tentu kita melakukan pengawasan secara langsung. Ini yang sepertinya masih agak kurang kita lakukan karena ada gap yang cukup besar antara unit usaha dan sumber daya yang kita miliki untuk pengawasan," tegas Hanif dalam acara MINDIALOGUE, dikutip Selasa (2/9/2025).

Bukan hanya jumlah pengawas, lanjut dia, teknologi yang ada belum mumpuni untuk mengawal ketaatan pelaksanaan pembangunan lingkungan.

"Sehingga wajar kalau hari ini ibarat kita melihat ember yang banyak lubang, ember seperti saringan itu. Kemudian dimasukkan air, menterinya harus menutup yang mana dulu? Harus menutup yang mana dulu? Ini kita tidak bisa membayangkan," jelas Hanif.

Meski begitu, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup berupaya mengejar gap tersebut. Salah satunya dengan melakukan dialog langsung dengan para pelaku industri.

Hanif memproyeksikan sebanyak 1.100 pengawas akan difokuskan kepada 2 juta usaha dengan risiko menengah tinggi. Sedangkan, sebanyak 3 juta sisanya merupakan unit usaha dengan risiko rendah yang tidak memerlukan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), serta AMDAL.

"Tapi yang perlu UKL-UPL dan AMDAL jumlahnya lebih dari 2 juta. Jadi kalau kita bagi 1.100 dibagi 2 juta, maka hasilnya 1 orang harus melakukan pembinaan pengawasan lebih dari 1.000 unit. Ini yang kemudian tidak memungkinkan untuk dilaksanakan secara sempurna," tutur dia.

Lebih jauh, Hanif menjelaskan pentingnya konservasi lingkungan bagi pelaku industri, termasuk pertambangan. Apalagi, Indonesia secara indeks biodiversitas menempati posisi kedua tertinggi di dunia setelah Brazil, yakni 418,78.

"Angka ini cukup sangat tinggi biodiversitas kita. Kita memiliki 22 tipe ekosistem yang merupakan suatu negara dengan tipe ekosistem yang cukup besar. Jadi tipe ekosistem tersebut mempengaruhi biodiversitas kita," kata dia.

Dari 22 tipe ekosistem tersebut, sebanyak 8 di antaranya merupakan ekosistem yang penting yang dimiliki oleh Indonesia. Mulai dari ekosistem lamun, karst, danau, hutan kerangas, terumbu karang, mangrove, savana, dan gambut.

Kemudian, dari 8 ekosistem penting tersebut, Kementerian LH baru menyusun peraturan pemerintahnya untuk dua ekosistem, antara lain ekosistem gambut pada 2020 dan tentang pemeliharaan ekosistem mangrove yang disusun belum lama ini.

"Jadi 2 hal ini saja. Masih ada 6 lagi yang belum kita susun regulasinya, bagaimana tatalaksana dari penanganan biodiversiti kita. Dari konteks ini maka kita bisa membayangkan betapa banyaknya tantangan yang harus kita hadapi," tandasnya.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Korporasi Hebat, Alam Selamat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular