Tujuh Pokok Usulan PLN terhadap RUU Ketenagalistrikan

Verda Nano , CNBC Indonesia
Rabu, 27/08/2025 19:25 WIB
Foto: PLTA Bengkok adalah salah satu unit Pembangkit Listrik Tenaga Air yang dioperasikan oleh PT PLN Indonesia Power, subholding dari PT PLN (Persero), yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda, Ciburial, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat. (CNBC Indonesia/Verda Nano Setiawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan DPR RI hingga kini masih melakukan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (RUU Ketenagalistrikan). Adapun, berbagai masukan mengenai pembahasan RUU tersebut terus berlangsung salah satunya berasal dari PT PLN (Persero).

Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PT PLN Yusuf Didi Setiarto membeberkan, setidaknya ada tujuh pokok usulan PLN terhadap RUU Ketenagalistrikan.

Pertama, pemberian penugasan kepada BUMN Ketenagalistrikan untuk melaksanakan Public Service Obligation (PSO).


"Jadi kita tahu bahwa di undang-undang BUMN yang baru, Undang-Undang 1 2025, secara legal structure itu tidak sama lagi dengan struktur undang-undang yang lama. Kalau dulu berada dalam satu rumah pengelolaan keuangan negara, sekarang itu terpisah," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, dikutip Rabu (27/8/2025).

Oleh sebab itu, jika dimungkinkan di dalam undang-undang ketenagalistrikan, adanya konfirmasi mengenai PLN sebagai agent of state untuk menjalankan PSO beserta segala konsekuensinya, termasuk hubungan finansial dan kejelasan lingkup PSO.

"Itu akan sangat membantu. Jadi, ini harapan bahwa clarity ini menjadi sangat penting bagi kami di PLN," katanya.

Kedua, mengenai Jual Beli Listrik Lintas Negara. Menurutnya terdapat diskursus mengenai bagaimana Indonesia dapat mengoptimalkan kepentingannya saat menjual listrik ke negara tetangga dalam kerangka ASEAN Power Grid.

Ia mencontohkan, dari pengalaman ekspor gas bumi, meskipun gas tersebut berasal dari berbagai blok, namun saat itu dilakukan konsolidasi oleh Pertamina posisi Indonesia lebih kuat ketika berhadapan dengan pembeli.

"Belajar dari apa yang terjadi di ekspor gas bumi itu menurut kami terjadi konsolidasi kekuatan Indonesia, meskipun gas itu berasal dari multi blok, tetapi diagregasi oleh Pertamina pada saat itu untuk berhadapan dengan pembeli," ujarnya.

Ketiga, Kriteria Wilayah Usaha. Didi menilai kriteria wilayah usaha perlu ditata. Keempat, Penggunaan Teknologi Rendah Emisi (Supercritical/Ultra-supercritical Boiler, Co-firing Biomassa, Dan Gasifikasi Batubara) Dan/Atau Pengurangan Karbon (Carbon Capture, Utilization, And Storage (CCS/CCUS).

Kelima, Pendanaan Untuk Menjamin Ketersediaan Tenaga Listrik. Keenam, Pengutamaan Energi Primer Untuk Sektor Ketenagalistrikan (Gas, Batubara, dan Biomassa). Ketujuh, pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT dan nuklir).

"Jadi oleh karena itu, besar harapan kami ada keberpihakan secara clear di dalam undang-undang ketenagalistrikan ini nantinya mengenai bagaimana posisi energi primer yang ada di Indonesia itu bisa diprioritaskan untuk ketenagalistrikan. Untuk PLTN, ini juga menjadi masa depan kita," kata dia.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Cadangan Batu Bara Tipis, TOBA Genjot Transformasi Bisnis Hijau