
Pedagang Keberatan Jual-Beras SPHP Seperti Hilang, Ini Biang Keroknya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga beras di pasar masih tinggi, sementara program beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) justru sulit dijangkau pedagang karena aturan yang dianggap merepotkan. Sejumlah pedagang beras mengaku memilih tidak mengambil beras SPHP meski ditawarkan.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025), tak terlihat karung-karung beras SPHP terpajang di gerai pedagang. Hampir seluruh kios hanya menjajakan beras medium dan premium dengan harga yang masih tinggi, sementara beras subsidi pemerintah itu seolah "hilang dari pasaran".
Para pedagang mengaku sengaja tidak mengambil beras SPHP karena syarat penjualannya yang dinilai terlalu ribet, sehingga mereka lebih memilih menjual beras biasa meski harganya lebih mahal.
Sinta, salah seorang pedagang beras di pasar tersebut, mengatakan dirinya menolak ketika ditawari untuk menjual beras SPHP. Alasannya karena aturan yang mengikat dan tak sesuai dengan pola belanja konsumen di pasar tradisional.
"Saya nggak ngambil, kemarin sempat ditawari. Ya soalnya kan nggak boleh diecer atau dibuka karungnya, harus 5 kilo," kata Sinta kepada CNBC Indonesia.
Menurutnya, mayoritas pembeli di pasar lebih suka membeli beras dalam jumlah kecil, misalnya 1-2 liter. Aturan SPHP yang mewajibkan beras dijual langsung dalam kemasan 5 kilogram (kg) dianggap menyulitkan.
"Memang sih dia harganya murah, tapi kalau pelanggan saya nggak mampu beli langsung 5 kilo gimana? Jadi ya sudah saya pikir nggak usah ngambil saja," ujarnya.
Sinta juga menilai masyarakat masih kurang mengenal beras SPHP. "Jarang orang nanya beras gituan. Nggak tau kan orang beras gituan. Kecuali setahunya dia itu beras bantuan gitu kalau dari pemerintah," sambung dia.
Hal senada diungkapkan pedagang lainnya, Yadi. Ia menyebut ada banyak syarat yang harus dipenuhi jika ingin menjual beras SPHP.
"Pernah ditawari. Tapi malas ngambilnya, karena ada banyak syaratnya," kata Yadi.
Adapun banyaknya syarat yang dimaksud Yadi adalah, pedagang wajib melaporkan penjualan dengan mengirim bukti pembelian melalui aplikasi Klik SPHP. Selain itu, beras tidak boleh dibuka dari kemasan dan hanya bisa dijual per 5 kilogram.
"Itu yang beratnya di situ. Jadi kan kadang-kadang orang (pembeli) ingin nyoba. 1 liter, 2 liter dulu kan. Jarang ada yang mau satu pack begitu kan," ungkapnya.
Syarat digital melalui aplikasi Klik SPHP juga menjadi kendala. "Syaratnya juga berat sekarang, harus foto terus kirim ke klik SPHP. Kan nggak semua pedagang ngerti, dan hp nya bisa foto. Ini kayak saya saja hp nggak ada kameranya," tutur Yadi.
Akibat aturan tersebut, Yadi menyebut pedagang di pasar lebih memilih tidak mengambil SPHP meski harganya lebih murah. "Ini ada tiga toko di sini semuanya kemarin ditawari beras SPHP, tapi karena ribet dan nggak boleh dibuka, akhirnya nggak ada yang ambil," katanya.
Sementara itu, harga beras di pasaran masih belum turun. Yadi menyebut harga beras medium kini berkisar Rp13.000-Rp14.000 per liter, sedangkan premium di angka Rp14.000-Rp17.000 per liter.
"Masih belum turun dari kemarin, stabil segini saja. Soalnya stok berasnya juga sedikit kan. Pemerintah memang guyur pakai SPHP, tapi ribet persyaratannya, akhirnya pedagang jarang ada yang ambil," ucap dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani membeberkan realisasi penyaluran beras SPHP di tingkat konsumen hingga 21 Agustus 2025 baru mencapai 230.945 ton, atau sekitar 15,40% dari target 1,5 juta ton sampai akhir tahun. Hal ini ia sampaikan saat Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai Beras SPHP 'Disunat', Begini Modusnya Menurut Dugaan Bulog
