Prabowo Siap Genjot Ketahanan Energi RI, Begini Siasatnya

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
19 August 2025 21:20
Ilustrasi PLTS terapung Cirata 192 MWp di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Kehadiran PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara ini menjadi bukti bahwa PLN mampu menjadikan transisi energi menjadi sebuah kekuatan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional. Dok. PT PLN (Persero)
Foto: Ilustrasi PLTS terapung Cirata 192 MWp di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Kehadiran PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara ini menjadi bukti bahwa PLN mampu menjadikan transisi energi menjadi sebuah kekuatan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional. Dok. PT PLN (Persero)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto berfokus untuk menjaga ketahanan energi dalam negeri. Untuk mendorong ini, pemerintah siapkan anggaran sebesar Rp 402,4 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026.

Berdasarkan dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, ketahanan energi merupakan kemampuan negara dalam memberikan akses energi secara berkesinambungan dengan harga yang terjangkau dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

"Sejalan dengan hal itu, strategi untuk meningkatkan ketahanan energi ditempuh dengan meningkatkan produksi lifting migas, menjaga stabilitas harga, mengakselerasi transisi ke energi baru terbarukan, serta akselerasi pengembangan ekonomi hijau," tulis dokumen tersebut, dikutip Selasa (19/8/2025).

Ketahanan energi dinilai mempunyai peran kunci dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, sektor energi merupakan sumber penerimaan negara, pendukung kegiatan masyarakat, dan kegiatan ekonomi dari hulu sampai dengan hilir.

Setidaknya ketahanan energi dilihat dari empat kategori utama, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, aksesibilitas, dan akseptabilitas. Adapun, ketahanan energi terjadi ketika negara memiliki akses kepada sumber energi secara berkelanjutan (ketersediaan) dengan didukung iklim investasi yang kondusif.

Selain itu, kemampuan untuk menyediakan sumber energi yang beragam dan berkelanjutan atau energi hijau (akseptabilitas) dengan harga terjangkau (keterjangkauan) menjadi syarat ketahanan energi.

Meski begitu, dalam mewujudkan ketahanan energi, Indonesia menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut

1. Lifting minyak bumi Indonesia cenderung menurun dalam lima tahun terakhir. Lifting minyak bumi turun dari 707 ribu barel per hari (bph) di 2020 menjadi 579,7 ribu bph di 2024.

Menurunnya lifting minyak bumi menyebabkan Pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan domestik, sehingga berdampak pada defisit neraca perdagangan sektor migas

2. Sumber energi Indonesia masih didominasi oleh energi fosil dengan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) baru mencapai 14,68 persen pada tahun 2024. Sumber energi fosil meliputi batubara (40,48 persen), minyak bumi (29,15 persen), dan gas bumi (15,69 persen).

3. Pengembangan dan investasi EBT tidak secepat yang diharapkan dikarenakan berbagai faktor antara lain daya tarik investasi dan infrastruktur EBT seperti jaringan transmisi yang masih terbatas.

4. Subsidi energi dan kompensasi belum sepenuhnya tepat sasaran dan masih banyak dinikmati oleh golongan mampu, sehingga berdampak pada besarnya anggaran subsidi energi dan kompensasi yang harus ditanggung Pemerintah.

Oleh sebab itu, dalam menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah menjadikan ketahanan energi sebagai agenda prioritas pada tahun 2026 dan memberikan dukungan fiskal untuk ketahanan energi. Pemanfaatan dukungan fiskal untuk ketahanan energi terutama diarahkan untuk peningkatan lifting migas, stabilisasi harga, dan pengembangan EBT.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Beberkan Strategi Hadapi Tantangan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular