Zelensky Temui Trump di AS, Berujung Pengkhianatan atau Perdamaian?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah pemimpin Eropa berbondong-bondong menuju Washington untuk memberikan dukungan politik kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menjelang pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Senin (18/8/2025). Langkah ini dilakukan di tengah tekanan Trump agar Ukraina segera menerima kesepakatan damai guna mengakhiri perang paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.
Trump mendorong tercapainya perjanjian damai setelah pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska, di mana ia tampak lebih selaras dengan Moskow dalam mendorong perundingan damai tanpa prasyarat gencatan senjata. Trump dan Zelensky dijadwalkan bertemu pada Senin, sementara diskusi intensif terus berlangsung mengenai masa depan Ukraina.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan urgensi perdamaian. "Jika perdamaian tidak mungkin tercapai dan perang ini hanya akan terus berlanjut, ribuan orang akan terus tewas. Kita mungkin akhirnya sampai ke titik itu, tapi kita tidak menginginkannya," katanya dalam wawancara dengan CBS Face the Nation.
Trump pada Minggu menulis di media sosial bahwa akan ada "KEMAJUAN BESAR TERKAIT RUSIA," meski tanpa penjelasan rinci.
Sumber yang mengetahui pembicaraan Moskow menyebutkan, AS dan Rusia telah membicarakan kemungkinan Rusia melepaskan sebagian kecil wilayah yang didudukinya dengan imbalan Ukraina menyerahkan sebagian besar daerah timur yang sudah diperkuat pertahanannya, termasuk di Donbas, serta pembekuan garis depan di lokasi lain.
Sejumlah pejabat Trump menyiratkan bahwa masa depan Donbas, yang mencakup Donetsk dan Luhansk dan sebagian besar sudah dikuasai Rusia, menjadi isu utama. Selain itu, Washington juga menyinggung kemungkinan pakta pertahanan baru untuk Ukraina.
Utusan Trump, Steve Witkoff, mengatakan kepada CNN bahwa Moskow untuk pertama kalinya bersedia menerima tawaran AS untuk memberikan perlindungan mirip Pasal 5 NATO. "Kami berhasil mendapatkan konsesi ini, bahwa Amerika Serikat dapat menawarkan perlindungan seperti Pasal 5," ujarnya.
Pasal 5 Piagam NATO menetapkan prinsip pertahanan kolektif, yakni serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota.
Namun, komitmen semacam itu bisa jadi tidak cukup untuk meyakinkan Kyiv, yang telah dikhianati sebelumnya meski perbatasannya dijamin dalam Memorandum Budapest 1994 setelah menyerahkan senjata nuklir era Soviet.
Kenyataan bahwa Rusia tetap mencaplok Krimea pada 2014 dan melancarkan invasi penuh pada 2022 menjadi pengingat pahit bagi Ukraina. Perang kini sudah berlangsung tiga setengah tahun dan menewaskan atau melukai lebih dari 1 juta orang.
Dukungan Eropa
Kanselir Jerman Friedrich Merz, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada Minggu menggelar pertemuan para sekutu untuk memperkuat posisi Zelensky. Mereka berupaya memastikan jaminan keamanan yang kuat bagi Ukraina, termasuk keterlibatan langsung Amerika Serikat.
Para pemimpin Eropa ingin menghindari pengulangan pertemuan Ruang Oval terakhir Zelensky pada Februari lalu yang berakhir buruk, di mana Trump dan Wakil Presiden JD Vance menegur Zelensky di depan umum karena dianggap tidak tahu berterima kasih.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Finlandia Alexander Stubb-yang memiliki kedekatan pribadi dengan Trump-serta Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni juga akan ikut ke Washington.
Dalam pernyataan bersama, Inggris, Prancis, dan Jerman menegaskan siap mengerahkan "pasukan penjamin keamanan setelah pertempuran berhenti, membantu mengamankan udara dan laut Ukraina, serta meregenerasi angkatan bersenjatanya."
Namun, sejumlah negara Eropa masih ragu untuk terlibat langsung secara militer, menunjukkan betapa rumitnya diskusi perdamaian ini bahkan di antara sekutu Kyiv sendiri.
Sejumlah pemimpin Eropa menekankan pentingnya gencatan senjata sebelum negosiasi damai. "Anda tidak bisa berunding untuk perdamaian di bawah bom yang terus berjatuhan," tegas Kementerian Luar Negeri Polandia.
Trump awalnya mengatakan ia mencoba mengamankan gencatan senjata saat bertemu Putin, namun kemudian sepakat dengan Moskow bahwa perundingan damai bisa dimulai tanpa penghentian serangan. Ide tersebut ditolak oleh sebagian besar sekutu Ukraina di Eropa.
Zelensky dalam unggahannya di platform X menekankan bahwa pertemuan dengan para pemimpin Eropa menunjukkan "dukungan jelas bagi kemerdekaan dan kedaulatan Ukraina." Ia menambahkan, "Semua sepakat bahwa perbatasan tidak boleh diubah dengan kekerasan."
Zelensky juga menegaskan bahwa jaminan keamanan apapun harus bersifat nyata. "Itu harus memberikan perlindungan di darat, udara, dan laut, serta dikembangkan dengan partisipasi Eropa," katanya.
(luc/luc)