
Pajak Berburu di Kebun Binatang, Ini Jawab Anak Buah Sri Mulyani

Jakarta, CNBC Indonesia - Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengapresiasi penelitian Center of Economic And Law Studies (CELIOS) dengan tajuk "Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang".
"Saya pikir ini adalah momentum yang baik buat kita. Saya senang sih sebenarnya pada prinsipnya mendengarkan tadi banyak catatan, masukan. Dan ini saya pribadi mengapresiasi bahwa memang ini tentu bagian dari keterlibatan stakeholders dalam konteks penyusunan kebijakan pusat," ucapnya dalam forum CELIOS yang diadakan pada Selasa (12/8/2025).
Yon Arsal pun menanggapi terkait beberapa kajian pajak yang dilakukan CELIOS, misalnya soal tax ratio. Ia mengatakan bahwa besaran tax ratio di Indonesia relatif stabil di 13%-13,5%, namun masih belum mencapai tipping point atau memiliki gap.
"Kalau kajiannya IMF bilang, ada tipping point sekitar 15% yang itu sebagai sebuah sustainable level of tax ratio. Jadi kita masih punya gap, tapi jangan bandingin 10% dengan 15%, tapi bandingnya adalah 12-13% karena itu yang seharusnya terjadi. Kemudian, dilihat dari sustainable apakah dia sustainable, ya kita masih ada ruang, dan itu harus kita kerjakan," ujarnya dalam forum.
Kemudian, Yon juga membandingkan pencapaian tax ratio Indonesia dengan negara tetangga di kawasan, yang dianggapnya "belum ketinggalan."
"Malaysia juga sekitar angka 12-13%, Vietnam itu 17-18%," ujarnya.
Yon juga menjelaskan mengenai struktur pajak di Indonesia, terutama penerimaan dari PPn yang dinilainya jika dibandingkan dengan negara lain juga masih tidak tertinggal.
"PPN kita itu kan dikelola basisnya itu kan dari PPN dan PPN impor relatif seperti pertama PPN-BM totalnya sih kita mengumpulkan sekitar hitungan saya sih sekitar 40-an persen lah dari total keseluruhan penerimaan pajak kita," katanya.
Jumlah tersebut masih cukup sejajar dengan negara di kawasan lain seperti di Asia Pasifik yang dikatakan mencapai 50%, kemudian negara di Latin American Caribbean Countries sebesar 47%, negara Afrika sebesar 51%.
"Kalau kita lihat perbandingan sejauh ini, kalau saya melihat dari data statistik yang ada aja nih ya kita juga relatively di tengah-tengah kita dibilang gede banget, enggak karena ada negara lain di rata di negara lain yang kontribusi indirect tax-nya itu sekitar 50 persen kita masih di sekitar 40 persen," ucapnya.
Kemudian, Yon juga menanggapi soal kajian CELIOS tentang tax holiday allowance. Ia mengatakan insentif terkait perusahaan masih dirasa perlu, terutama untuk menarik investasi dari luar ke dalam negeri.
"Memang walaupun banyak kajian menyatakan bahwa insentif itu not only bukan single factor yang menentukan investasi, tetapi dirasa masih perlu, setidaknya faktor kelima atau keenam," ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pajak terkait UMKM saat ini ada sekitar 300 juta UMKM tidak bayar pajak karena di bawah ketentuan pajak yang ditetapkan. "(Penghasilan) UMKM yang dibawah 500 juta itu tidak kena pajak padahal kita tahu bahwa yang kalau statistik usaha mikro di Indonesia itu kalau sejauh itu 37% itu usaha mikro dibawah 300 juta, artinya memang nggak bayar pajak." .
"Nah inilah yang kemudian saya sampaikan bahwa memang sebagian besar dari komposisi insentif yang kita berikan ini, memang kita berikan kepada masyarakat, tapi tetap perlu kita evaluasi, kesesuaiannya apakah masih tepat masih relevan, atau jangan-jangan ada insentif lain yang sebenarnya lebih tepat sasaran dan lebih efisien dalam mencapai tujuan yang kita harapkan demikian secara umum," tuturnya.
(ras/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pajak UMKM Tetap 0,5% Sampai Akhir Tahun
