Trump "Kudeta" Polisi Washington-Kirim 800 Garda Nasional, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Senin (11/8/2025) memicu gelombang kritik politik setelah mengumumkan pengerahan 800 personel Garda Nasional ke Washington D.C. sekaligus mengambil alih sementara kendali atas kepolisian kota, melewati wewenang pemimpin lokal.
Langkah ini dinilai sebagai salah satu penggunaan kekuasaan eksekutif paling berani dan jarang terjadi dalam sejarah modern AS.
Trump mengeklaim kebijakan tersebut diperlukan untuk "menyelamatkan" ibu kota dari gelombang kejahatan. "Kota ini telah dikuasai geng-geng brutal dan penjahat haus darah," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Putih, dilansir Reuters.
Padahal, data menunjukkan tren kejahatan kekerasan di Washington justru menurun drastis. Menurut kepolisian setempat, angka kejahatan kekerasan anjlok 35% pada 2024, dan kembali turun 26% pada tujuh bulan pertama 2025, setelah lonjakan besar pada 2023 yang menjadikan Washington salah satu kota paling mematikan di AS.
Ini adalah kali kedua musim panas ini Trump mengirim pasukan ke kota yang dipimpin Partai Demokrat. Pada Juni lalu, ia mengerahkan Garda Nasional ke Los Angeles tanpa persetujuan Gubernur California Gavin Newsom, yang kini menjadi subjek persidangan federal di San Francisco.
Trump bahkan memberi sinyal kota lain akan menjadi target berikutnya. "Kalau perlu, kita akan melakukan hal yang sama di Chicago, yang merupakan bencana," katanya, sambil menambahkan, "Semoga L.A. memperhatikan."
Kebijakan "hukum dan ketertiban" Trump kerap disertai retorika yang mengarah pada kota-kota mayoritas Demokrat dengan populasi kulit hitam besar, seperti Baltimore, Chicago, dan Washington.
Pemerintah federal menurunkan ratusan petugas dari lebih dari selusin lembaga untuk memperkuat keamanan di Washington. Jaksa Agung Pam Bondi akan memimpin pengawasan kepolisian kota, sementara Garda Nasional akan membantu secara administratif, logistik, dan menjaga kehadiran fisik di lapangan, dengan 100-200 personel bertugas mendukung aparat setiap saat.
Wali Kota Washington, Muriel Bowser, menolak klaim Trump tentang maraknya kekerasan, tetapi tetap menyatakan kesiapannya bekerja sama.
"Kami akan bekerja dengan pemerintah federal," katanya, sembari menegaskan kembali bahwa tingkat kejahatan berada pada posisi terendah dalam tiga dekade.
Namun, Jaksa Agung Kota Brian Schwalb menyebut langkah Trump "melanggar hukum" dan tengah mempertimbangkan opsi hukum.
Trump menggunakan pasal dalam Home Rule Act yang mengizinkan presiden mengambil alih kepolisian D.C. selama 30 hari jika terjadi "darurat" keamanan publik. Ia secara resmi menyatakan keadaan darurat tersebut pada Senin.
Namun, paradoksnya, pemerintahannya justru memangkas anggaran keamanan untuk wilayah Ibu Kota Nasional sebesar US$20 juta tahun ini, penurunan 44% dari tahun sebelumnya.
Trump juga berjanji akan membersihkan perkemahan tunawisma, tanpa penjelasan kemana para penghuni akan dipindahkan. Secara hukum, pemerintah federal memiliki kewenangan membersihkan area taman yang dimilikinya di Washington, tetapi tidak bisa memaksa warga meninggalkan kota hanya karena tidak memiliki tempat tinggal, menurut para advokat tunawisma.
Berbeda dengan negara bagian, kekuasaan atas 2.700 anggota Garda Nasional D.C. memang berada langsung di tangan presiden. Pasukan ini sebelumnya telah dikerahkan untuk berbagai krisis, termasuk pada serangan ke Capitol 6 Januari 2021 oleh pendukung Trump, serta unjuk rasa menentang kekerasan polisi pada 2020.
(luc/luc)